Rasuna Said memiliki jejak yang baik. Di masa awal, dalam pelajaran
agama, dia berguru kepada Dr. Haji Abdul Karim Amrullah (ayah HAMKA). Di
kemudian hari, pada 1930, dia mendirikan Pesantren Muslimin Indonesia (PERMI) di
Bukittinggi. Perjuangannya di masa Pergerakan Kemerdekaan bisa dikenali lewat
jalur pendidikan, politik, dan jurnalistik.
Pandai dan Berani
Rasuna Said lahir di Maninjau, Agam - Sumatera Barat pada 15 September
1910. Ayahnya bernama Muhammad Said, seorang saudagar Minangkabau dan aktivis
pergerakan.
Pendidikan Rasuna Said diawali dengan belajar di Sekolah Dasar. Lalu,
dia melanjutkan ke pesantren Ar-Rasyidiyah. Di pesantren itu, dia adalah
satu-satunya santri perempuan. Setelah itu, meneruskan ke Diniyyah Puteri School di Padang Panjang dan di situ dia
bertemu dengan Rahmah El-Yunusiyah.
Secara umum, Rasuna Said dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan
pemberani. Rasuna Said juga dikenal sebagai pribadi yang berkemauan keras dan
memiliki pengerahuan yang luas.
Dalam pelajaran agama, Rasuna Said juga pernah berguru kepada Dr. Haji
Abdul Karim Amrullah (atau dikenal pula sebagai Haji Rasul) yang mengajarkan
pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir. Nantinya,
pelajaran tersebut banyak memengaruhi pandangan dan sikap Rasuna Said.
Rasuna Said sangat memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum perempuan.
Dia sempat mengajar di Diniyyah Puteri School di Padang Panjang. Namun, pada 1930 dia berhenti mengajar.
Saat itu dia berpikir, bahwa kemajuan wanita tak cukup dengan cara hanya
memajukannya lewat sekolah saja tapi-mestinya-juga dengan perjuangan politik.
Kala itu, Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik ke dalam kurikulum Diniyyah Puteri School. Tapi, ide menarik
itu ditolak.
Rasuna Said lalu bergabung dengan Sumatera Thawalib. Kemudian, dia pun
mendirikan pesantren Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada 1930. Dia
juga mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI. Kemudian, Rasuna Said
mendirikan Sekolah Thawalib di Padang. Juga, memimpin Kursus Putri dan Normal
Kursus di Bukittinggi.
Rasuna Said di Majalah Pedoman Masjarakat 1 September 1937 |
Sebagai perempuan terpelajar, Rasuna Said aktif berjuang di ranah
politik. Tercatat, dia pernah bergabung di Syarikat Rakyat sebagai Sekretaris
Cabang. Rasuna Said dikenal sangat mahir dalam berpidato. Isi pidatonya banyak
mengecam ketidakadilan pemerintahan Belanda.
Terkait “pidato panas”, Rasuna Said tercatat sebagai wanita pertama yang
terkena hukuman Speek Delict, yaitu
hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa “Siapa pun dapat dihukum karena
berbicara menentang Belanda”. Waktu itu Rasuna Said ditangkap bersama Rasimah
Ismail, teman seperjuangnnya. Rasuna Said dipenjara pada 1932 di Semarang.
Lantas, sekeluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic
College pimpinan K.H. Muhtar Yahya dan Dr. Kusuma Atmaja.
Kekuatan tulisan juga dipercaya oleh Rasuna Said sebagai salah satu
media perjuangan yang sangat penting. Maka, pada 1935, Rasuna Said memilih
untuk memanfaatkan jurnalistik sebagai media perjuangan. Dia pun menjadi
Pemimpin Redaksi Majalah Raya.
Pada perkembangannya, Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang
tajam. Majalah Raya dikenal radikal
dan tercatat menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat.
Dalam perjalanannya, polisi rahasia Belanda mempersempit ruang gerak
Rasuna Said dan kawan-kawan. Atas situasi ini, ternyata tokoh-tokoh PERMI yang
diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial, justru tidak bisa berbuat apa
pun. Tentu saja, Rasuna Said sangat kecewa dengan sikap itu. Dia pun lalu
nemilih pindah ke Medan.
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna Said mendirikan sekolah khusus
perempuan yaitu “Perguruan Putri”. Sementara, untuk menyebarluaskan
gagasan-gagasannya, dia membuat media pekanan bernama Menara Poetri (baca: Menara Putri). Media ini membahas khusus
seputar pentingnya peranan wanita dan keislaman. Meski begitu, sasaran pokoknya
adalah memasukkan kesadaran pergerakan yaitu antikolonialisme terutama kepada
khalayak perempuan.
Di Menara Poetri Rasuna Said
mengasuh rubrik “Pojok”. Tulisan-tulisan Rasuna Said dikenal tajam, mengena
sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.
Sebuah media di Surabaya, Panjebar
Semangat (baca: Panyebar Semangat), pernah menulis perihal Menara
Poetri ini, bahwa: “Di Medan ada sebuah media bernama Menara Poetri. Isinya dimaksudkan untuk jagat keputrian. Bahasanya
bagus, dipimpin oleh Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara
karena berkorban untuk pergerakan nasional.”
Menara Poetri tidak berumur panjang. Persoalannya, sebagian besar
pelanggannya tidak membayar biaya berlangganan. Setelah itu, Rasuna Said
memilih pulang ke kampung halamannya, di Sumatera Barat.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri
organisasi pemuda Nippon Raya di Padang. Sayang, organisasi itu kemudian
dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.
Setelah negeri ini merdeka, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda
Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said juga pernah duduk di Dewan
Perwakilan Sumatera mewakili Sumatera Barat.
Rasuna Said pernah diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Serikat (DPR-RIS). Lalu, menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam perjalanan hidup Rasuna
Said, ada fragmen menarik. Pada 18 Maret 1958, ada semacam Rapat Akbar di
Bandung. Di kesempatan itu, Rasuna Said mendapat kehormatan karena termasuk
tokoh pejuang yang diundang dan didaulat untuk menyampaikan orasi pembuka.
Lalu, saat tiba giliran Soekarno berpidato di depan lautan massa, tanpa ragu
dia memuji perjuangan Rasuna Said selama ini.
Sang Pahlawan
Rasuna Said wafat pada 2 November 1965 di Jakarta. Atas jasa-jasanya,
dia dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 1974. Sebagai tambahan,
untuk mengenang jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, nama
Rasuna Said pun diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan
Kuningan, Jakarta Selatan. []
Kredit: 50 Pendakwah Pengubah Sejarah; M. Anwar Djaelani; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar