Buroq namanya. Maka ia serupa barq, kilat yang melesat dengan kecepatan cahaya. Malam itu diiring Jibril, dibawanya seorang Rosul mulia ke Masjidil Aqsho. Khodijah, isteri setia, lambang cinta penuh pengorbanan itu telah tiada. Demikian juga Abu Tholib, sang pelindung yang penuh kasih meski tetap enggan beriman. Ia sudah meninggal. Rosul itu berduka. Ia merasa sebatang kara. Ia merasa sendiri menghadapi gelombang pendustaan, penyiksaan, dan penentangan terhadap seruan sucinya yang kian meningkat seiring bergantinya hari. Ia merasa sepi. Maka Alloh hendak menguatkannya. Alloh memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda kuasaNya.
Buroq namanya. Ia diikat di pintu Masjid Al Aqsho ketika seluruh Nabi dan Rosul berhimpun di sana. Mereka sholat.
Dan penumpangnya itu kini mengimami mereka semua. Tetapi dari sini Sang Nabi berangkat untuk perjalanan yang menyejarah. Disertai Jibril ia naik ke langit, memasuki lapis demi lapis. Bertemu Adam, Yahya serta ’Isa, Yusuf, Idris, Harun, Musa, dan Ibrohim. Lalu terus ke Sidrotul Muntaha, Baitul Ma’mur, dan naik lagi menghadap Alloh hingga jaraknya kurang dari dua ujung busur.
Di hadapan Alloh, salam baginya, "Assalaamu 'alaika ayyuhan Nabiyyu, warohmatulloohi wa barokaatuh."
Dan beliau dengan kerendahan hati menjawab salam itu tanpa melupakan hamba-hamba Alloh yang sholih, yang semoga kita termasuk di dalamnya, "Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shoolihiin."
"Beliau bermi'roj dari Masjidil Aqsho ke hadapan Alloh tanpa melupakan kita ummatnya; maka bagaimana kita akan lupa pada titik lepas landas mi'roj dan kiblat pertama yang kini terjajah? Apa yang kita jihadkan? Di sinilah tawaran perniagaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar