Rosululloh saw datang membawa Islam, bukan untuk mengubah watak dan karakter seseorang. Tapi untuk membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan potensi kebajikan sesuai kapasitasnya masing-masing.
Sejak awal, 'Umar memiliki karakter keras. Setelah masuk Islam, Rosululloh tidak merubahnya menjadi seperti 'Utsman yang pemalu. Demikian pula 'Abdulloh bin Mas’ud tidak dituntut berubah menjadi Hamzah bin 'Abdul Mutholib atau Sa’ad bin Abi Waqqosh. Mereka masih sama seperti yang dulu, hanya saja sekarang potensinya diarahkan untuk kebaikan.
'Abdulloh bin Rowahah dan Hassan bin Tsabit masih tetap bersyair, bahkan dihadapan Rosululloh sekalipun. Adi bin Hatim masih senang berburu, 'Abdurrohman bin Auf masih tetap berdagang. Suhaib masih tetap Ar Rumi dan Salman masih tetap Al Farisi. Bilal bin Robah tetap berkulit hitam, tidak melakukan operasi plastik.
Jika ada hal yang dirubah, pastilah karena sesuatu itu buruk. Sebagaimana Rosululloh merubah nama tempat, dari ‘Afroh menjadi Khodroh. Juga merubah nama orang, dari Hazan menjadi Sahal.
Demikian pula proses tarbiyah, tidak dimaksudkan untuk merubah kepribadian dan karakter seseorang. Tarbiyah bukan untuk merubah seorang kiper menjadi gelandang atau penyerang. Mereka tetap dalam posisinya, tapi ditingkatkan kapasitasnya dan diarahkan untuk meraih prestasi.
Menepis Stigma
Sampai sekarang ada stigma dan persepsi negatif yang sengaja dikembangkan oleh kalangan tertentu terhadap PKS. Jika bergabung ke PKS, niscaya tidak kenal lagi dengan sarung, ziarah kubur, dan istighotsah. Mungkin karena ingin menepis hal itulah, maka PKS menyelenggarakan Maulid Nabi dan Musabaqoh Qiroatul Kitab.
Jika bergabung ke PKS, maka ibukotanya pindah ke Kairo atau Istambul, bukan lagi ke Jakarta. Mungkin karena ingin menegaskan komitmen kebangsaan itulah, maka PKS mengusulkan program Sosialisasi 4 Pilar kebangsaan. Juga memberikan masukan agar hari santri sebaiknya diperingati pada tanggal 22 Oktober (memperingati keluarnya resolusi jihad oleh Hadrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari) ketimbang 1 Muharrom.
PKS hadir bukan untuk merubah karakter dan kepribadian bangsa. Bukan untuk merubah sarung menjadi jubah, mengganti merah putih menjadi bulan sabit atau mengganti garuda menjadi unta. Singkat kata, tidak ada skenario kudeta merangkak dalam perjuangan PKS. Inilah komitmen kebangsaan PKS yang dijunjung tinggi dan dibuktikan dari waktu ke waktu.
Kita tetaplah diri kita sebagaimana masa lalu. Jika pun ada yang berubah, pastilah karena ada pilihan yang lebih baik. Jika PKS ingin menutup keran impor sapi dari Australia, itu karena ingin mendayagunakan peternak dalam negeri dan mewujudkan program swasembada daging.
PKS ingin menjadikan bangsa Indonesia kembali berjaya, sebagaimana masa lalunya yang gemilang. Inilah diantara hal yang diperjuangkan PKS pada tingkat komunal.
Merangkum Keunikan
Pada tingkat personal, PKS tidak hadir untuk mengebiri gerakan dan mematikan daya kreasi orang per orang. PKS bukan mesin fotokopi yang akan menuliskan tulisan yang sama pada semua kertas. Semua potensi ditampung, diwadahi, dan dibuatkan panduan dakwahnya. Maka lahirlah beragam ormas, yayasan, LSM/NGO, media, dan beragam komunitas.
Setiap orang adalah pribadi yang unik. Meski semangat dan tujuannya sama, bisa jadi cara mengekspresikannya berbeda. Karena itu, kita lebih membutuhkan koridor ketimbang sebuah garis. Agar pergerakan di lapangan bisa lebih dinamis dan tidak kaku, namun masih dalam batas dan kaidah syar’i.
Ada beberapa kasus yang mengusik rasa kita dalam hidup berjama’ah. Namun terlalu prematur jika hal itu dijadikan premis bahwa PKS sudah tidak lagi menghargai adanya perbedaan dan keragaman. Karena pondasi yang diletakkan oleh PKS sudah sangat kuat untuk mewadahi beraneka ragam potensi kader dan simpatisannya.
Khotimah
Sudah 18 tahun PKS hadir di tanah pertiwi. Ada banyak cerita yang ditorehkan, ada banyak pelajaran yang dihamparkan. Ada banyak premis yang telah dimentahkan, ada banyak tuduhan yang telah dibuktikan kesalahannya.
Tidak ada hal yang perlu ditakutkan dari PKS. Karena PKS bukan mau menjadikan diri kita menjadi orang lain. Tapi menjadikan diri kita bisa menemukan kesejatian siapa kita. Kun Anta Tazdada Jamaalaa.
Eko Junianto, SE
Eko Junianto, SE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar