Sabtu, 09 Februari 2013

Paus Matahari


Musyrikin Babilonia memuja matahari sebagai dewa, dan musyikin Roma juga memuja matahari. Gereja Katholik Roma, dengan bantuan Konstantin, mengubah hari kebaktian dari hari Sabtu ke Minggu (Sunday = hari Matahari) dan biasanya menggunakan lambang dan gambaran matahari. Pada hari itu, para hakim dan semua penduduk kota dibiarkan beristirahat dalam rangka memuliakan matahari.

Naskah kuno Justinianus mengatakan bahwa pada hari yang digunakan untuk memuliakan matahari, dibiarkanlah para hakim beristirahat, dan dibiarkan semua tempat kerja tertutup. Namun di negeri itu, orang-orang yang terlibat dalam pertanian boleh dengan bebas dan dengan sah melanjutkan pekerjaan mereka; sebab biasanya pada hari berikutnya itu tidak terlalu bagus untuk menanam anggur.

Di samping kiri ini adalah suatu tablet dari awal abad ke-9 SM yang melukiskan Dewa Matahari Babilonia, yang bernama Shamash, duduk di sisi kanan, memegang lencana kekuasaannya, sebuah tongkat dan cincin, dan raja dengan dua penjaga pada sisi kiri. Di tengah, pada suatu altar, adalah matahari dengan 4 sinar utama ditambah dengan sinar yang berombak kecil diantara sinar-sinar utama itu. Klik gambar tersebut, dan Anda akan masuk ke Musium Britania, di mana Anda dapat melihat dan membaca tulisan sekitar tablet ini yang melukiskan dewa matahari, Shamash.


Lambang tersebut nampak lagi pada Paus. Perhatikan salib hitam kecil pada bahunya (bandingkan juga dengan gambar di bawah), pada apa yang disebut Pallium: “Pallium modern adalah suatu pita melingkar selebar kira-kira dua inci, dikenakan di leher, dada, dan bahu, dan mempunyai dua pendant, satu tergantung di depan dan satu di belakang…. Ornamen pallium terdiri dari enam salib hitam kecil– di dada, di punggung, bahu kiri dan kanan, dan pada pendant yang di depan dan di belakang.”


Di bawah pada sisi kiri adalah suatu batu Neo-Asyiria (stele/stela) bertanggal sekitar 824-811 SM, yang melukiskan Raja Shamshi-Adad V. Perhatikan kalung yang dikenakan Raja. Padanya terdapat apa yang saat ini disebut Salib Maltese. Dua ribu delapan ratus (2.800) tahun yang lalu, bentuk itu adalah simbol pemujaan matahari.

Dewasa ini, Paus memakai lambang yang serupa di sekitar leher dan dadanya, pada Pallium, yang mana Paus juga menganugerahkannya kepada uskup terpilih sebagai ornamen, dan ini juga dikenakan oleh uskup besar dan uskup sebagai lambang otoritas mereka, berasal dari kesatuan dengan Paus. Paus juga mempunyai suatu tongkat dan cincin otoritas, sungguh serupa dengan lukisan dewa matahari Shamash pada Tablet Babilonia yang ditunjukkan sebelumnya.


Perhatikan tangan Raja Asyur Nasir Pal II yang lebih rendah pada stele di atas. Pada pergelangan tangannya terdapat lambang pancaran matahari.
Pada sisi kanan, pancaran matahari musyrik itu terdapat pada sarung tangan Sri Paus Yohanes XXIII.

Lukisan raja pagan pada batu stela di atas, menunjukkan suatu potongan kain (lappet) menggantung dari belakang tutup kepala itu. Lappet ini juga terlihat pada tiara kepausan, seperti ditunjukkan pada gambar di atas.

Misteri Salib Bengkok Sang Paus



Perhatikan salib yang dipegang Paus Yohanes Paulus II. Perhatikan baik-baik, dan Anda akan menyadari bahwa salib itu bukanlah salib yang biasa digunakan orang Kristen seperti gambar di bawah. Salib yang dipegang Paus Yohanes II dikenal sebagai “Salib Bengkok”. Apa artinya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita merujuk kepada seorang pengarang Katholik Roma, Piers Compton, menulis dalam bukunya, “The Broken Cross: Hidden Hand In the Vatican”, Channel Islands, Neville Spearman, 1981.

Salib Bengkok adalah “… suatu lambang yang menakutkan, digunakan oleh satanis (penyembah setan) pada abad keenam, yang telah dihidupkan kembali pada masa Vatican Dua. Ini adalah salib bengkok, yang padanya dipertunjukkan suatu figur Al-Masih yang disimpangkan, yang mana tukang sihir pada Abad Pertengahan telah menggunakannya, pada kitab Injil diistilahkan ‘Tanda Beast’. Tidak hanya Paulus VI, tetapi para penggantinya, dua Yohanes Paulus, membawa benda tersebut dan memegangnya untuk dipuja-puja oleh jemaat, yang tidak pernah memahami bahwa itu mewakili Dajjal.” (hal. 72). Pada halaman 56, Compton mencetak gambar Sri Paus Yohanes Paulus II, memegang salib bengkok ini, seperti gambar di kiri atas.



Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II sebenarnya memberitahukan semua penyembah setan di seluruh dunia bahwa ia bukanlah Paus Katholik, tetapi Paus yang mengemban tugas untuk mewujudkan New World Order (Tatanan Dunia Baru) berdasarkan rencana-rencana zionis. Hal ini juga dibahas oleh Malachi Martin dalam “The Keys to This Blood”.

Seperti Anda lihat, salib Paus Yohanes Paulus II yang dipegang menghadap jemaat, bukanlah salib biasa, tetapi salib bengkok satanis! Salib Bengkok diciptakan oleh satanis untuk melukiskan Dajjal! Segera, Anda akan melihat kemunculan seorang pemimpin global, yang mengaku sebagai Al-Masih, Mesiah Yahudi, dan sosok yang ditunggu-tunggu dalam semua agama besar. Padahal dia adalah Al-Masih palsu, dialah Masihud Dajjal. Kemudian, segera sesudah itu, seorang pemimpin religius akan maju kemuka untuk membantu Dajjal; pemimpin religius ini akan memiliki kuasa ajaib seperti Dajjal. Pemimpin religius itu adalah Paus yang diangkat dari kalangan Freemason.

New World Order meminta pemimpin religius global ini sebagai Paus Katholik Roma, dan pasti, Yohanes Paul II menggunakan Salib Bengkok Satanis ini adalah berkaitan dengan rencana tersebut. Jika Paus Yohanes Paulus II adalah yang maju untuk membantu Al-Masih Palsu itu, maka Anda akan mengetahui hakikat dari Paus ini dan hakikat dari Gereja Katholik Roma keseluruhannya.


Saint Peter Square: Kuil Matahari



“Since the Satanist worship the Sex Act, he must have a symbol of the female organ, to go along with the male organ, the Obelisk. And, indeed, Satanist do have a symbol of the female organ the Circle. And, when a point is added to the middle of the circle, you have the complete sex act, the male being the point and the female being the circle” [’Point Within A Circle’, Masonic Short Talk Bulletin, August, 1931, Vol. 9, No. 8, Reprinted July, 1990, p. 4

Bangunan St. Peter Square semakin memperjelas akan siapa yang disembah oleh Kristiani. Obelisk yang diletakkan di tengah-tengah bangunan melingkar itu merupakan simbol penyembahan kepada setan. Obelisk juga merupakan simbol penyembahan kepada Dewa Matahari, yang juga merupakan ajaran setan. Ini menjelaskan juga mengapa Kristiani mengganti hari Sabath dengan hari pertama. Karena hari pertama adalah hari yang mereka sebut dengan hari Matahari (Sunday).

Mereka juga menggambarkan Yesus yang mereka sembah sebagai sosok yang lahir pada akhir musim dingin dan awal berjayanya Matahari. Tanggal 25 Desember adalah hari yang dipercaya sebagai hari lahirnya Dewa Matahari. Maka Yesus ini seakan-akan adalah Putera dari Dewa Matahari seperti halnya Horus. Horus dipercaya sebagai putera Dewa Osiris dari isterinya, Isis, yang merupakan perempuan manusia. Mereka juga menggambarkan Yesus sebagai Putera Tuhan dari Maria, seorang perempuan manusia. Hercules juga merupakan Putera Zeus dari isterinya yang manusia.

Kebudayaan Yunani-Roma yang pagan telah mempengaruhi Kristen secara telak. Bahkan istilah-istilah yang mereka gunakan juga merupakan bahasa Yunani. Gambar Yesus dan para Santo juga sering digambarkan sebagai manusia yang ada cahaya Matahari di atas kepalanya, sama seperti ummat Buddha menggambarkan Buddha, begitu juga Dewi Kwan Im.

Di lain sisi, sebagian Kristiani percaya bahwa Beast 666 adalah putera Iblis yang lahir di akhir Desember 1999. Pada faktanya, Yesus lahir pada bulan Ilul di musim kering dan bukan di akhir Desember pada akhir musim dingin. Maka jelaslah, yang disembah Kristiani di Gereja-Gereja bukanlah Isa Almasih, melainkan sosok putera Iblis yang diberi nama Yesus, sebagaimana orang-orang pagan juga telah menyembah keturunan Iblis yang diberi nama Horus, Hercules, Mithra, Buddha, Baachus, Krishna, dan lain sebagainya. Kepercayaan kepada dewa-dewa hanyalah karangan Iblis yang ingin menyesatkan manusia di seluruh dunia dengan ajaran Tripartite dan paganisme.

Lihatlah simbol salib yang diagungkan ummat Kristen. Bukankah itu merupakan simbol sinar matahari? Dewa Horus juga punya simbol yang mirip dengan salib. Dewa Horus, selain dilambangkan dengan burung elang, juga terkadang dilambangkan dengan simbol matahari seperti yang ada pada album “Terbaik-Terbaik”-nya grup musik Dewa.

Semakin kita selidiki, maka semakin kental saja nuansa penyembahan berhala yang dilakukan Kristiani, terutama terhadap Dewa Matahari. Agama Shinto di Jepang, juga merupakan penyembah Matahari. Dan banyak kebudayaan di dunia ini yang mengajarkan penyembahan kepada Matahari. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad saaw melarang kita sholat ketika matahari sedang terbit atau ketika matahari sedang terbenam. Karena matahari itu terbit dan terbenam dengan “diiringi oleh dua tanduk setan”. Adapun sholat Shubuh itu didirikan sebelum matahari terbit, sedangkan sholat Maghrib itu didirikan setelah matahari terbenam sempurna.

Tidak ada sholat yang didirikan berbarengan dengan terbit atau terbenamnya matahari. Adapun ketika terjadi gerhana, ummat Islam mendirikan sholat sunnah gerhana dengan tujuan mengingatkan manusia bahwa matahari dan bulan hanyalah tanda kekuasaan Allah, maka sembahlah Allah dan jangan menyembah matahari atau bulan. Allah itulah yang menguasai dan mengatur matahari dan bulan. Keduanya, matahari dan bulan, tunduk pada kekuasaan Allah, mereka bersujud mematuhi Allah. Maka jangan sujud kepada matahari dan bulan, akan tetapi sujudlah kepada Allah yang menciptakan keduanya dan menguasainya.

Rabu, 06 Februari 2013

Dosa Paulus terhadap Yesus


Oleh: DR. Wadi’ Ahmad

Aku memuji Allah yang telah memberikan hidayah kepadaku terhadap Islam setelah aku hidup sekitar 40 (empat puluh) tahun dalam kesyirikan agama Kristen. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, serta penutup para nabi, dan penghulu seluruh Rasul, dan aku bersaksi bahwa al-Masih, Isa putra Maryam (yang dipanggil dengan sebutan Yesus) adalah hamba Allah, dan Rasul-Nya kepada Bani Israil.

Paulus Peletak Batu Pertama
Di antara perkara paling mengherankan yang ada di dalam al-Kitab milik umat kristiani adalah Surat-Surat Paulus yang dijadikan oleh setiap sekte Kristen sebagai alasan agar bisa berbeda dari sekte yang lain, dan bisa mengkafirkan serta memeranginya. Hal itu dikarenakan di dalam surat tersebut terdapat perkataan-perkataan yang tidak stabil dan bertentangan.

Saya katakan kepada orang-orang Kristen, bahwa surat-surat tersebut adalah penyebab kesesatan dan penyelewengan mereka dari agama yang asli (agama Nabi Isa/Yesus) kepada agama Kristen yang dibuat oleh Paulus untuk mereka. Yang demikian itu adalah berdasarkan pengakuan kitab Bibel mereka sendiri.

Setelah saya meneliti surat-surat tersebut, saya mendapatkan bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang Kristen sekarang tentang penyembahan mereka kepada al-Masih ternyata Paulus maupun para penulis Injil tidak pernah lancang mengatakannya, seperti:

·  Paulus tidak pernah sama sekali menyebutkan bahwa al-Masih (Yesus) adalah Allah, bahkan dia selalu menjadikannya sebagai Tuhan setelah Allah (Tuhan Bapak).
·       Paulus tidak pernah menyebut sama sekali bahwa Allah dan al-Masih (Yesus) adalah satu.
·       Paulus tidak pernah menyebut bahwa al-Masih (Yesus) sejajar dengan Allah dalam dzat.
·      Paulus tidak pernah sama sekali menyebut lafazh Tsaluts (Tiga serangkai): Allah (Tuhan Bapak), Yesus (Tuhan Anak), dan Roh Kudus, bersama-sama, atau bahkan lafazh Tatslits (trinitas).
·       Seluruh surat Paulus mengakui bahwa Allah (Tuhan Bapak) adalah Yang Maha Besar, Yang Maha Utama, Sang Pencipta, Sang Pemberi Anugerah, Pelaku, Yang Maha Kuasa… dan seterusnya. Dan setelahnya datang al-Masih (Yesus, Tuhan Anak) sebagai obyek penderita dan yang selalu mengambil dari Tuhan Bapak.
·     Paulus atau selainnya dari para murid tidak menyebutkan keyakinan kristiani tentang Bunda Maria (Maryam), karena mereka menjadikannya sebagai ibu bagi sesembahan atau Tuhan mereka dan menyebutnya Oum El Nour (Bunda Cahaya) sebagai isyarat kepada keyakinan ini. Dan “Cahaya” yang mereka maksud adalah Allah. Paulus telah meletakkan batu pertama bagi pondasi agama Kristen, yang kemudian para Pastur dan Pendeta membangun puluhan bangunan di atas batu pondasi tersebut.



Kisah Kehidupan Paulus:
Sebagaimana telah disebutkan kisahnya pada Bibel, yaitu pada Kisah Para Rasul (yang mereka maksud dengan istilah para Rasul adalah murid-murid Yesus), dimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul (9) bahwa Paulus yang nama aslinya adalah Saulus (Saul), dulunya adalah seorang tentara Yahudi fanatik yang memerangi dan membantai orang-orang yang beriman dengan risalah al-Masih (Yesus), dan hal itu terjadi beberapa tahun setelah kenaikan al-Masih.

Kemudian dia mengambil dari Kepala para imam Yahudi di Yerusalem kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik (Damaskus) agar mereka membantunya dalam menangkap setiap orang Kristen yang lari ke Damsyik. Kisah pelarian orang-orang Nasrani yang lari ke Damsyik tersebut tidak disebutkan kecuali oleh Injil Barnabas. Perhatikanlah, bahwa Yahudi kala itu berada di bawah penjajahan Romawi, lalu darimana kepala para Imam mereka, atau Paulus mendapatkan kekuasaan ini?! Di tengah perjalanan menuju Damsyik, memancarlah cahaya yang mengelilingi Paulus dan pasukannya; yaitu cahaya dari langit, lalu dia pun rebah ke tanah dan mendengar suara Yesus yang mengajaknya kepada iman. Kisah ini disebutkan dalam kitab Kisah Para Rasul yang sama hingga tiga kali, dan ketiganya adalah kisah yang kacau;

Kisah pertama; yaitu Kisah Para Rasul (9: 1-9) disebutkan bahwa orang-orang yang bersama dengan Saulus (Paulus) berdiri diam mendengarkan suara tersebut dan tidak melihat sesuatu pun[1]. Suara itu memerintahkan untuk masuk Damsyik, dimana dia akan tahu apa yang akan dia lakukan. Lalu dia pun diam di sana dalam keadaan buta selama tiga hari.

Kisah kedua; yaitu Kisah Para Rasul (22: 1-11) mengatakan bahwa orang-orang yang bersama dengannya tidak mendengar suara tersebut, akan tetapi mereka melihat cahaya dan ketakutan.[2]

Kisah ketiga; yaitu Kisah Para Rasul (26: 10-17) mengatakan bahwa karena kuatnya cahaya tersebut, Saulus (Paulus) dan orang-orang yang bersama mereka rebah ke bumi, dan suara itu mengatakan: Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (Kisah Para Rasul 26: 17-18)

Lalu diapun pergi ke Damsyik dan Yerusalem dan memerintahkan mereka untuk bertaubat kepada Allah?![3]

Adapun kebangsaannya, maka Paulus sendiri berkata bahwa dia adalah seorang Romawi (Kisah Para Rasul 16:37-38)[4] kemudian dia berkata bahwa dia adalah seorang Yahudi dari negeri Tarsus di Asia kecil (Kisah Para Rasul 21: 39)[5] kemudian dia kembali, dan berkata bahwa dia adalah seorang Romawi (Kisah Para Rasul 22:25)[6] kemudian dia kembali, dan berkata bahwa dia adalah seorang Yahudi Farisi, yaitu termasuk pemuka agama kaum Saduki (Kisah Para Rasul 23:6)[7] kemudian dia pergi ke negeri Ikonium di Asia kecil, dan di sanalah dia membuat gereja, kependetaan, dan keuskupan.

Kemudian dengan tiba-tiba dia mulai menyerang setiap orang yang menjaga pengamalan syariat Allah bagi Nabi Musa ‘alaihi salam, terutama khitan (Kisah Para Rasul 15:2)[8] di negeri Antiokhia yang di dalamnya dia membangun pondasi agama Kristen. Dimana dia berselisih dengan kaum Yahudi yang telah masuk Nasrani melalui kedua tangannya sebelum itu. Kemudian dia kembali ke Yerusalem bersama dengan Barnabas di mana dia berhasil meyakinkan Para Rasul (murid-murid al-Masih) agar mereka tidak memberatkan orang-orang yang baru beriman dengan menjaga seluruh syariat Taurat, dan agar mereka mencukupkan diri dengan mengharamkan berhala, dan apa yang disembelih untuk berhala tersebut, juga makan bangkai, darah, dan perzinaan. Kemudian berselisihlah Paulus dengan Barnabas, yang kemudian keduanya berpisah.

Kemudian mulailah Paulus bersifat munafik kepada setiap kelompok sesuai dengan keyakinan mereka. Dia pun mengkhitan muridnya, yaitu Timotius demi berbuat munafik kepada orang-orang Yahudi, setelah dia memerangi khitan. (Kisah Para Rasul 16)[9] dan aku tidak tahu apakah dia mengungkap hal itu kepada manusia untuk meyakinkan bahwa mereka telah dikhitan?!

Kemudian dia berbuat munafik kepada para penyembah berhala di Atena (Kisah Para Rasul 17) dan berkata seperti ucapan mereka, ‘kita berasal dari keturunan Allah[10] kemudian dia melihat satu berhala bertuliskan “Tuhan tak dikenal”, maka dia berkata kepada mereka, aku datang kepada kalian untuk memberikan berita gembira kepada kalian tentang tuhan ini?!

Dia adalah seorang munafik papan atas; saat dia berbicara dengan orang Yahudi, maka dia memuji Taurat, saat dia berbicara dengan orang Yunani, dia menyerang Yahudi dan Taurat.

Di Turki (yaitu Korintus, dan Efesus) dia mendapati bahwa Rasul Yohanes (Yahya bin Zakaria) telah mendahului dia di sana dan telah mengajarkan agama kepada manusia. Kemudian mereka berkata kepada Paulus, ‘kami belum pernah mendengar tentang roh kudus.’ Maka dia pun mengambil mereka dan mengajari mereka bid’ah barunya dalam agama, yaitu tentang ketuhanan roh kudus dan pembaptisan. (Kisah Para Rasul 18 dan 19)

Kemudian dia kembali ke Yerusalem di mana para Rasul (murid al-Masih) menekannya karena dia mengajari manusia untuk meninggalkan syariat Taurat, dan para Rasul tersebut memerintahkannya untuk menampakkan kepada orang-orang Yahudi bahwa dia mempraktekkan syari’at Musa ‘alaihi salam (Kisah Para Rasul 21).

Kemudian, sekalipun demikian orang-orang Yahudi menangkapnya saat dia memasuki Kuil Solomon, kemudian mereka menyerahkannya kepada Wali Negeri guna mengadilinya. Di sinilah disebut “Syi’ah an-Nashiriyyin (sekte orang Nasrani)”, maksudnya adalah Nashara (Kisah Para Rasul 24)[11], dan dia berkata bahwa Paulus adalah pemimpinnya (Kisah Para Rasul 26), lalu Wali Negeri menuduhnya gila (Kisah Para Rasul 26:24)[12] kemudian dia mengirimkan kepada Kaisar di Roma untuk mengadilinya. Dan di sanalah kemudian dia tinggal selama dua tahun bersama orang Yahudi (Kisah Para Rasul (28:17)[13] padahal kitab yang sama menyebutkan bahwa Kaisar mengusir setiap orang Yahudi dari Roma beberapa waktu sebelum kejadian tersebut (Kisah Para Rasul 18: 2)[14]

Di sanalah dia mengucapkan kalimat terakhirnya kepada orang Yahudi: “Sebab itu kamu harus tahu, bahwa keselamatan yang dari Allah ini disampaikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan mendengarnya." (Kisah Para Rasul 28:28) yaitu bangsa-bangsa lain selain Yahudi akan mendengar, yaitu beriman kepada Allah. Sejarah Nasrani menyebut bahwa Paulus dibunuh dengan pedang di Roma. (AR)*

------------------------
[1] Kisah Para Rasul (9:7) Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang jua pun.

[2] Kisah Para Rasul (22:9) Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar.

[3] Padahal pada Kisah Para Rasul (9:6) Yesus berkata, “Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat." Demikian pula pada Kisah Para Rasul (22:10) disebutkan: Kata Tuhan kepadaku: Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Di sana akan diberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.

[4]Kisah Para Rasul (16:37-38) Tetapi Paulus berkata kepada orang-orang itu: "Tanpa diadili mereka telah mendera kamiwarganegara-warganegara Roma, di muka umum, lalu melemparkan kami ke dalam penjara. Sekarang mereka mau mengeluarkan kami dengan diam-diam? Tidak mungkin demikian! Biarlah mereka datang sendiri dan membawa kami ke luar." Pejabat-pejabat itu menyampaikan perkataan itu kepada pembesar-pembesar kota. Ketika mereka mendengar, bahwa Paulus dan Silas adalah orang Rum, maka takutlah mereka.

[5] 21:39 Paulus menjawab: "Aku adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia; aku minta, supaya aku diperbolehkan berbicara kepada orang banyak itu."

[6] 22:25 Tetapi ketika Paulus ditelentangkan untuk disesah, berkatalah ia kepada perwira yang bertugas: "Bolehkah kamu menyesah seorang warganegara Rum, apalagi tanpa diadili?"

[7] 23:6. Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: "Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati."

[8] 15:1. Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan."

15:2 Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.

[9] 16:3 dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani.

[10] 17:29 Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia.

[11] 24:5 Telah nyata kepada kami, bahwa orang ini adalah penyakit sampar, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia yang beradab, dan bahwa ia adalah seorang tokoh dari sekte orang Nasrani

[12] 26:24. Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: "Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila."

[13] 28:17. Tiga hari kemudian Paulus memanggil orang-orang terkemuka bangsa Yahudi dan setelah mereka berkumpul, Paulus berkata: "Saudara-saudara, meskipun aku tidak berbuat kesalahan terhadap bangsa kita atau terhadap adat istiadat nenek moyang kita, namun aku ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang-orang Roma.

[14] 18:2 Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka.

Sumber: http://qiblati.com/paulus-menciptakan-kristen-dan-menghancurkan-nasrani.html

Selasa, 05 Februari 2013

Menukar Palu dengan Sarung Tangan Beludru


Ada beberapa ciri dari orang yang hanya memiliki palu, dan menganggap segala hal adalah paku.

Pertama, mereka seringkali bertindak sebelum mengetahui gambaran persoalan dengan utuh sehingga mereka salah waktu dan salah cara dalam merespons sesuatu. Dengan agak bercanda, John C. Maxwell bercerita dalam buku Winning with People bahwa ada seorang pria setengah baya dengan tergesa-gesa memasuki sebuah rumah makan. Dia bergegas menuju meja kasir dan menemui seorang pelayan.

“Apakah Anda punya sesuatu untuk menyembuhkan cegukan?” tanyanya.

Tanpa berkata apapun, si pelayan restoran merogoh sesuatu di bawah meja. Dia mengambil lap basah, dan menamparkannya ke wajah pria itu.

“Aduh! Apa-apaan ini?”

“Nah,” si pelayan tersenyum, “Sekarang cegukan Anda sudah hilang bukan?”

“Bukan saya yang cegukan!” teriak si pria berapi-api. “Saya perlu sesuatu untuk menolong istri saya. Dia ada di luar sana menunggu di dalam mobil!”

                                                                    ***
Tanda yang kedua, seringkali mereka adalah orang yang suka mengungkit masa lalu. Dalam pembicaraan-pembicaraan, mereka suka menyakiti sesama dengan menyebut ulang kesalahan-kesalahannya. Dengan menunjukkan bahwa masa lalu seseorang kelam dan penuh kekhilafan, maka si pemilik palu hendak mengatakan, “Jika dulu engkau adalah orang yang banyak melakukan kesalahan, maka sekarang pun akulah yang benar dan engkau tetap saja berada dalam kungkungan watakmu yang selalu keliru.”

Rosululloh pernah mewanti-wanti hal ini kepada para istri. “Perbanyaklah sedekah,” kata beliau di suatu hari raya pada serombongan wanita, “Karena kalian banyak kufur.” Maksud beliau bukanlah kufur kepada Alloh, melainkan kufur kepada suami. “Yakni,” lanjut beliau, “Ketika untuk masa yang panjang suaminya telah berbuat baik kepadanya, lalu di satu waktu sang suami itu melakukan kesalahan. Maka dalam kemarahan, si istri menyebut-nyebut kesalahan suaminya di masa lalu dan bahkan berkata, ‘Kau belum sekalipun pernah berbuat baik kepadaku.’”

Apakah penyakit ini hanya dimiliki para istri? Sesungguhnya tidak. Banyak lelaki terjangkiti hal yang sama, sehingga mereka menyakiti orang-orang di dekatnya. Kadang-kadang sifat ini tampil dalam bentuk yang agak berbeda. Yang diungkit bukanlah kesalahan orang di masa lalu, melainkan kebaikannya pada orang lain yang diangkat-angkat. Hakikat sebenarnya sama dan pesan yang ingin disampaikan terlihat jelas. “Ingatlah, kau takkan jadi seperti ini tanpa diriku. Maka sekarang pun kau bukan apa-apa jika berani menentangku!”

Adalah indah apa yang dikatakan Rosululloh untuk menenangkan orang-orang Anshor saat mereka tak puas atas pembagian rampasan Perang Hunain di Ji’ronah. Beliau dengan penuh hikmah membawakan kesadaran yang menginsyafkan orang-orang Anshor tanpa menyakiti hati mereka. Bahkan beliau membesarkan hati dan menguatkan keteguhan mereka untuk selalu memberikan yang terbaik.

Saat itu, persoalannya adalah, siapa yang dipanggil di saat semua orang lari dari Rosululloh di lembah Hunain? Dan siapa yang dengan bergegas menyambut, “Labbaik!” hingga menggetarkan seluruh wadya musuh yang berlindung di atas bukit? Bukankah Anshor? Bukankah Anshor yang menjadi kunci kemenangan pasukan ini?

Pertimbangan manusiawi mengatakan, Anshor yang paling berhak mendapatkan rampasan Hunain yang memenuhi wadi itu. Tapi Rosululloh justru membagikannya kepada pemuka-pemuka Thulaqoo, muallaf Makkah yang paling depan dalam melarikan diri dari pertempuran dan berkata, “Mereka takkan berhenti berlari sampai mencapai laut!”

Ada sesuatu yang mengganjal setelah pembagian itu, sesuatu yang disampaikan oleh Sa’d ibn ‘Ubadah dan membuat orang-orang Anshor dikumpulkan di sebuah padang gembalaan. Sang Nabi datang dan berbicara kepada mereka.

“Amma ba’du. Wahai semua orang Anshor, ada kasak kusuk yang sempat kudengar dari kalian, dan di dalam diri kalian ada perasaan yang mengganjal terhadapku. Bukankah dulu aku datang, sementara kalian dalam keadaan sesat lalu Alloh memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku? Bukankah kalian dulu miskin lalu Alloh membuat kalian kaya, bukankah dulu kalian bercerai-berai lalu Alloh menyatukan hati kalian?”

Mereka menjawab, “Begitulah. Alloh dan Rosul-Nya lebih murah hati dan lebih banyak karunianya.”

“Apakah kalian tak mau menjawabku, wahai orang-orang Anshor?” tanya beliau.

Mereka ganti bertanya, “Dengan apa kami menjawabmu, ya Rosulalloh? Milik Alloh dan Rosul-Nya lah anugerah dan karunia.”

Beliau bersabda, “Demi Alloh, kalau kalian menghendaki, dan kalian adalah benar lagi dibenarkan, maka kalian bisa mengatakan padaku: Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan lemah lalu kami menolongmu. Engkau datang dalam keadaan terusir lagi papa lalu kami memberikan  tempat dan menampungmu.”

Sampai di sini air mata sudah mulai melinang, pelupuk mereka terasa panas, dan isak mulai tersedan.

“Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat terhadap sampah dunia, yang dengan sampah itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam, sedangkan keislaman kalian tak mungkin kuragukan? Wahai semua orang Anshor, apakah tidak berkenan di hati kalian jika orang-orang pulang bersama domba dan unta, sedang kalian kembali bersama Alloh dan Rosul-Nya ke tempat tinggal kalian?”

Isak itu semakin keras, janggut-janggut sudah basah oleh air mata.

“Demi Zat yang jiwa Muhammad dalam Genggaman-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshor. Jika manusia menempuh suatu jalan di celah gunung, dan orang-orang Anshor memilih celah gunung yang lain, tentulah aku pilih celah yang dilalui orang-orang Anshor. Ya Alloh, sayangilah orang-orang Anshor, anak orang-orang Anshor, dan cucu orang-orang Anshor,” Rosululloh menutup penjelasannya dengan do’a yang begitu menentramkan.


Dan tentu, akhir dari semua ini mempesona, semempesona semua pengorbanan orang-orang Anshor selama ini, “Kami ridho kepada Alloh dan Rosul-Nya dalam pembagian ini…, kami ridho Alloh dan Rosul-Nya menjadi bagian kami…”

                                                                    ***
Ciri yang ketiga, pemilik palu suka memperburuk keadaan dengan memberikan reaksi berlebihan. Ketika marah, mereka cenderung menjatuhkan bom, padahal sebenarnya kerikil mungil pun sudah cukup. Sikap ini akan banyak menimbulkan kesulitan baru karena ukuran masalah yang menjadi makin besar tergantung bagaimana ia ditangani. “Pada umumnya,” tulis John C. Maxwell dalam Winning with People, “Jika reaksi lebih buruk dari suatu tindakan, maka masalahnya akan membesar. Dan jika reaksinya tak seburuk tindakannya, persoalan akan mengecil.”

Di antara kehebatan para Rosul Ulul ‘Azmi adalah, bahwa mereka selalu berhasil memberikan respons yang paling indah atas suatu persoalan. Mereka dianugerahi akhlak untuk membalas kejahatan dengan kebaikan hingga musuh pun jatuh cinta dan menjadi kawan setia. Banyak sekali kisah tentang bagaimana Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyentuh hati para penentangnya dengan kesediaan beliau mendengarkan mereka, menanyakan kabar orang yang selalu meludahinya ketika dia tak muncul di suatu hari, dan menjadi orang pertama yang menjenguknya.

 Diriwayatkan juga tentang ‘Isa ibn Maryam ‘Alaihis Salam bahwa suatu hari, seorang lelaki pandir menimpuk wajahnya dengan kotoran dan mencaci makinya dengan kata-kata yang sangat jijik dan menyakitkan.

‘Isa membalasnya dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang begitu sejuk dan indah pada lelaki itu. Dia memberikan semangat dan penghiburan. Lalu kepada lelaki itu diulungkannya buah anggur serta minyak wangi. Para muridnya bertanya, “Mengapa kau balas kata-kata kejinya dengan kalimat-kalimat mulia, dan kau beri dia anggur serta haruman padahal dia menimpukmu dengan kotoran?”

“Karena setiap orang,” jawab ‘Isa, “Hanya bisa memberikan apa yang dia punya.”

                                                                    ***
Kekhasan yang keempat, pemilik palu selalu beranggapan bahwa situasi jauh lebih penting daripada hubungan. Bagi mereka, memenangkan debat saat ini lebih penting daripada menjaga agar hati seorang kawan tak tersakiti. Mereka menduga bahwa membuktikan diri tidak bersalah dalam suatu keadaan jauh lebih penting daripada menyadari bahwa mereka bisa saja sedang mempermalukan orang yang mereka cintai.

Andai tiap suami dan istri di dunia ini memiliki anggapan bahwa keadaan lebih penting daripada hubungan, mungkin takkan ada ikatan pernikahan yang bertahan. Tetapi kerepotan-kerepotan kecil tetap saja sering timbul. Seperti saat sepasang suami istri datang terlambat ke sebuah undangan jamuan. Tahankah sang suami untuk tak mengatakan, “Maaf, kami terlambat karena istri saya tadi mandi serta dandannya lama sekali!”

Ketika seorang kawan mengatakan bahwa perabot di rumah sungguh jauh dari anggun, tahankah sang suami untuk tidak berkata, “Wah, itu yang memilih istri saya. Saya sebenarnya juga kurang suka.”

Orang-orang yang menganggap situasi lebih penting daripada hubungan sungguh merepotkan orang-orang yang ada di dekatnya. Jika menjadi atasan, dia akan sering menginjak bawahan. Jika menjadi rekan searas, sikutnya mungkin akan bergerak kian ke mari untuk menyakiti. Ketika menjadi bawahan, di belakang dia akan menebarkan kasak-kusuk dan isu-isu untuk menjatuhkan. Itu semua dilakukan hanya untuk hal yang yang sangat sesaat sifatnya dengan mengorbankan hubungan yang seharusnya dipelihara dalam jangka panjang.

Orang-orang yang menganggap bahwa memenangi argumentasi pada suatu saat jauh lebih penting daripada hubungan memang selayaknya menyadari bahwa ada pilihan lain yang lebih bijaksana. Untuk memenangkan hati dan kasih sayang misalnya. Maka sabda Sang Nabi dalam riwayat Abu Dawud itu sungguh penuh makna. “Aku jaminkan sebuah rumah,” kata beliau, “Di surga bagian tengah-tengah, untuk mereka yang mampu menahan diri dari berdebat meskipun berada di atas kebenaran.”

                                                                    ***
Nah. Apakah di dalam diri kita, masih ada keempat ciri pemilik palu ini? Subhanalloh, hanya memiliki palu, dan menganggap segala hal sebagai paku akan menjadikan diri kita tanah yang gersang dalam persaudaraan. Sangat gersang. Dalam dekapan ukhuwah, agaknya perlu kerja keras untuk menyuburkannya kembali.

Dinukil dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah

Katakan yang Benar Meskipun Pahit


Muhammad ibn Sirin, ‘alim besar murid Anas ibn Malik rodhiyallohu ‘anhu itu terpekik. “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun,” gumamnya. Dia baru saja membuka salah satu dari empat puluh kaleng besar minyak zaitun yang dikulaknya dari pemasok dengan berhutang. Tak tanggung-tanggung, nilai akadnya kali ini 40.000 dirham. Yang membuat dia terkejut di pagi itu adalah bahwa di dalam kaleng pertama yang dibukanya, dia menemukan bangkai tikus.

“Seluruh minyak ini,” ujarnya kepada seorang pelayan, “Dibuat di tempat penyulingan yang sama. Aku khawatir bahwa najis bangkai ini telah mencemari keseluruhan minyak. Maka buanglah semuanya!”

Dan saat itu modal di tangan Muhammad ibn Sirin sedang nihil. Rencananya, untuk pembayaran minyak itu dia akan memakai hasil penjualan nantinya. Maka dengan peristiwa ini, prakiraannya meleset. Dan sang tengkulak pun mengadukannya ke pengadilan.

Muhammad ibn Sirin ridho dengan pemidanaannya. Hakim memutuskan, dia harus dijebloskan ke penjara. Penduduk kota merasa berat dan sedih mendengar vonis yang dijatuhkan pada ulama yang sangat terhormat itu. Ya, beliau harus menanggung hukuman bukan karena salah atau dosa. Melainkan justru karena sifat waro’-nya yang membuat beliau sangat menjaga diri dari syubhat. Beliau mengatakan yang benar meski pahit.

Para warga mengantar Muhammad ibn Sirin ke penjara dengan linangan air mata.

Di dalam penjara, sipir yang bertugas juga merasa iba padanya. Tiap hari dia menyaksikan Muhammad ibn Sirin menangis ketika beristighfar, sholat, dan membaca al-Qur’an. “Wahai Syaikh,” satu hari dia menawarkan, “Bagaimana seandainya kuizinkan engkau untuk pulang ke rumahmu setiap malam tiba dan datanglah kembali ke penjara ini seusai shubuh?”

“Jika engkau melakukan itu,” kata Muhammad ibn Sirin sambil tersenyum, “Engkau akan menjadi seorang yang khianat. Demi Alloh, aku ridho berada di tempat ini.”

Tapi satu saat sang penjaga mengatakan bahwa Gubernur dan Pengadilan memerintahkan dan memberinya izin untuk keluar guna mengurus jenazah Anas ibn Malik sesuai dengan wasiat shohabat Rosululloh tersebut. “Aku berada di sini,” jawab Muhammad ibn Sirin, “Bukan karena Gubernur dan Pengadilan. Melainkan karena hutangku pada seorang pedagang. Tolong sampaikan padanya perkara ini. Jika dia mengizinkan aku keluar untuk mengurus jenazah guruku, insya Alloh aku akan melakukannya. Dan sampaikan padanya rasa syukur dan terima kasihku.”

Maka pedagang itu pun dimintai izin, dan dia merelakan.

Seusai mengurus jenazah gurunya, Muhammad ibn Sirin kembali ke penjara. Dia selesaikan seluruh sisa hukumannya dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Alloh.


“Katakan yang benar,” begitu Rosululloh bersabda dalam riwayat al-Baihaqi dari Abu Dzar al-Ghiffari, “Meskipun pahit.” Beberapa ulama fiqh memasukkan hadits ini dalam pembahasan Kitaabut Tijaaroh, kitab perdagangan. Khususnya bab tentang para pedagang. Konteksnya adalah, agar para pedagang berlaku jujur dan terbuka terkait keadaan barang dagangannya.

Sikap ini, mengatakan yang benar meski pahit, sungguh beresiko tinggi bagi sang niagawan. Jika yang bersangkutan mendapatkan barang yang diambilnya dengan harga beli tinggi ternyata tak sesuai dengan kualitas yang dibayangkannya lalu dia harus berkata jujur dan terbuka pada para pembelinya, tentu saja dia dimungkinkan tak mendapatkan keuntungan, merugi, dan bahkan bangkrut. Padahal, bisa saja dia telah ditipu sebelumnya sehingga dia mau membeli barang tersebut. Sedangkan ketika akan menjualnya, dia terbentur kejujuran yang harus dijunjungnya.

Itulah Islam. Dengan kemuliaannya selalu ingin menjaga nilai-nilai kebaikan. Kejujuran para pedagang itu insya Alloh akan memutuskan matarantai ketertipuan sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap para penyedia barang dan jasa. Maka para pedagang itu hendaknya mengatakan yang benar meski pahit.

Dalam kasus Muhammad ibn Sirin, yang terjadi memang bukan penipuan. Tetapi dia juga tak ingin para pembelinya menanggung keraguan atas najis tidaknya minyak itu. Dia sebenarnya punya banyak pilihan. Misalnya dengan menimpakan kesalahan pada pemasoknya. Atau dengan hanya membuang satu kaleng yang didapati bangkai di dalamnya dan tetap menjual yang lain. Tetapi Muhammad ibn Sirin mencontohkan jalan yang lebih tinggi dari sekedar mengatakan yang benar meski pahit. Dia menjaga amanahnya dari ancaman syubhat yang paling halus.

Kita mendapat pelajaran berharga dari sabda Sang Nabi dalam riwayat Imam al-Baihaqi ini. Jika para pedagang mengatakan yang benar meski pahit, dalam kasus mereka, bagi siapakah kepahitan yang dimaksud oleh hadits ini? Benar. Kepahitan itu bagi yang mengucapkannya. Katakan yang benar, meski dengan demikian kita yang mengucapkannya merasa sakit, menanggung rugi, dan bahkan ditimpa bangkrut. Kepahitan itu sama sekali bukan bagi yang mendengarnya. Sebab andai begitu, sabda beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mungkin akan berbunyi, “Dengarkanlah yang benar, meskipun pahit.”

Katakan yang benar, meski pahit. Bagi kita yang mengucapkannya.

Hari-hari ini, kita yang sedang penuh semangat hilir mudik ke sana-kemari untuk menebarkan kebenaran sesuai dengan apa yang kita fahami. Tetapi kadang tanpa sadar kita sebenarnya hanya menyakiti hati, memerahkan telinga, dan membuat sesak di dada. Orang-orang yang mendengar itu merasakan bahwa kita bukan membawa kebenaran bagi mereka. Kita hanya sekedar mengunjukkan diri sebagai yang paling benar, mengungkit-ungkit salah mereka, merasa bangga sebab memenangkan hujjah, dan kadang juga kita merasa mempermalukan mereka.

Apa dalil kita? Katakan yang benar meski pahit. Sayang sekali, agaknya kita agak meleset memaknainya. Yang benar belum tentu tersampaikan. Yang pahit sudah pasti dirasakan para penyimak kata-kata kita. Dengan begitu, disebabkan kesempitan ilmu, kita telah menjadi pemilik palu, dan merasa semua orang adalah paku. Astaghfirullohal ‘azhiim.

Dinukil dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah

Jumat, 01 Februari 2013

Tarbawi 46 Th. 4


Tak ada suasana paling indah kecuali hadir dengan penuh ketundukan dan rasa kebergantungan yang dalam di hadapan Alloh swt. Terlebih di saat malam yang sunyi. Ketika dunia terlelap diam. Di tengah segala kesulitan hidup yang terus menumpuk, semestinya seorang muslim punya saat-saat khusus untuk bermunajat kepada Alloh di luar kewajiban rutinnya yang tetap. Dalam kesendirian, dalam suasana hening, bisa kita menyendiri mengadu kepada Alloh, seluas-luasnya, tanpa sedikitpun merasa tak didengarkan.

Download Link | [MediaFire]
File Size | 1.866 kB
File Type | DjVu