Minggu, 29 September 2013

Dari Jogokariyan

Dari Jogokariyan, kami bercita membawakan cahaya tuk gelap semesta dengan da'wah di 3 pilar utama: al-Qur'an, Masjid, dan Siroh Nabawiyah. Pertama: al-Qur'an. Di tahun 1980-an, H.M. Jazir ASP -ayah dari sahabat kami Shofwan al-Banna- mewakafkan diri menyusur pelosok negeri. Beliau menemukan fakta: rendahnya ketahanan aqidah ummat bukan semata faktor ekonomi, melainkan 'rasa memiliki terhadap agama'.

Mereka ringan berpindah agama. Sebab selama ini meski ber-KTP Islam, tapi tak ada rasa memiliki terhadap agamanya. Di mana 'rasa memiliki agama' ini terasas muncul? Observasi H.M. Jazir ASP menunjukkan: dalam kemampuan melafalkan Kitab Suci.

Di zaman itu, pembelajaran melafalkan al-Qur'an masih rumit, dengan metode turutan (Baghdadiyyah), dan lain sebagainya yang disertai pengejaan. H.M. Jazir ASP lalu menginisiasi satu cara pembelajaran melafalkan al-Qur'an yang didasarkan pada satu tujuan asas: CEPAT BISA. Metode baru yang berasaskan "langsung baca tanpa dieja' dan 'cara belajar santri aktif' itu diujicobakan di PAJ (Pengajian Anak Jogokariyan).

Suatu hari, K.H. As'ad Humam RA dari Kota Gede berkunjung dan melihat cara H.M. Jazir ASP mengajar al-Qur'an dengan metodenya itu. Mereka berdua pun akhirnya duduk bersama, menyempurnakan metode dan menyusun buku ajar al-Qur'an yang lalu dinamai: IQRO. Bermula dari Pengajian Anak Jogokariyan, IQRO -Cara Cepat Belajar Membaca al-Qur'an- telah lahirkan 160 ribu TPA di seluruh Indonesia.

Generasi seusia kita berutang pada IQRO yang -walau tak lepas dari kekurangan- telah merevolusi pembelajaran baca al-Qur'an. Kini, IQRO yang di awal kehadirannya disambut tak ramah, dengan kegigihan H.M. Jazir ASP berkeliling negeri, diterima luas. IQRO telah menjadi sistem ajar al-Qur'an resmi Malaysia, Brunei, dan Singapura. Kini bahkan dirintis di UEA, Qatar, dan Oman. Tak lupa tujuan awal IQRO: membangun ketahanan aqidah dengan menguatkan rasa memiliki agama melalui kemampuan baca al-Qur'an.

Tahun demi tahun, metode IQRO terus dikembangkan, diperbaiki, dan disempurnakan; pelatihannya menjangkau aneka pelosok. Maka sejak pertengahan 1990-an, H.M. Jazir ASP mulai menggarap pilar da'wah kedua: MASJID. Dan beliau memulainya dari Masjid Jogokariyan.

Datanya: negeri kita memiliki lebih dari 1 juta Masjid; besar dan kecil. Berapa yang jadi BEBAN dibanding yang MEMBERDAYAKAN? Ratusan ribu Masjid membebani jama'ah tuk listrik, air, dan kebersihan. Padahal pemanfaatannya hanya sholat dan tak pernah penuh. Aset Masjid berupa jutaan meter persegi tanah dan bangunan dinilai dari aspek apa pun; Spiritual, Sosial, dan Ekonomi sangat tak produktif. Padahal, soal Masjid adalah ideologi sekaligus substansi Peradaban Islam. Lawannya: ideologi dan substansi Peradaban Pasar.

Sebaik-baik tempat di muka bumi dan yang paling dicinta Alloh adalah Masjid. Seburuk-buruknya ialah Pasar. Rumus Abu Bakr ash-Shiddiq: "Jika Pasar mengalahkan Masjid, maka Masjid MATI. Jika Masjid mengalahkan Pasar, maka Pasar HIDUP!" Istilah Masjid dan Pasar sejatinya tak cuma mewakili tempat. Namun juga nilai Peradaban, Ekonomi Pasar vs Ekonomi Masjid.

Tapi baiklah tidak kita panjangkan bahasan itu, kita masuk pada langkah strategis dan praktis yang ditempuh H.M. Jazir ASP di Jogokariyan. Secara sederhana apa yang kemudian hari disebut Manajemen Masjid ada 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, Pemberdayaan.

Pemetaan, artinya setiap Masjid harus memiliki peta da'wah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jama'ah yang terdata. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama'ah mencakup potensi dan kebutuhan; peluang dan tantangan; kekuatan dan kelemahan.

H.M. Jazir ASP di Jogokariyan menginisiasi Sensus Masjid: pendataan tahunan yang hasilnya menjadi Database dan Peta Da'wah komprehensif. Database dan Peta Da'wah Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK dan warga, pendapatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Melainkan sampai pada siapa saja yang sholat dan yang belum; yang berjama'ah di Masjid dan yang tidak; yang sudah atau belum berqurban dan berzakat. Yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum; yang berkemampuan di bidang apa dan bekerja di mana. Detail sekali.

Dari Database Masjid Jogokariyan kita bisa tahu; dari 1030 KK (4.000-an penduduk), yang belum sholat tahun 2010 ada 17 orang. Lalu bandingkan dengan data tahun 2000, warga Jogokariyan yang belum sholat ada 127 orang. Dari sini, perkembangan da'wah 10 tahun terlihat.

Peta Da'wah Jogokariyan memperlihatkan gambar kampung yang rumah-rumahnya berwarna-warni: hijau, hijau muda, kuning, hingga merah. Di tiap rumah ada juga atribut ikonik: Ka'bah (sudah berhaji), Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci, dan lain sebagainya. Konfigurasi rumah sekampung itu dipakai untuk mengarahkan para da'i yang cari rumah. Ust. Salim misalnya ditempatkan di Barat Daya Jogokariyan.  Data potensi jama'ah dimanfaatkan sebaik-baiknya; segala kebutuhan Masjid Jogokariyan yang bisa disediakan jama'ah, di order dari mereka.

Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar tak menyakiti jama'ah yang memiliki bisnis serupa. Ini harus dijaga. Misalnya, tiap pekan Masjid Jogokariyan terima ratusan tamu. konsumsi tuk mereka diorderkan gilir pada jama'ah yang punya rumah makan.

Data jama'ah digunakan untuk Gerakan Shubuh Berjama'ah. Pada tahun 2004 dibuat Undangan Cetak layaknya pernkahan untuk itu; by name. UNDANGAN: "Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara... dalam acara Sholat Shubuh Berjama'ah, besok pukul 04:15 WIB di Masjid Jogokariyan." Undangan itu dilengkapi hadits-hadits keutamaan Sholat Shubuh. Hasilnya? Silakan mampir di Masjid Jogokariyan untuk merasakan Shubuh sepertiga Jum'atan!

Sistem keuangan Masjid Jogokariyan juga berbeda dari yang lain. Umumnya Masjid mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaqnya jutaan. Jogokariyan selalu berupaya keras agar di tiap pengumuman, saldo infaq harus sama dengan NOL! Infaq itu ditunggu pahalanya untuk jadi amal sholih. Bukan untuk disimpan di rekening Bank!

Pengumuman infaq jutaan akan sangat menyakitkan, jika tetangga Masjid ada yang tak bisa ke RS sebab tak punya biaya atau tak bisa sekolah. Masjid yang menyakiti jama'ah ialah tragedi da'wah. Dengan pengumuman saldo infaq sama dengan NOL, jama'ah lebih semangat mengamanahkan hartanya. Kalau saldo jutaan, ya maaf!

Masjid Jogokariyan pada 2005 juga menginisiasi Gerakan Jama'ah Mandiri. Jumlah biaya setahun dihitung, dibagi 52; ketemu biaya pekanan. Dibagi lagi dengan kapasitas Masjid; ketemu biaya per-tempat sholat. Lalu disosialisasikan. Jama'ah diberitahu bahwa jika dalam sepekan mereka berinfaq segitu, maka dia Jama'ah Mandiri. Jika lebih, maka dia Jama'ah Pensubsidi. Jika kurang maka dia Jama'ah Disubsidi. Sosialisasi ditutup kalimat: "Do'akan kami tetap mampu melayani ibadah Anda sebaik-baiknya."

Gerakan Jama'ah Mandiri sukses menaikkan infaq pekanan Masjid Jogokariyan hingga 400%! Ternyata orang malu jika ibadah saja disubsidi. Demikianlah jika peta, data, dan pertanggungjawaban keuangannya transparan (infaq 1000 pun kita tahu alirnya) tanpa diminta pun jama'ah akan berpartisipasi. Tiap kali renovasi, Masjid Jogokariyan berupaya tak membebani jama'ah dengan proposal. Ta'mir hanya pasang spanduk, "Mohon maaf, ibadah Anda terganggu. Masjid Jogokariyan sedang kami renovasi." Nomor rekening tertera di bawah.

Satu kisah lagi tuk menunjukkan pentingnya data dan dokumentasi. Masjid Jogokariyan punya foto pembangunannya di tahun 1967. Gambarnya: seorang bapak sepuh berpeci hitam, berbaju batik, dan bersarung sedang mengawasi para tukang mengaduk semen untuk Masjid Jogokariyan. Di tahun 2002/2003 Masjid Jogokariyan direnovasi besar-besaran. Foto itu dibawa kepada putra si kakek dalam gambar, seorang Juragan Kayu.

Dikatakan padanya, "Ini gambar Ayahanda Bapak ketika membangun Masjid Jogokariyan. Kini Masjid sudah tak mampu lagi menampung jama'ah. Kami bermaksud merenovasi Masjid. Jika berkenan untuk melanjutkan amal jariyah beliau, kami tunggu partisipasinya di Jogokariyan." Alhamdulillah, foto tahun 1967 itu membuat yang bersangkutan menyumbang Rp. 1 milyar dan mau jadi Ketua Tim Pembangunan Masjid Jogokariyan, sampai sekarang!

Dinukil dari buku Menyimak Kicau Merajut Makna karya Salim A. Fillah terbitan Pro-U Media

Download link untuk materi Manajemen Masjid
Download link untuk Form Sensus Potensi Masjid

Minggu, 15 September 2013

Sejarah Perjuangan Bangsa dan Lambang Pramuka

Kegiatan Kepramukaan yang dibungkus dengan Kiasan Dasar akan membangkitkan jiwa kejuangan dan cinta tanah air yang membekas di hati peserta didik. Dalam pelaksanaannya, Kiasan Dasar terpadu dengan Prinsip Dasar Kepramukaan, Metode Kepramukaan, Kode Kehormatan Pramuka, dan Motto Gerakan Pramuka.

Kiasan dasar kepramukaan ialah alam pikiran yang mengandung kiasan/gambaran suatu yang mengesankan, digunakan sebagai latar belakang suatu kegiatan kepramukaan sehingga peserta didik dapat merasakan ikut terlibat pada kegiatan yang mengesankan tersebut.

Dalam AD Gerakan disebutkan, “Penyelenggaraan kepramukaan dikemas dengan menggunakan Kiasan Dasar bersumber pada sejarah perjuangan dan budaya bangsa” (pasal 15).

Selanjutnya dijelaskan dalam ART Gerakan Pramuka dalam pasal 30 yang terdiri atas dua ayat: (1) Penggunaan Kiasan Dasar, sebagai salah satu unsur terpadu dalam Kepramukaan, dimaksudkan untuk mengembangkan imajinasi, sesuai dengan usia dan perkembangannya yang mendorong kreativitas dan keikutsertaan dalam kegiatan. Kiasan Dasar tidak hanya menarik, menantang, dan merangsang tetapi harus disesuaikan dengan minat, kebutuhan, situasi, dan kondisi anggota muda dan anggota dewasa muda. (2) Kiasan Dasar disusun atau dirancang untuk mencapai tujuan, dan sasaran pendidikan dalam Kepramukaan untuk tiap golongan serta merupakan proses Metode Kepramukaan yang bersifat tidak memberatkan anggota muda dan anggota dewasa muda tetapi memperkaya pengalaman.

Sesuai dengan pengertian, maksud, dan tujuan sebagaimana penjelasan di atas maka Kiasan Dasar Pramuka bersumber pada:
a.  Sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
b.  Budaya bangsa Indonesia.

Kiasan Dasar dalam Gerakan Pramuka dilaksanakan dalam satu kesatuan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka. Wujud pelaksanaan itu sebagai berikut:
No.
Satuan Golongan/ Kegiatan
Nama
Kiasan Diri
1
2
3
4
1
Kantor Pusat Kegiatan
Kwartir
Markas
2
Pramuka 7 – 10 tahun
Siaga
Perjuangan Budi Utomo (1908) untuk men-siaga-kan rakyat.
3
Pramuka 11 – 15 tahun
Penggalang
Perjuangan pemuda Indonesia dalam menggalang persatuan dan kesatuan Bangsa (1928).
4
Pramuka 16 – 20 tahun
Penegak
Puncak perjuangan bangsa dengan ditegakkan NKRI pada 17 Agustus 1945.
5
Pramuka 21 – 25 tahun
Pandega
Perjuangan mengisi kemerdekaan dengan mandegani (menjaga) kemerdekaan.
6
Satuan Pramuka Siaga
-   Barung
-   Perindukan
Tempat penjaga rumah/bangunan.
7
Satuan Pramuka Penggalang
-   Regu
-   Pasukan
Gardu/pangkalan meronda.
Tempat suku/kelompok.
8
Satuan Pramuka
Sangga
Rumah kecil untuk menggarap sawah.
9
Satuan Pramuka
Racana
Fondasi, alas tiang untuk atap.
10
Anggota Dewasa
Pembina
Membina bangsa dan negara.
11
Anggota Dewasa
Andalan
Pemimpin/generasi bangsa yang dapat diandalkan.

Free download link:
1.    SKU Siaga
2.    SKU Penggalang
3.    SKU Penegak
4.    SKU Pandega

Jumat, 06 September 2013

Gobag Sodor

Permainan Gobag Sodor terkenal di wilayah Pulau Jawa. Banyak yang mengatakan bahwa permainan ini berasal dari daerah Yogyakarta. Nama Gobak Sodor berasal dari kata gobag dan sodor. Kata gobag artinya bergerak dengan bebas. Sedangkan sodor artinya tombak.

Dahulu para prajurit mempunyai permainan yang bernama sodoran sebagai latihan keterampilan dalam berperang. Sodor ialah tombak dengan panjang kira-kira 2 meter, tanpa mata tombak yang tajam pada ujungnya.

Jumlah pemain dalam permainan Gobag Sodor harus berjumlah genap antara 6-10 anak. Kemudian dibagi menjadi dua tim, tim jaga dan tim serang. Jadi tiap tim beranggotakan 3-5 anak. Pemain dalam Gobag Sodor biasanya anak laki-laki, karena permainan ini menguras banyak tenaga. Tetapi kadang-kadang anak perempuan juga bisa memainkannya asalkan kedua tim harus mempunyai komposisi pemain yang seimbang baik jenis kelamin maupun umurnya. Hal ini untuk menghindari timpang kekuatan yang sangat mencolok pada salah satu tim.

Dalam bermain Gobag Sodor tidak diperlukan iringan, baik yang berupa lagu atau suara musik apapun juga.

Yang perlu dipersiapkan dalam permainan ini adalah lapangan Gobag Sodor yang berbentuk persegi panjang. Kemudian antar garis panjang ditarik garis melintang sehingga terbentuk beberapa persegi panjang. Setelah itu tarik garis tengah yang tegak lurus dengan garis melintang sehingga akan terbentuk banyak petak yang sama besar. Garis ini disebut garis sodor.
Beberapa peraturan dalam permainan Gobag Sodor adalah sebagai berikut:
a.  Masing-masing pemain dari tim jaga harus bergerak di sepanjang garis melintang yang telah ditentukan. Jadi kakinya harus selalu menginjak garis tersebut.
b.  Yang boleh melalui garis sodor hanyalah penjaga garis melintang pertama yang juga sebagai sodor.
c.  Masing-masing pemain tim serang, dari pangkalan harus berusaha melewati semua garis melintang. Dan jika salah satu pemain saja bisa kembali lagi ke pangkalan tanpa tersentuh tim jaga maka tim serang menang.
d.  Bila pemain tim jaga bisa menyentuh salah satu pemain tim serang, maka tim jaga menang. Lalu tim jaga berganti menjadi tim serang. Begitu seterusnya.
e.  Jika satu petak terisi 2 atau lebih pemain maka tim serang kalah, dan berganti jadi tim jaga.

Pemain dibagi mana yang ikut menjadi tim jaga dan tim serang. Masing-masing tim memilih salah satu anggotanya untuk menjadi ketua yang bertugas sebagai sodor. Dari gambar di atas misalnya, yang menjadi sodor tim jaga adalah A dan dari sodor tim serang adalah F. Tim serang berkumpul di pangkalan, sementara tim jaga berdiri di garis-garis melintang yang telah ditentukan ketuanya.

Dari gambar di atas, A sebagai sodor akan menjaga garis ef di sebelah kiri. B menjaga garis gh di sebelah kanan. C menjaga garis ij di sebelah kiri. D menjaga garis kl di sebelah kanan. Dan E menjaga garis mn di sebelah kiri. Jadi jika dilihat dari depan akan terlihat posisi tim jaga berbentuk zig-zag. A sebagai sodor selain bergerak di garis ef  juga bisa bergerak di garis cd.
Tim Serang Berusaha Memasuki Lapangan

Tim serang harus berusaha untuk masuk ke dalam petak-petak hingga dapat berada di belakang garis mn. Kemudian berusaha kembali lagi ke pangkalan. Apabila seorang pemain tim serang bisa kembali lagi ke pangkalan tanpa tersentuh oleh tim jaga, maka tim serang menang dan mendapatkan poin.

Tetapi jika salah satu pemain tim serang tersentuh oleh tim jaga sebelum sampai ke pangkalan lagi, maka tim serang dinyatakan kalah. Setelah itu tim serang berganti menjadi tim jaga, dengan F sebagai sodor. Jika 2 atau lebih pemain tim serang berada di satu petak, maka tim serang kalah dan berganti menjadi tim jaga. Demikianlah tahapan permainan gobag sodor yang bisa diserangkan berulang kali.

Tim Serang Berusaha Kembali ke Pangkalan

Diantara manfaat yang dapat diambil dari permainan Gobag Sodor adalah:
a.  Melatih kerja sama dalam tim.
b.  Melatih kepemimpinan.
c.  Mengasah kemampuan otak.
d.  Mengasah kemampuan mencari strategi yang tepat.

e.  Meningkatkan kekuatan dan ketangkasan.

Jamuran, Hanya Ada di Indonesia!

Belakangan ini jarang dijumpai sekelompok bocah memainkan permainan tradisional. Permainan tradisional tak lagi mendapatkan tempat, tergeser oleh permainan modern yang berasas pada teknologi, tak memerlukan ruang terbuka bebas, dan tak membutuhkan banyak olah tubuh.

Sebagai bangsa yang memiliki kekayaaan budaya yang adi luhung, sangat disayangkan bila kekayaan itu hilang. Munculnya komunitas yang menggiatkan kembali permainan tradisonal adalah secercah harapan membangkitkan rasa Indonesia. Salah satu permainan yang mencitrakan keaslian Indonesia adalah Jamuran.

Masih merasa asing dengan dolanan tradisional jamuran?

Jamuran dikreasikan oleh seorang ahli pendidik yang berjiwa demokratis yaitu Sunan Giri (salah satu Wali Songo). Beliau mendidik dengan jalan membuat melalui bermacam-macam permainan, salah satunya Jamuran.

Permainan ‘jamuran’ biasanya dimainkan pada malam-malam terang bulan, oleh anak-anak perempuan usia sekolah dasar; adakalanya anak-anak laki-laki juga ikut bermain. Jumlah anak untuk memainkan permainan ini, kira-kira 10 orang atau lebih. Karena banyaknya anak yang ikut bermain, terlebih lagi karena permainan ini dijalankan dengan banyak berlari-larian, maka diperlukan halaman yang cukup luas untuk memainkannya. Orang Jawa menyebutnya Plataran.

Permainannya sangat sederhana. Anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan berpegangan tangan. Besar kecil lingkaran tergantung kepada banyak sedikitnya anak-anak yang bermain. Jika jumlah anak yang bermain banyak, lingkaran itu besar, sebaliknya kalau anak-anak yang bermain sedikit, lingkaran kecil. Seorang anak berdiri di tengah-tengah lingkaran itu.

Permainan ‘jamuran’ dimulai dengan anak-anak berdiri membentuk lingkaran bernyanyi:
Jamuran, yo ge gethok,
Jamur opo, yo ge gethok,
Jamur payung, ngrembuyung koyo lembayung
Siro badhe jamur opo?”
begitu kira-kira syairnya.

Tiba pada kalimat ‘siro badhe jamur opo?’, si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat. Anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anak yang kalah tadi. Misal seperti ini...

‘jamur montor!’
Ketika di ucapkan ‘jamur montor!’, anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. Ada yang menjadi mobil polisi. Ada yang menjadi dokar. Ada yang menjadi sepeda motor. Ada yang menjadi kereta. Masing-masing kami bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. Hingga terdengar lagi sebuah suara.

‘jamur patung!’
Lantas anak-anak bergegas menjadi patung. Diam tak bergerak. Tidak boleh tersenyum. Tidak boleh tertawa. Meski digoda. Meski diajak berbicara.

Bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi.

Bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. Bila sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.

Yang kena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. Yang lainnya, bergandengan tangan melingkar dan mulai menembang. Jamuran... jamuran... yo ge ge thok...

Tiba pada kalimat ‘siro badhe jamur opo?’ (intinya permainan dimulai seperti awal tadi).

‘jamur monyet!’
Anak-anak segera melepas tautan tangan. Semua berhamburan. Macam-macam gerakannya. Ada yang dengan segera memanjat pohon. Ada yang hanya menggaruk-garuk kepala. Ada yang sesekali meloncat-loncat. Ada yang seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala temannya.

Anak-anak pun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.

‘jamur let uwong!’
Anak yang membentuk lingkaran bubar lalu mencari pasangan untuk diajak bergandengan. Yang tidak mendapat pasangan, harus ‘jadi’ atau mendapat hukuman berdiri di tengah lingkaran.

‘jamur kendil borot!’
Anak-anak mencari tempat yang agak tersembunyi untuk buang hajat kecil, karena kendilnya borot (pancinya bocor). Kendil yang tidak bocor dianggap tidak berguna. Walhasil anak yang tidak buang hajat kecil dianggap sebagai kendil tidak bocor dan harus ‘jadi’. Kadang, pada jamur kendil borot dijumpai sedikit kecurangan karena membawa air dalam plastik dan hanya berpura-pura buang hajat kecil. Atau ‘sedikit’ bohong dengan mengaku sudah buang hajat kecil saat anak yang ‘jadi’ sedang memeriksa kebocoran anak lain. Pemeriksaan Kendil borot hanya dilakukan dengan melihat bekas air.

‘jamur gagak!’
Anak-anak berlari sambil merentangkan tangan, menirukan kepakan sayap burung gagak sambil menirukan bunyinya gaok gaok. Tugas anak yang ‘jadi’ adalah menangkap ‘burung gagak’. Dan kawanan burung gagak harus menghindarinya agar jangan mendapat hukuman. Cara menghindari pengejaran mudah saja yaitu dengan berjongkok sebagai pengibaratan burung yang sedang hinggap. Jika mendapati anak jongkok, maka pengejaran dihentikan. Atau jika mau, menunggu agar anak yang berjongkok itu lari lagi lalu dikejar. Jika ada anak yang tertangkap ketika masih berlari, maka berlakulah hukuman.

‘jamur parut!’
Anak-anak yang membentuk lingkaran bubar menjauhi anak yang berada di tengah. Mereka mencari tempat untuk berdiri dengan berpegangan tangan pada sebatang pohon tiang, atau bersandar pada tembok lalu menggantung sebelah kakinya. Telapak kaki harus nampak agar mudah digelitik.

Anak yang tadi berdiri di tengah lalu menghampiri salah seorang anak yang menggantungkan kakinya sebelah, lalu menggelitik telapak kakinya yang digantung. Anak yang digaruk harus menahan diri agar jangan sampai tertawa, agar tidak mendapat hukuman.

Untuk memancing agar anak yang digaruk tertawa, anak yang menggaruk boleh menggodanya dengan memperlihatkan gerak-gerik yang lucu atau menggodanya dengan kata-kata yang jenaka. Jika cara-cara demikian tidak dapat membuat anak itu tertawa, maka ia menghampiri anak-anak yang lain dan diperlakukan demikian pula. Jika anak lain tetap tidak tertawa maka hukuman tetap pada dirinya, mengulangi berdiri di tengah-tengah lingkaran.

Demikian permainan itu dilangsungkan dan diulang-ulang berkali-kali dari permulaan, dan setiap kali disebutkan nama jamur yang berlainan oleh anak yang ‘jadi’.

Sederhana, riang, murah, dan mendidik. Keunggulan yang diusung karena permainan ini memberikan kemungkinan kepada anak-anak untuk membeberkan kekayaan fantasi dan rasa humor dengan menyebutkan beraneka macam jamur yang kadang-kadang ‘ajaib’.

Jamuran tergolong unik. Satu hal yang mungkin tidak terlintas saat permainan sederhana ini dikreasikan yakni mendorong anak untuk bisa mengembangkan kecerdasan majemuk, yakni ketrampilan gerak, kepekaan, dan kemampuan berekspresi dengan irama, kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri serta kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan.

Lewat dolanan jamuran kita bisa melihat sebentuk kekayaaan budaya Indonesia yang bukan hanya sebagai media hiburan, namun sebagai penghargaan atas tradisi yang merupakan ‘akar’ atau cikal bakal beradaban dan tentu saja tidak dimiliki oleh bangsa lain. Karena terus terang, hanya Indonesia yang memiliki dolanan tradisional yang beragam, salah satunya: Jamuran.

Yuk, bermain jamuran. Indonesia punya!


Padang-padang bulan, ayo gage ‘dho dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar, nundung begog hangatikar (Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain di halaman, mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-birit).