Minggu, 18 September 2016

Kisah Nabi Nuh dan Kaumnya

Dahulu ada beberapa orang sholih bernama Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr yang dicintai oleh masyarakat[1]. Ketika mereka wafat, maka masyarakat merasa sedih karena kehilangan mereka, saat itulah setan memanfaatkan kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan patung-patung dengan nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun melakukannya.

Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai mereka yang membuat patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka yang kemudian disesatkan oleh setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa patung-patung itu adalah sesembahan mereka.

Mereka pun menyembah patung-patung itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirikan di tengah-tengah mereka, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengangkat seorang laki-laki di kalangan mereka sebagai nabi dan Rosul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihissalam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar mengajak kaumnya menyembah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala saja dan meninggalkan sesembahan-sesembahan selain-Nya. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah, ia berkata kepada mereka:

Wahai kaumku sembahlah Alloh, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Alloh), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS. Al A’roof: 59)

Maka di antara kaumnya ada yang mengikuti ajakannya, mereka terdiri dari kaum fakir dan dhu’afa (lemah). Adapun orang-orang kaya dan kuat, maka mereka menolak dakwahnya, sebagaimana istrinya dan salah satu anaknya juga menolak dakwahnya. Mereka yang menolak dakwahnya menentangnya dan berkata kepadanya,

Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS. Huud: 27)

Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak berputus asa terhadap sikap kaumnya yang menolak dakwahnya, ia terus mengajak mereka di malam dan siang hari, menasihati mereka secara rahasia dan terang-terangan, menjelaskan kepada mereka dengan lembut hakikat dakwah yang dibawanya, tetapi mereka tetap saja kafir kepadanya, tetap saja sombong dan melampaui batas, dan terus membantah Nabi Nuh ‘alaihissalam dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mereka juga menyakitinya, menghinanya, dan memerangi dakwahnya.

Alloh tidak melihat seseorang dari kekayaannya, tidak dari ketampanan atau kecantikannya, tetapi keimanannya. Orang fakir yang beriman jauh lebih mulia di sisi Alloh di banding seorang kaya yang kafir.

Pernah suatu ketika, sebagian orang-orang kaya mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam dan meminta kepadanya untuk mengusir orang-orang fakir yang beriman kepadanya agar orang-orang kaya ridho dan mau duduk bersamanya sehingga bisa beriman kepadanya, namun Nabi Nuh ‘alaihissalam menjawab,

Wahai kaumku! Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Alloh dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu sebagai suatu kaum yang tidak mengetahui.”

Dan (Nuh berkata), “Wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Alloh jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Huud: 29-30)

Maka kaumnya pun marah dan menuduhnya telah sesat, dan mereka berkata, “Sesungguhnya kami melihatmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’roof: 60)

Nuh balik menjawab, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”– “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku, aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Alloh apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’roof: 61-62)

Maka Nabi Nuh pun bersedih karena kaumnya tidak mau memenuhi ajakannya, bahkan sampai meminta agar disegerakan azab untuk mereka. Meskipun begitu, Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak berputus asa, dia tetap berharap kiranya ada di antara mereka yang mau beriman.

Hari demi hari berganti, bulan demi bulan berganti dan tahun pun berganti dengan tahun berikutnya, tetapi ajakan Beliau tidak membawa hasil, Beliau berdakwah kepada kaumnya dalam waktu yang cukup lama, yaitu 950 tahun sebagaimana yang difirmankan Alloh,

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al-‘Ankabut: 14)

Namun sedikit sekali yang mau beriman kepadanya. Hingga akhirnya, Beliau mengadu kepada Alloh seperti yang disebutkan dalam surah Nuh:

Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,–Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka sehingga Engkau ampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinga dan menutupi bajunya  dan mereka tetap (di atas sikapnya) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (QS. Nuh: 5-7)

Nabi Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh: 26-27)

Bahtera di Gurun Sahara

Maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat kapal, dan mengajarkan kepadanya bagaimana membuatnya dengan baik.

Mulailah Nabi Nuh ‘alaihissalam membuat kapal dengan dibantu orang-orang yang beriman kepadanya. Setiap kali, orang-orang kafir melewati Nuh dan pengikutnya, mereka menghina dan mengejeknya karena melihat Beliau membuat kapal besar di gurun sahara yang tidak ada sungai dan laut.

Penghinaan mereka bertambah, ketika mereka tahu bahwa maksud Nabi Nuh ‘alaihissalam membuatnya adalah untuk menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari azab yang akan Alloh timpakan kepada mereka.

Akhirnya, pembuatan kapal pun selesai, Nabi Nuh mengetahui bahwa banjir besar akan tiba, maka ia meminta kepada setiap mukmin dan mukminah untuk menaiki kapal tersebut, ia juga mengangkut setiap hewan, burung, dan hewan lainnya sepasang.

Hingga ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam bersama pengikutnya telah berada di atas kapal, datanglah banjir besar. Langit mengucurkan hujannya dengan deras, mata air di bumi pun mulai memancarkan airnya dengan kuat, Nuh pun berkata, “Dengan menyebut nama Alloh di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Huud: 41)

Kapal pun mulai berlabuh dan mengapung di atas air. Ketika itu, Nabi Nuh melihat anaknya yang kafir, ia memanggilnya dan berkata, “Wahai anakku! Naiklah bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud: 42)

Tetapi anaknya menolak ajakannya dan berkata, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari banjir besar!”

Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi pada hari ini dari azab Alloh selain Alloh  yang Maha Penyayang.”

Gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya; maka anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud: 43)

Kesudahan yang baik bagi orang-orang yang beriman dan kebinasaan bagi mereka yang membangkang.

Kaum Nabi Nuh yang kafir saat melihat air membanjiri rumah mereka dan mengalir dengan derasnya, maka mereka merasa akan binasa, mereka pun segera mencari tempat-tempat tinggi untuk menyelamatkan diri, tetapi sayang sekali, ternyata banjir itu telah mencapai puncak gunung. Alloh Subhanahu wa Ta’ala membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan Nabi Nuh dan para pengikutnya. Nuh dan pengikutnya pun bersyukur kepada Alloh atas keselamatan yang diberikan-Nya.

Setelah  kaum yang kafir itu tenggelam, maka diwahyukan kepada langit dan bumi,

“Wahai bumi telanlah airmu, dan wahai langit  berhentilah,” maka air pun surut, kapal itu pun berlabuh di atas bukit Judi.” (QS. Huud: 44)

Selanjutnya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nuh dan para pengikutnya turun dari kapal, Dia berfirman,

“Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS. Huud: 48)

Ketika diketahui oleh Nuh ‘alaihissalam anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, Nuh ‘alaihissalam berkata:

“Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Huud: 45)

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya  perbuatannya tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Huud: 46)

Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahuinya, Dan sekiranya Engkau tidak memberikan ampun kepadaku, serta menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud: 47)

Ibroh

- Nuh adalah rosul pertama yang diutus Alloh ke muka bumi (lihat HR. Bukhori: 3092), yang mana pada masa beliaulah kemusyrikan pertama dilakukan oleh anak Adam. Karenanya diantara hikmah Alloh mengutus para rosul, yaitu mengembalikan manusia kepada fitrohnya, yaitu mentauhidkan Alloh, hanya semata-mata menyembah Allah, dan meingkari apa-apa yang disembah selain Alloh.

- Kita tidak boleh terlalu memuja-muja orang sholih, cukuplah kita meneladani mereka dan meniru kebaikan-kebaikan mereka.

- Kesyirikan dan kedurhakaan kepada Alloh itu terjadi tidak lain karena kebodohan dan diangkatnya ilmu.

- Jangan berbangga dengan kekayaan, betapa banyak orang fakir yang diremehkan manusia lebih mulia di sisi Alloh dari pada orang kaya karena keimanan yang mereka miliki.

- Kalau salah satu diantara keluarga kita kafir sejatinya dia bukanlah keluarga kita di sisi Alloh.

- Mungkin Alloh menguji kita dengan sebuah musibah kemudian menyiapkan hadiah yang istimewa pada akhirnya. Mungkin Alloh biarkan orang-orang kafir bersenang-senang dengan kekafiran mereka, kemudian disiapkan bagi mereka azab yang pedih pada akhirnya.

Wallohu a'lam

_____________
(1) Imam Bukhori meriwayatkan dari hadits Ibnu Juroij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas tentang firman Alloh Ta’ala,

Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.”

Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Ini adalah nama-nama orang sholih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama-nama mereka.

Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat. Dan ilmu telah tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah.”