Dalam interogasi pertama
kepada eks-Letnan Kolonel Untung di ajukan pertanyaan sebagai berikut: “Bahwasanya
kenyataannya di dalam gerakan ini yaitu gerakan yang tidak begitu gampang dan
suatu gerakan yang besar, tentunya ada yang di belakang Saudara. Siapa yang
mendalangi atau di belakang gerakan ini?”
Untung menjawab dengan
singkat: “Yang di belakang saya adalah PKI!”
Beberapa fakta yang
terkumpul menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Laporan dari Kalimantan Selatan
menyatakan, bahwa sudah pada jam 09.00 tanggal 1 Oktober 1965, anggota CDB PKI;
Hanafiah; mendesak kepada Panglima KODAM supaya menerima pencalonan sebagai
anggota “Dewan Revolusi”. Padahal pengumuman mengenai “Dewan Revolusi” lewat
RRI Jakarta baru disiarkan pada jam 13.00.
Berita acara terhadap
Sukirman (eks-Kepala RRI Jakarta) menyatakan, bahwa Tjugito (anggota CC PKI) pada
tanggal 30 September 1965 jam 23.00 mengatakan kepadanya:
“...Bahwa demonstrasi
ganyang kabir oleh kekuatan Nasakom kemarin dulu (tanggal 28 September) akan
diteruskan rakyat poros Nasakom. Kalau ini berhasil, sifat parade 5 Oktober
akan berubah sifatnya. Di samping ABRI, akan turut parade satu Divisi Rakyat
yang akan dipersenjatai. Bahkan mengingat situasi ekonomi sekarang, gerakan
ganyang kabir ini mungkin sekali akan bergerak malam ini sudah.”
Laporan dari Asisten I Koanda
Indonesia Timur dari Makassar menyatakan, bahwa CDB PKI Aminuddin telah
mengetahui tentang “G-30-S” sebelumnya. Sedangkan laporan-laporan
kepada Jenderal Soeharto menunjukkan, bahwa pemimpin-pemimpin PKI pada tanggal
1 Oktober 1965 itu tidak ada di tempat.
Interogasi terhadap eks-perwira
ABRI yang ikut di dalam “G-30-S” menunjukkan dengan jelas pendalangan PKI
terhadap gerakan ini, sehingga terbukti bahwa para perwira itu semata-mata menjadi
wayang belaka di dalam permainan ini. Cara-cara mereka mendalangi gerakan itu
juga menjadi jelas.
Menurut eks-Letnan
Kolonel Untung, PKI menugaskan kader-kadernya untuk mendampingi para perwira
yang menjadi simpatisan partai. Ketika di Semarang, Untung didampingi oleh
seorang kader PKI bernama Sudarmo selaku pembinanya. Setelah ada di Jakarta, pembinanya
adalah Sujono (jangan keliru eks-Mayor Udara Sujono). Di Jawa Timur —menurut eks-Lettu
Ngadimo, pembina-pembinanya adalah seseorang yang nama samarannya Soma dan
seorang lagi berkacamata putih yang tidak diketahui namanya.
Dalam mempersiapkan
kudeta di Jakarta sendiri, yang menjadi dalangnya adalah seseorang yang bernama
Sjam
dan Supono. Pendalangan itu jelas kentara dari keterangan eks-Letnan Kolonel Untung.
Pada awal bulan September, Untung diberitahu oleh Sujono (pembinanya) bahwa ia
akan dipertemukan dengan eks-Kolonel Latief (Komandan Brigade Infanteri I KODAM/Djaja)
dan eks-Mayor Udara Sujono (Komandan Resimen Pasukan Pengawal Pangkalan (P3)
PAU Halim). Dalam pertemuan itu akan dibicarakan suatu rencana gerakan yang
perlu diadakan, berhubung dengan adanya rencana “Dewan Jenderal”.
Dalam pertemuan itu —yang
kemudian ternyata adalah rapat pertama dalam serangkaian rapat gelap guna
mempersiapkan “G-30-S”— yang diselenggarakan di rumah Kapten Wahjudi pada
tanggal 3 September 1965, hadir pula Sjam dan Supono. Dalam
pertemuan itu yang terutama sekali memberikan briefing adalah Sjam. Pokok
isinya adalah mengenai adanya “Dewan Jenderal” yang mau mengadakan coup. Untuk menggagalkan coup itu, mereka harus melancarkan sesuatu
gerakan.
Cara penunjukan pemimpin
gerakan pada rapat tanggal 19 September juga merupakan petunjuk jelas mengenai siapa
sesungguhnya yang berkuasa di dalam komplotan itu. Kita ikuti perkataan eks-Letnan
Kolonel Untung sebagaimana telah diucapkannya sendiri:
... Selanjutnya, rapat menanyakan
kepada Sjam dari CC PKI, yaitu “Siapakah yang akan
memimpin gerakan ini seluruhnya nanti?” Dijawab oleh Sjam, bahwa
yang akan menjadi pimpinan seluruh gerakan adalah saudara Letkol Untung. Dengan
spontan saya tanya lagi pada Sjam, yaitu “Kenapa saya?”
Dijawab Sjam, “Pertimbangan ini diambil pertama Saudara
itu tidak dikenal di sini dan orang baru. Ada suatu hal yang baik, bahwa Bung Untung
itu adalah pengawal pribadi PJM Presiden RI. Jadi, tema pertama dari gerakan
kita ini adalah menyelamatkan PJM Presiden RI; Bung Karno. Hubungan rencana
selanjutnya, bahwa pangkat yang tertinggi nantinya adalah Letnan Kolonel
seperti Bung.” Kemudian saya tanyakan lagi, “Apakah tidak ada orang lain yang
lebih tinggi atau lebih pantas dari saya sebagai pimpinan gerakan ini.” Usulan
saya ini juga disokong oleh eks-Mayor Udara Sujono yang mengatakan lebih baik ditunjuk
menjadi pimpinan gerakan ini adalah orang yang lebih tinggi dan pantas. Lantas
Saudara Sjam menjawab, “Sudah baik Saudara Untung saja
yang jadi pimpinan gerakan itu. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan saya tadi.”
Demikian kesaksian eks-Letnan Kolonel untung mengenai penunjukan dirinya selaku
pimpinan “G-30-S” oleh Sjam.
Pada suatu ketika eks-Letnan
Kolonel Untung oleh interogator diberi pertanyaan sebagai berikut: “Dalam
penjawaban yang Saudara berikan kepada pemeriksa, seakan-akan semua ketentuan
yang diberikan oleh Saudara Sjam dari CC PKI
seolah-olah ditelan saja dengan tidak ada bantahan atau reaksi atau tidak ada
suatu lertanyaan kenapa begitu walaupun ketentuan yang diberikannya Saudara Sjam itu tidak
diterima fikiran Saudara. Apakah yang menyebabkan hal ini demikian?” Atas
pertanyaan itu, Untung menjawab sebagai berikut dalam: “Soal tersebut, baiklah
saya menceritakan sebagai berikut: Sebetulnya kita sebagai anggota militer, baik
saya walaupun Kolonel Latief dan Mayor Sujono yang hadir waktu rapat itu, telah
menaruh kepercayaan yang sepenuh-penuhnya kepada Saudara Sjam sebagai
utusan dari partai (CC PKI), yang kita semuanya telah terikat di dalam satu
ikatan ideologi dengan dia yang di Partai Komunis Indonesia.”
Dari interogasi terhadap
eks-Letnan Kolonel Untung, ada satu hal lagi yang menunjukkan kekuasaan PKI di
dalam keseluruhan komplotan itu. Pada rapat tanggal 23 September di rumah Sjam, Supono
menerangkan mengenai akan di pakainya Yon 454 dan Yon 530 bagi “G-30-S”. Sebagai
bukti, supono memperlihatkan secarik kertas selaku kode. “Artinya, surat ini
menurut keterangan dari Supono, bahwa pasukan Yon 530 telah diserahkan oleh
Pembina yang di Jawa Timur kepada kita.” Demikian kata eks-Letnan Kolonel Untung.
Selanjutnya, diceritakan
oleh eks-Letnan Kolonel Untung mengenai penentuan hari dan jam untuk dimulainya
gerakan sebagai berikut: “... Selanjutnya, Saudara Sjam memberi
keputusan bahwa hari H adalah besok malam. Dan kita beri nama gerakan ini
adalah Gerakan 30 September.” Juga menarik hati bagaimana disingkapkan oleh Untung,
bahwa pengumuman "G-30-S” yang disiarkan lewat radio juga telah disiapkan
terlebih dulu oleh Pembina dari PKI itu. “Pada malam itu, ditentukan sekali
bahwa nanti jam 06.00 supaya delegasi berangkat menuju ke istana untuk
menghadap PJM Presiden RI; Bung Karno; yang terdiri dari Jenderal Pardjo, Letkol.
Udara Heru, Mayor Sukirno, dan Mayor Bambang Supeno. Menurut rencana, bahwa
baru delegasi berangkat setelah adanya laporan dari pasukan Pasopati. Tetapi
karena laporan dari pasukan belum datang, maka delegasi terus berangkat. Dan
bersamaan dengan berangkatnya delegasi itu, Saudara Sjam
mengeluarkan suatu konsep tentang soal bahwa telah diadakan penangkapan
terhadap “Dewan Jenderal” dan pengumuman tentang PJM Presiden RI/Pimpinan Besar
Revolusi; Bung Karno; sudah diselamatkan. Setelah kami membaca isi pengumuman tersebut,
maka segera surat pengumuman itu dikirimkan kepada Kapten Suradi di RRI untuk
disiarkan. Dan kalau saya tidak salah, pengumuman ini disiarkan pada jam 07.00
pagi.”
Selanjutnya, daripada eks-Letnan
Kolonel Untung memberikan gambaran jelas mengenai kekuasaan Sjam di dalam
gerakan itu. Dialah yang dalam kenyataannya menjadi pimpinannya. Perhatikanlah:
“... maka kami mengambil kesimpulan, bahwa Jenderal Nasution tidak tertangkap.
Dengan demikian, maka Saudara Sjam mengatakan supaya
mengejar dan menangkap Jenderal Nasution tersebut. Oleh sebab itu, saya
memerintahkan Mayor Udara Sujono untuk menghubungi Kapten Suradi agar Kapten
Suradi menghubungi Kapten Kuntjoro agar menangkap Jenderal Nasution tersebut.” Dan
kemudian, ini: “Sesudah itu, tidak antara lama Saudara Sjam
mengeluarkan dari tasnya suatu surat yang isinya adalah pendemisioneran Pemerintah
(Kabinet Dwikora) dan penentuan pangkat Letkol adalah pangkat tertinggi di
dalam Angkatan Darat.” Dan juga: “Selanjutnya, kira-kira jam 15.00 tanggal 1
Oktober 1965, Saudara Sjam menyodorkan lagi Dekrit Dewan Revolusi, yang
mana waktu itu kita baca bersama. Sebetulnya —sekalipun tidak diutarakan, kita
dari tentara merasa bahwa dekrit tersebut terburu-buru dikeluarkan. Setelahnya,
Dekrit itu ditandatangani oleh saya, Jenderal Supardjo, Letnan Kolonel Heru, yang
dua orang tidak ada, yaitu Kolonel Laut Sunardi dan AKB Polisi Anwas. Maka
dekrit tersebut diserahkan kepada Mayor Udara Sujono untuk dikirim ke RI untuk
diumumkan. Saudara Sjam mengatakan pada waktu itu, bahwa untuk hari
ini cukup sekian dulu, karena sudah banyak yang dimengerti oleh rakyat.”
Dalam pengakuan eks-Letnan
Kolonel Untung, terdapat pula beberapa keterangan yang mengenai D.N. Aidit
dalam rapat tanggal 9 September 1965 jam 17.00 di rumah eks-Kolonel Latief. Menurut
Untung, Sjam mengatakan, “Pesan dari Ketua D.N. Aidit
supaya gerakan ini dilakukan secara machtig dan menunjukkan kita kuat. Yang
penting, Dewan Jenderal itu harus diselesaikan dulu rencananya.”
Dalam rapat tanggal 13
September 1965 di rumah eks-Kolonel Latief di Cawang, Sjam mengatakan,
“Orang tiga yang termasuk dalam rencana semula, yaitu Dr. Chairul Saleh, Hatta,
dan Sukarni, tidak disetujui pengambilannya dan dikeluarkannya dari rencana
atas perintah kawan ketua Aidit.”
Dan akhirnya dalam
berita acara eks-Letnan Kolonel Untung terdapat keterangan sebagai berikut: “Dalam
setiap pertemuan, selalu saya/kawan-kawan lain menanyakan kepada Saudara Sjam: ‘Apakah
semua rencana dari gerakan apa yang dinamakan Gerakan 30 September ini sudah
diketahui dan disetujui kawan Ketua’, Saudara Sjam memberikan
jawaban: “Setiap rencana yang berhubungan dengan apa yang dinamakan Gerakan 30
September ini sudah disetujui. Malahan Kawan Ketua selalu menanyakan bagaimana
sikap dari perorangan yang hadir dalam rapat-rapat. Yang saya maksudkan dengan Kawan
Ketua adalah Kawan Ketua CC PKI Pusat D.N. Aidit. Karena istilah Kawan Ketua
ini sudah menjadi ketentuan dan telah dipopulerkan di kalangan seluruh anggota
PKI, termasuk seluruh para simpatisannya. Karena saya meyakini, bahwa Saudara Sjam ini utusan
dari Ketua CC PKI, maka karena sudah adanya ikatan ideologis menyebabkan saya
mematuhinya dan menerima segala yang diajukan untuk dirumuskan dalam pertemuan.
Setelah terjadi peristiwa 30 September, saya akui bahwa saya telah menetapkan
perintah ikatan ideologis lebih tinggi daripada ikatan prajurit Angkatan Darat.”
Tetapi paling jelas
daripada segala bahan itu adalah keterangan Njono; anggota Politbiro PKI. Dari
keterangan itu jelas, bahwa “G-30-S” adalah coup
dari PKI untuk merebut kekuasaan negara Republik Indonesia.
Menurut Njono, "G-30-S”
dibicarakan, dirancang, dan dipimpin oleh Politbiro. Perlu diketahui, bahwa di
dalam lingkungan PKI, kekuasaan tertinggi berada pada kongres. Selama tidak ada
kongres, maka kekuasaan tertinggi berada pada Central Comite (CC). Selama tidak
ada sidang CC Pleno, kekuasaan tertinggi ada pada Politbiro. (Anggota Politbiro
selengkapnya ada 9 orang, yakni D.N. Aidit, M.H. Lukman, Njono, Sudisman, Ir. Sakirman,
Jusuf Adjitorop, S. Anwar Sanusi, dan Rewang. Kecuali Jusuf Adjitorop dan Rewang,
semua anggota Politbiro ikut di dalam pembicaraan-pembicaraan merancang “G-30-S”,
terutama sekali Aidit, M.H. Lukman, Sudisman, dan Njono). Dalam pekerjaan
sehari-hari Politbiro diwakili oleh Dewan Harian Politbiro yang terdiri dari
ketiga anggota yang tersebut pertama. Dewan Harian Politbiro membawahi Sekretariat
CC yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Yang mendorong Politbiro
untuk mempersoalkan perubahan kekuasaan politik di Indonesia ialah:
1. Informasi bahwa kesehatan PJM Presiden sangat
memburuk.
2. Informasi bahwa “Dewan Jenderal” akan
mempercepat usaha perubahan kekuasaan politik.
Diskusi mengenai hal itu
dimulai pada pertengahan bulan Juli 1965 dan dipimpin sendiri oleh Ketua D.N. Aidit.
Di dalam diskusi-diskusi
yang menjadi pokok pembicaraan ialah tindakan-tindakan apa yang harus diambil, mengingat
kedua faktor tersebut di atas.
Pada bidang politik, dirancang
tindakan-tindakan sebagai berikut:
• Mengusahakan satu kekuasaan politik yang
bersifat koalisi Nasional yang komposisinya lebih baik dari Kabinet Dwikora.
• Kekuasaan politik itu akan disebut Dewan Revolusi.
Dewan Revolusi itu belum merupakan Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom, sebagaimana
yang dituntut oleh PKI. Pertimbangannya ialah:
a. PJM Presiden
belum menyetujui pembentukan kabinet Nasakom dalam waktu singkat.
b. Kekuasaan politik baru itu harus mendapat
dukungan luas dari unsur-unsur Kom dan non-Kom.
Usaha-usaha untuk
mencapai tujuan politik tersebut juga dibicarakan.
Usaha-usaha itu pada
pokoknya berbentuk operasi militer. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan politik
itu adalah juga:
a. Membentuk tenaga-tenaga cadangan dengan Pemuda Rakyat
dan Gerwani, yang akan mendapat latihan-latihan di Lubang Buaya.
b. Kampanye politik secara tidak langsung, yaitu di
kalangan partai dijelaskan adanya bahaya Dewan Jenderal dan di kalangan umum
dijelaskan bahwa untuk perbaikan ekonomi harus di retool dari aparatur
ekonomi dan keuangan Negara apa yang dinamakan setan-setan desa dan setan-setan
kota.
Diskusi-diskusi itu di
berjalan selama 1 bulan dan pada akhir Agustus 1965 diperoleh
ketetapan-ketetapan sebagai berikut:
1. Adalah tepat diadakannya operasi militer dengan
tujuan politik membentuk Dewan Revolusi;
2. Untuk pelaksanaannya, ditentukan pembagian
pekerjaan sebagai berikut:
a. Soal operasi militer, dipercayakan kepada Ketua Aidit,
termasuk penentuan hari H;
b. Soal-soal politik diantaranya pokok komposisi Dewan
Revolusi diserahkan kepada Dewan Harian Politbiro;
c. Hubungan dengan daerah-daerah di luar Jakarta, juga
diserahkan kepada Dewan Harian Politbiro;
d. Pembentukan tenaga-tenaga cadangan dengan
pengorganisasiannya dan pembentukan sektor-sektor diserahkan kepada Njono; tenaga
cadangan direncanakan sebanyak 2.000 orang yang seluruhnya harus mendapat
pelatihan kilat di Lubang Buaya.
Sumber: 40 HariKegagalan “G.30.S”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar