Senin, 10 Desember 2012

Apa Sih 'Redenominasi' Itu?


Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".

Bank Indonesia menggulirkan wacana akan meredenominasikan mata uang Indonesia (Rupiah) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Sebagai contoh, uang Rp. 10.000,- akan dikonversi menjadi Rp. 10,-. Tetapi nilai mata uang tersebut tidak berubah.

Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

Pada redenominasi, nilai uang terhadap barang tidak berubah. Karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan. Sedangkan pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).

1. Persiapan
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

2. Dampak bagi masyarakat
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.

3. Tujuan
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. 
Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

4. Nilai uang terhadap barang
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.

5. Kondisi saat dilakukan
Redenominasi dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).

6. Masa transisi
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.

7. Contoh untuk harga 1 liter bensin seharga Rp 4.500 per liter.
Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama (baru).
Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.


Redenominasi Bukan Sekedar Menghilangkan Angka Nol!

Anggota Komisi XI DPR RI Kemal Azis Stamboel mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk benar-benar mengkaji secara lebih mendalam dan komprehensif terkait rencana redenominasi mata uang rupiah, bukan memblow up isu ini secara meluas di media massa terlebih dahulu.

“Redenominasi itu bukan sekedar menghilangkan angka nol. Prosesnya tidak mudah. Butuh persiapan yang matang dan pertimbangan yang mencukupi bukan hanya aspek ekonomi saja, aspek-aspek non ekonomi seperti aspek psikologis, sosiologis, hukum dan sosial politik yang akan dihadapi masyarakat,” jelas Azis dalam rilisnya yang diterima RRI, Senin (10/12/2012).

“DPR insya Alloh siap untuk melakukan pembahasan RUU Redenominasi secara mendalam tahun 2013 mendatang jika pemerintah menginginkannya.”

“Secara sederhana,” lanjut Azis, “Redenominasi memang hanya membuang angka nol pada rupiah. Hal ini  bertujuan untuk simplifikasi dan kemudahan. Dengan nol yang lebih sedikit diharapkan perhitungan akan lebih mudah, perhitungan dan pencatatan akuntansi juga menjadi lebih efisien. Ini juga mempengaruhi sisi psikologis dalam menggunakan mata uang rupiah di luar negeri.”

“Sebagai contoh, jika 1 dolar AS adalah Rp 10.000, maka 1 rupiah sama dengan 0,0001 dolar AS. Hal ini memunculkan efek psikologis rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” terang Azis.

Terkadang redenominasi dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas pemerintah, terutama bagi negara-negara yang mengalami inflasi sangat tinggi (hyperinflation).

“Brazil menjalankannya pada tahun 1994 setelah rata-rata inflasi 2000-3000%, Turki pada tahun 2005 setelah rata-rata inflasi 100-110% dan Argentina pada tahun 1992 setelah mengalami rata-rata inflasi 3000%,” ungkapnya.

Menurutnya, dalam konteks Indonesia, kita menjalankan redenominasi bukan karena tekanan inflasi yang sangat tinggi.

“Rata-rata inflasi kita lima tahun terakhir sekitar 8 persen, dan trennya cenderung terus membaik. Inflasi selama ini lebih didorong oleh administered prices dan volatile foods sedangkan core inflation cukup stabil.  Saya pikir ini keuntungan buat perekonomian kita. Kebijakan redenominasi akan semakin memperkuat posisi nilai tukar rupiah di benak masyarakat domestik dan internasional.”

“Secara garis besar memang terlihat sederhana. Tapi secara teknis kebijakan ini tidak sesederhana itu,” ujar Politisi PKS ini.

“Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah terkait teknis pelaksaannya. Pertama, bagaimana mengubah persepsi masyarakat tentang nilai mata uang rupiah yang sudah diredenominasi? Persepsi masyarakat sudah mengakar dan menyatu dalam kehidupan mereka secara bertahun-tahun. Tentunya biaya sosialisasinya tidak kecil.”

“Kedua, bagaimana mengatur proses penarikan uang lama dengan uang baru. Jika uang lama masih beredar maka masyarakat akan punya beberapa pilihan ketika akan bertransaksi, apakah menggunakan uang lama seluruhnya, apakah menggunakan uang baru seluruhnya, atau mengkombinasikan antara uang lama dan uang baru? Belum lagi masalah kesiapan infrastruktur, layanan dan produk perbankan serta industri jasa keuangan secara keseluruhan dengan adanya perubahan ini. Tentunya ini tidak mudah, butuh persiapan yang benar-benar matang,” tutupnya.

Sumber: wikipedia.com, rri.co.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar