Halaman

Sabtu, 09 April 2016

Kekasih Tersembunyi

“Alloh menyembunyikan kekasihNya di antara manusia”, ujar ‘Umar ibn Al Khoththob, “Sebagaimana Dia menyembunyikan Lailatul Qodr di antara malam-malam bulan Romadhon.” Semua malam bulan Romadhon memang istimewa. Tapi yang paling dahsyat adalah hadirnya yang rahasia, yang hanya dikenali dari tanda-tanda yang tak seorang pun mudah memastikannya.

Orang-orang yang menetapi kewajiban kepada Alloh dan menjauhi laranganNya sungguh istimewa. Merekalah orang bertaqwa, merekalah kekasihNya. Tapi kekasih Alloh pun berderajat-derajat tingkatannya. Dan termasuk tingkatan yang tertinggi di antara mereka, seperti kata Sayyidina ‘Umar, adalah yang tak mudah dikenali oleh mata manusia.

Merekalah Atqiya’ul Akhfiya’, orang-orang yang bertaqwa lagi tersembunyi. Mereka terkenal di langit meski diabaikan di bumi. Mereka dirindukan surga meski dikucilkan dunia.

Inilah catatan penting kita, bahwa orang-orang sholih yang menjadi kekasih Alloh sama sekali bukanlah orang yang menonjolkan diri. Mungkin memang ada di antara mereka yang menonjol, tapi bukan sebab keinginan dirinya. Dan sungguh hati mereka juga tak pernah menyukai keterkenalan itu. Alloh hanya hendak membebani mereka dengan ujian yang lebih berat berupa kemasyhuran.

Maka Mu’adz ibn Jabal menangisi keterkenalannya, sebab dia disebut oleh Sang Nabi saw sebagai yang paling mengerti halal dan haram dalam agama. Maka Muhammad ibn Sirin berkata, “Andai dosa ada baunya, takkan ada seorang pun di antara kalian yang tahan duduk di sisiku.” Maka Imam An Nawawi tersedu memalingkan diri, ketika digelari sebagai Muhyiddin, sang penghidup agama. Maka Yusuf Al Qorodhowy berkata “Cukup!” dan Muhammad ibn Sholih Al ‘Utsaimin menyuruh pembawa acara diam, ketika menyebut keduanya sebagai “Al ‘Allamah”, yang amat dalam ilmunya.

Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu menuturkan sabda Rosululloh saw tentang kekasih Alloh yang tersembunyi; yang kedudukannya amat diidamkan para mulia yang di atas kita sebut namanya.

“Sesungguhnya Alloh ‘Azza wa Jalla mencintai hamba-hamba yang diciptakanNya,” begitu kalimat Nabi saw dalam riwayat Muslim, “Yang terpilih, yang suka menyembunyikan ‘amal, yang bajik, yang kusut rambutnya, yang berdebu mukanya, dan yang kelaparan perutnya. Jika mereka meminta izin kepada Amir untuk menghadap, maka mereka tak diizinkan. Jika memberi anjuran, maka kata-kata mereka tak dianggap. Jika melamar, maka mereka tidak dinikahkan. Jika tak hadir, maka mereka tak dicari. Jika muncul, kedatangan mereka tak disambut. Jika sakit, mereka tidak dijenguk. Jika mati, mereka tidak dipersaksikan.” Betapa Maha Bijaksana, Dzat yang menyatakan kepada kita bahwa makhluq yang paling mulia di antara kita di sisiNya adalah yang paling bertaqwa. Tetapi juga sekaligus mengabarkan melalui RosulNya bahwa ketaqwaan itu ada di dalam dada, tak dapat dilihat oleh mata manusia siapapun dia. Ianya bermakna; teruslah berkhusyu’ memperjuangkan taqwa dalam diri, dan selalulah tawadhu’ kepada sesama hamba.

Sungguh kita tertuntut untuk tak meremehkan seorang pun di antara hamba Alloh yang sholih seisi bumi, sebab boleh jadi mereka adalah para kekasihNya yang jauh lebih terkasih dibanding kita. Maka mari meniti jalan zuhud seperti yang diungkap cirinya oleh Hasan Al Bashri. “Sang zahid adalah,” kata beliau, “Dia yang jika berjumpa orang lain selalu berkata pada dirinya, ‘Beliau lebih utama daripada aku.’” Dengan meneladani jawaban salam Habibulloh saw pada Robbnya pada saat Mi’roj, kita menyebut orang-orang sholih itu di dalam doa tasyahud sholat kita, agar kita tergabung bersama mereka. “Assalamualaina waalaibadillahish sholihin; salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Alloh yang sholih.”

@salimafillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar