Jumat, 30 Desember 2016

Tentang Kentang

Pada sebuah sekolah, seorang guru mengajarkan sesuatu pada murid-muridnya. Beliau meminta agar para murid membawa sebuah kantong plastik besar dan mengisinya dengan kentang. Kentang-kentang itu mewakili setiap orang yang pernah menyakiti hati mereka dan belum dimaafkan. Setiap kentang yang dibawa, dituliskan sebuah nama orang yang pernah menyakiti hati murid-murid itu.

Beberapa murid memasukkan sedikit kentang, sebagian membawa cukup banyak. Para murid harus membawa kentang dalam kantong itu kemana pun mereka pergi. Menemani mereka belajar, dibawa pulang, dibawa lagi ke sekolah, diletakkan di samping bantal mereka saat tidur. Pokoknya, kentang dalam kantong itu tidak boleh jauh dari mereka.

Makin hari, makin banyak murid yang mengernyitkan hidung karena kentang-kentang itu mulai mengeluarkan aroma busuk.

"Apakah kalian telah memaafkan nama-nama yang kalian tulis pada kulit kentang itu?" tanya sang guru.

Para murid tampaknya sepakat untuk belum bisa memaafkan nama-nama yang telah memaafkan mereka.

"Jika demikian, kalian tetap harus membawa kentang itu kemana pun kalian pergi."

Hari demi hari berlalu. Bau busuk yang dikeluarkan kentang-kentang itu semakin membusuk. Banyak dari mereka yang akhirnya menjadi mual, pusing, dan tidak nafsu makan karenanya. Akhirnya, mereka membuang kentang-kentang itu ke dalam tempat sampah. Dengan asumsi mereka juga memaafkan nama-nama yang mereka tulis di atas kulit kentang.

"Nah, para murid, dendam yang kalian tanam sama seperti kentang-kentang itu. Semakin banyak kalian mendendam, semakin berat kalian melangkah. Semakin hari, dendam-dendam itu akan membusuk dan meracuni pikiran kalian," ujar sang guru sambil tersenyum.

Para murid hanya terdiam, meresapi setiap perkataan guru mereka.

"Karena itu, sekalipun kalian menyimpan dendam pada orang lain, atau mereka pernah menyakiti hati kalian, maafkanlah mereka dan lupakan yang pernah mereka lakukan. Jadikan hal itu sebagai pembelajaran dalam hidup kalian. Dendam sama seperti kentang-kentang busuk itu, kalian bisa membuangnya ke tempat sampah."

Para murid tersenyum. Sejak hari itu, mereka belajar untuk menjadi manusia yang pemaaf dan tidak mudah menyimpan dendam. Hidup mereka tenang tanpa terbebani bau busuk yang akan merusak pikiran dan tubuh.

Renungan:
Kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjadi manusia yang pemaaf. Sekalipun dendam tidak kita rasakan beratnya secara fisik, tetapi secara mental akan melemahkan langkah Anda, membuat hidup Anda tidak nyaman. Maafkanlah mereka yang pernah menyakiti Anda dan hirup udara segar kebebasan.
-oooOooo-

"... Punya Nabi siapakah istana itu, ya Alloh?" tanya seorang mukmin yang berselisih di akhirat.

"Bukan Nabi siapa pun," jawab Alloh.

"Punya syuhada dan sholihin siapa, ya Alloh?" tanya seorang hamba tadi semakin penasaran.

"Bukan punya mereka. Siapa pun dapat memilikinya dengan tebusan yang sepadan," jelas Alloh.

"Bagaimanakah cara membayarnya, ya Alloh?" tanya hamba tersebut.

"Kau memaafkan saudaramu, maka istana itu menjadi milikmu," jawab Alloh.

"Aku maafkan dia, ya Alloh. Aku maafkan dia. Aku maafkan dia," ucapnya dengan gembira.

Kamis, 29 Desember 2016

Histori 1 Januari Menurut Yahudi

Tanggal Tahun Baru
Kalender Romawi kuno menggunakan tanggal 1 Maret sebagai Hari Tahun Baru. Belakangan, orang Romawi Kuno menggunakan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun yang baru. Pada Abad Pertengahan, kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru. Hingga tahun 1600, kebanyakan negara-negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah direvisi, yang disebut kalender Gregorian.

In the 16th century, Pope Gregory XIII made several adjustments to the calendar. This resulted in his decree that the Julian calendar would end on Oct. 4, 1582 and that the next day would be Oct. 15, 1582 – the beginning of the Gregorian calendar. The United Kingdom continued using the Julian calendar until Sept. 2, 1752, when it was declared that the next day would be Sept. 14, 1752 (in the Gregorian calendar). Papal using the Julian calendar until Oct. 4, 1582, when it was declared that the next day would be Okt. 15, 1582 (in the Gregorian calendar). Russian using the Julian calendar until Feb. 1, 1918, when it was declared that the next day would be Feb. 14, 1918 (in the Gregorian calendar)

Kalender yang hingga kini digunakan itu menggunakan 1 Januari kembali sebagai Hari Tahun Baru. Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan tersebut pada tahun 1752. Kebanyakan orang memperingati tahun baru pada tanggal yang ditentukan oleh agama mereka. Tahun baru umat Yahudi, Rosh Hashanah, dirayakan pada bulan September atau awal Oktober. Umat Hindu merayakannya pada tanggal-tanggal tertentu. Umat Islam menggunakan sistem penanggalan yang terdiri dari 354 hari setiap tahunnya. Karena itu, tahun baru mereka jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada kalender Gregorian tiap tahunnya.

Sejarah dan Cara Merayakan di Masa Lampau
Kebanyakan orang di masa silam memulai tahun yang baru pada hari panen. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk meninggalkan masa lalu dan memurnikan dirinya untuk tahun yang baru. Orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas. Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Bulan Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang-orang Romawi mempersembahkan hadiah kepada kaisar. Para kaisar lambat-laun mewajibkan hadiah-hadiah seperti itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Orang-orang Keltik mengambil banyak kebiasaan tahun baru orang-orang Romawi, yang menduduki kepulauan Inggris pada tahun 43 Masehi.

Pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru. Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

Perayaan Modern
Sekalipun tahun baru juga merupakan hari suci Kristiani, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di California; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana.

Perayaan Tahun Baru
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi maupun orang Kafir yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.

Orang Kristen ikut merayakan Tahun Baru tersebut dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi berdasarkan keputusan Konsili Tours pada tahun 567. Pada mulanya setiap negeri mempunyai perayaan Tahun Baru yang berbeda-beda. Di Inggris dirayakan pada tanggal 25 Maret. Di Jerman dirayakan pada hari Natal sedangkan di Perancis dirayakan pada Hari Paskah.

Ada yang unik dari prosesi perayaan tahun baru yaitu meniup terompet. Hal ini merupakan adopsi dari perayaan Yahudi dalam perayaan Rosh Hashanah.

Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
ומלין לצד עליא (עלאה) ימלל ולקדישי עליונין יבלא ויסבר להשניה זמנין ודת ויתיהבון בידה עד־
עדן ועדנין ופלג עדן׃
(דנייאל פרק ז:כה)
Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa." (Daniel 7:25)

Semoga semua dari kita memahami apa maksud dari berita ini. Shalom Aleikhem. Eloheem Yevarekh Otkha.

Sumber: blog beit-netzarim-judaism

Selasa, 27 Desember 2016

Biarkan Mereka Bicara Tentang Kita

Amal-amal kita, tidak hanya dicatat para malaikat. Karena cerita-cerita dan kesan yang kita tinggalkan di dunia setelah mati, serupa cermin nilai dari prilaku kita selama hidup. Alangkah indahnya, sebuah kematian yang bisa meninggalkan cerita-cerita baik pada keluarga. Alangkah bahagianya, sebuah kematian yang mengesankan jejak hidup yang menjadi pelajaran kebaikan bagi mereka yang masih menjalani hidup. Alangkah gembiranya, bila kematian kita menyisakan kesan dari amal-amal sholih yang bermanfaat untuk orang lain.

Di akhirat kelak, tak ada sesuatu yang paling disesali penghuni surga kecuali penyesalan mereka terhadap waktu yang hilang di dunia tanpa diisi amal sholih. Karena itu, ketika ada seorang sholih ditanya, “Kenapa engkau melelahkan jiwamu dalam beribadah?” Ia menjawab, “Aku ingin mengistirahatkan jiwaku”. Istirahat yang dimaksud, adalah istirahat di dunia dengan jiwa yang tenang setelah beribadah. Juga istirahat di akhirat, dengan memasuki kehidupan yang begitu menentramkan dan menggembirakan.

Saudaraku,
Umur hidup itu, menurut Ibnul Jauzi rohimahulloh, tak beda dengan tempat jual beli berbagai macam barang. Ada barang yang bagus dan juga yang jelek. Orang yang berakal, pasti akan membeli barang yang bermutu meski harganya mahal. Karena barang itu lebih awet dari barang jelek meski harganya murah. “Orang yang tahu kemuliaan alam semesta harus meraih sesuatu yang paling mulia yang ada di alam semesta ini. Dan sesuatu yang paling mahal nilainya di dunia ini adalah, mengenal Alloh swt”, kata Ibnul Jauzi.

Seseorang yang mengenal Alloh swt, berarti ia mengetahui ke-Mahabesaran-Nya. Berarti juga mengetahui kekerdilan dirinya, kelemahan dirinya, ketergantungan dirinya dengan Yang Maha Berkuasa. Pengenalan seperti ini yang bisa memunculkan kekuatan dan ketangguhan dalam mengarungi gelombang kehidupan. Tidak takut, tidak lemah, dan tidak tergantung kepada siapa pun, kecuali Alloh dan selama berada di jalan Alloh. Tidak senang, tidak gembira dan tidak bersukacita kecuali bersama Alloh.

Saudaraku,
Lihatlah perkataan Masruq, seorang mufassir yang juga sahabat Said bin Jubair, yang pernah berujar, “Tak ada lagi yang lebih menyenangkan dari menempelkan wajahku di tanah (sujud). Aku tidak pernah bersedih karena sesuatu melebihi kesedihanku karena tidak bisa sujud kepada Alloh”. (Siyar A’lamin Nubala, IV/65).

Sujud adalah saat-saat seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya. Sujud, juga tanda ketundukan dan kerendahan seorang hamba di hadapan Tuhannya. Sujud, juga merupakan kepasrahan, ketaatan, kerinduan dan kecintaan seorang hamba pada Tuhannya. Kondisi-kondisi seperti itulah yang sangat didambakan Masruq hingga tak ada lagi kesedihan baginya, kecuali ia tidak bisa melakukan sujud di hadapan Alloh swt.

Saudaraku,
Itulah gambaran keyakinan yang tertanam kuat dalam jiwa orang-orang sholih, para pejuang da’wah Islam. Ketundukan, kedekatan dan keyakinannya pada Alloh, menjadikan tekad mereka seperti baja dan keberanian yang tak kenal takut. Basahnya lidah mereka oleh dzikir, larutnya hati mereka dalam kecintaan pada Alloh, tunduknya jiwa mereka pada keagungan Alloh, memunculkan kepribadian yang kuat dan tangguh.

Lihatlah, saudaraku
Bagaimana penuturan salah seorang anak dari syaikh Ahmad Yasin rohimahulloh, tokoh pejuang Palestina abad ini yang beberapa waktu lalu gugur oleh rudal Israel. “Ayah tidak mencintai dunia. Ia lebih mencintai rumah akhirat. Banyak orang yang menyarankan agar ayah mendiami rumah sebagaimana layaknya seorang pemimpin. Pemerintah otorita Palestina juga pernah menawarkan sebuah rumah yang besar di perkampungan Ghaza. Tapi ayah menolak tawaran itu. Ayahku lebih menginginkan akhirat sehingga ia tidak begitu memperhatikan perabot duniawi. Luas rumahnya keci, hanya tiga ruang. Tanpa keramik di lantai, dan ruang dapur yang sudah rusak. Bila musim dingin tiba, kondisi rumah sangat dingin. Sebaliknya bila musim panas datang, ruangan rumah terasa panas sekali. Ayah tidak pernah berpikir untuk memperbaiki rumahnya. Sekali lagi, ia benar-benar sibuk mempersiapkan rumahnya di akhirat”. Itulah rahasia ketegaran syaikh Ahmad Yasin.

Rumah akhirat. Pernahkah terlintas dalam hati kita tentang rumah itu? Pernahkah kita berencana dan bermimpi memiliki rumah yang indah, di akhirat, bukan di dunia? Bagaimana kita membayangkan kesan akhir yang kita tinggalkan pada keluarga, setelah kita berpisah dengan mereka di dunia? Kebanggaankah atau kebalikannya? Apakah mereka juga akan berkata, kita lebih mencintai dan menginginkan rumah akhirat?

Saudaraku,
Syaikh Ahmad Yasin memberi palajaran besar bagi kita tentang keyakinannya pada keputusan Alloh swt. Bahwa apa yang diputuskan oleh Alloh tetap akan terjadi, apa pun usaha yang kita lakukan. Syaikh Ahmad Yasin juga memberi pendidikan langsung kepada siapa pun, tentang batas apa yang harus diberikan seseorang yang menginginkan mati di jalan Alloh.

Sekitar lima menit sebelum rudal Israel ditembakkan ke arahnya, syaikh yang duduk di kursi roda itu, seorang anaknya, Abdul Ghani sempat mengingatkannya untuk berhati-hati dengan mengatakan, “Ayah, ada pesawat pembunuh di atas”. Apa jawaban syaikh Ahmad Yasin ketika itu? “Ya. Saya disini sedang menanti pesawat pembunuh itu juga”. Benar-benar tak ada keraguan dan ketakutan sedikit pun.

Saudaraku,
Kita di sini, sedang menanti detik demi detik kematian yang pasti menjemput. Menunggu saat kita menarik nafas terakhir, dan menghembuskannya lagi untuk yang terakhir. Saat udara dingin merayap dari ujung jemari kaki hingga bagian kepala. Saat mata terkatup dan tak bisa dibuka lagi. Ketika badan terbujur dan tak bisa bergerak. Ketika kita masuk dalam keranda, dan diangkat oleh anggota keluarga dan teman-teman kita.

Setelah itu,
Biarlah orang-orang berbicara tentang kita.

Tarbawi edisi 83 Th. 5

Setiap Kita Pasti Punya Keunikan

Namanya Qois. Lengkapnya Qois bin Sa’ad bin Ubadah. Ia putra pemimpin suku Khozroj yang bersama Sa’ad bin Ubadah telah menjadi pemimpin, meskipun usianya masih muda. Orang-orang Khozroj berkata, “Seandainya bisa, pasti kami pinjamkan jenggot pada Qois agar ia menjadi lebih berwibawa”. Qois seorang yang cerdik dan cemerlang otaknya. Ia berkata tentang dirinya, “Jika bukan karena Islam, niscaya aku akan membuat satu rencana dan makar yang tak mampu dihadapi oleh orang Arab”. Ia memiliki banyak ide dan taktik.

Dia seorang yang sangat pemurah lagi dermawan sampai-sampai Umar dan Abu Bakar mencemaskannya karena sikapnya itu. Keduanya berkata, “Kalau anak muda ini kita biarkan pada kedermawanannya, pasti harta orangtuanya akan habis”. Ketika mengetahui hal itu, ayah Qois melaporkannya kepada Rosululloh saw seraya berkata, “Siapa yang mencegahku dari mengikuti Abu Quhafah (Abu Bakar) dan Ibnul Khoththob?”

Qois seringkali memberi pinjaman kepada seorang yang datang kepadanya untuk berhutang. Akan tetapi setelah jatuh tempo, ia mengatakan kepada orang yang berhutang, “Kami tidak akan mengambil kembali apa yang telah kami berikan”.

Qois meninggal sebagai orang zuhud, sekalipun ia kaya raya, taqwa dan banyak membela kebenaran. Dialah sahabat yang pernah berkata, “Sekiranya aku tidak mendengar Rosululloh saw bersabda bahwa makar dan tipu daya itu akan berada dalam neraka, niscaya aku menjadi orang yang paling ahli membuat makar dari ummat ini”.

Melihat potret Qois di atas, satu hal yang sangat mendasar perlu digarisbawahi, ialah bahwa seorang Qois hidup dengan keunikannya yang khas: seorang ahli strategi yang sangat kaya ide.

Keunikan itulah yang kemudian ia gunakan untuk memimpin. Itu pula yang memberi dia argumentasi untuk memilih menjadi seorang dermawan. Tetapi yang lebih penting dari itu ialah, bahwa keunikan itu sendiri tidak memberi apa-apa, ketika ia tidak mengantarkan pemiliknya untuk memilih jalan hidup yang sah di mata Alloh.

Seorang Qois, kalau mau, bisa menjadi tukang tipu dan pakar makar yang mengerikan. Itulah keunikan yang dimiliki dirinya. Tapi ia tidak mengambil jalan itu. Justru ide-ide cemerlangnya lebih banyak ia gunakan untuk kebaikan.

Seperti juga Qois, setiap kita lahir dengan keunikan yang berbeda. Tidak harus luar biasa semuanya. Sebab sebenarnya menjadi unik itu saja sudah cukup luar biasa. Itu semacam watak dasar, bakat bawaan atau juga kecenderungan khusus yang masing-masing kita memilikinya secara berbeda. Di sanalah bibit keunikan itu bersemayam. Selebihnya tergantung bagaimana kita menyemainya, merawatnya dan menumbuhsuburkannya menjadi perangai utama yang baik dan prilaku dominan yang mulia.

Bibit itu bisa menjadi tanaman yang buruk, bisa juga menjadi tanaman yang baik. Sekali lagi segalanya tergantung pada diri kita masing-masing. Persis seperti penegasan Rosululloh, bahwa manusia itu seperti tambang emas dan perak. Yang paling baik di masa jahiliyah adalah juga yang paling di masa Islam, jika mereka mengerti.

Seperti seorang Umar, wataknya yang keras di masa sebelum Islam, menjadi keunikannya sendiri setelah masuk Islam. Ia menjadi sangat keras bila membela kebenaran. Begitu juga dengan sahabat-sahabat yang lain.

Maka keunikan adalah harga. Yang dengannya kita membeli banyak pilihan dalam hidup. Tetapi lebih jauh, keunikan itu harus menjadi harga yang dengannya kita memohon surga Alloh swt. Dengan menjadikan keunikan itu sebagai energi dan kekuatan pendorong yang dahsyat, untuk kita memilih jalan yang diridhoi Alloh.

Maka menjadi orang yang lahir dengan watak keras, tidak selalu salah. Terlahir dengan bawaan lemah lembut, tidak selamanya keliru. Tumbuh menjadi orang yang berjiwa besar, haus prestasi dan cinta keindahan, tidak sepenuhnya salah. Asal, semua itu mampu mengantarkan pemiliknya untuk memilih jalan hidup yang benar, yang disukai Alloh swt. Maka watak kerasnya harus digunakan untuk membela kebenaran. Seperti juga yang lembut hati dan perasa, harus menggunakan keunikan dirinya untuk mengukur tingkat sensitifitas dirinya terhadap keburukan. Sehingga ia cepat terhindar dari penyimpangan, meski baru di ujung permulaannya, sebab hatinya telah memberikan sinyal yang tidak menyenangkan. Begitu pula yang cinta akan keindahan, berjiwa petualang, tidak pernah puas dan rindu akan dedikasi yang bermutu, harus menjadikan semua watak khasnya itu untuk jalan kebaikan. Ia harus menjadi seorang Muslim yang harus berprestasi dan amal baik yang berguna bagi diri dan orang lain.

Begitu seterusnya, seorang Muslim justru bisa menjadi besar dengan keunikannya, dan bukan sebaliknya. Sebab ujung pengharapannya ia memohon kepada Alloh. Mengharap akan surga-Nya, merindukan keridhoannya. Itu pengharapan yang tak pernah usai hingga akhir menutup mata. Maka setiap waktu adalah harapan baru, capaian baru, untuk segala aktualisasi dan penumpahan keunikan-keunikan itu di jalan kebaikan.

Setiap kita lahir dengan keunikan masing-masing. Setiap kita lahir dengan kelebihan masing-masing. Tidak ada orang yang hidup, kecuali ia telah memiliki kelebihan masing-masing. Keterbatasan justru memberi kita perbedaan. Manusia ada yang hebat dan ada yang biasa-biasa saja. Tetapi masing-masing adalah keunikan. Sebab menjadi unik tidak harus hebat. Meski sejatinya menjadi unik adalah kehebatan alami tersendiri.

Dalam bahasa al-Qur’an, Alloh menjelaskannya bahwa, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”. (Qs. Al-Isro’: 84). Ayat itu secara inspiratif bisa dirasakan, bahwa setiap orang akan menjalani hidupnya berdasarkan modal keunikannya masing-masing. Tetapi diujung akhir ayat Alloh juga menjelaskan, bahwa Alloh Maha Tahu mana yang menggunakan keunikannya untuk jalan yang benar dan mana yang menggunakannya untuk jalan keburukan.

Para ulama tafsir memang menjelaskan secara beragam maksud ayat di atas. Tetapi secara umum maksudnya sama. Ibnu Abbas berkata, “Sesuai dengan sisinya, arah dirinya”. Adh-Dhohhak dan Mujahid berkata, “Sesuai dengan tabiatnya dan pada batas-batasnya”. Ibnu Zaid mengatakan, “Atas agamanya yang baik”. Qotadah mengatakan, “Sesuai dengan niatnya”. Al-Farro mengatakan, “Sesuai dengan metode dan madzhabnya yang bentuk atasnya”. Muqotil mengatakan, “Sesuai dengan wataknya”.

Sementara Ibnu Katsir menjelaskan, adapun maknanya, bahwasanya setiap orang berbuat sesuai apa yang ada pada dirinya (aslinya) dan akhlaknya yang telah ia biasakan. Dan ini adalah celaan bagi orang kafir dan pujian bagi orang yang beriman.

“Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang benar jalannya”, yaitu dengan orang yang beriman dan yang kafir, dan apa saja yang akan diterima oleh masing-masing dari mereka.

Setiap kita pasti terlahir dengan keunikan. Maka siapapun kita, menjadi besarlah dengan keunikan itu. Tetapi orang-orang yang membesarkan keunikannya kadang merasa sepi. Pada saat ia harus menekuni keunikannya menjadi keahlian. Sebab hanya sedikit orang yang benar-benar bisa menjadi ahli. Artinya ia memilih jalan yang tidak ramai, jalan yang sunyi. Itu harga yang harus ia bayar. Tapi ia mengerti bagaimana menghibur hati dan menyemangati jiwanya. Justru di saat keunikan menjadi puncak keahlian dan kepakaran, seorang Muslim berharap punya modal lebih banyak untuk memohon surga Alloh Yang Maha Luas. Begitulah seorang Muslim menghibur rasa sunyinya.

Alangkah Maha Pengasihnya Alloh, yang memberi kita keunikan beda. Tetapi sudahkah kita mengerti apa keunikan kita?

Tarbawi edisi 86 Th. 5

Bahaya Sikap Sombong dan Senioritas

Doa dan harap kita kepada Alloh swt, semoga kita selalu diberikan curahan rahmat dan inayah-Nya serta kesabaran dalam menapaki jalan dakwah yang begitu panjang dan penuh dengan berbagai rintangan dan hambatan, hanya ridho-Nya yang senantiasa kita harapkan selama kita juga ridho dengan kewajiban dakwah ini, tulus ikhlas dalam menjalankannya, senang terhadap tugas-tugas yang kita emban.

Alloh memberikan kepercayaan kepada kita untuk meneruskan risalah para nabi, khususnya misi dan ajaran Nabi Muhammad saw. Suatu penghargaan besar dari Alloh swt yang telah mentakdirkan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang dapat berhimpun dalam gerakan dakwah; sebab jika kita hormati penghargaan Ilahi ini, kita respon positif amanat tersebut, insya Alloh, hasil dan dampaknya tak akan sia-sia, kemuliaan dunia akhirat akan diberikan sesuai dengan janji Alloh swt:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (31) نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (32) وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33)

Sesungguhnya yang berikrar Robb kami adalah Alloh, kemudian beristiqomah, niscaya para Malaikat turun (membawa berita), jangan kalian merasa takut dan sedih, bergembiralah dengan syurga yang dijanjikan. Kami adalah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat kelak, di sana bagi kalian apa yang diinginkan dan yang diminta. Yang diturunkan dari Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang berdakwah ke jalan Alloh dan beramal shalih serta berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (Qs. Fushilat: 30-33)

Penghargaan Alloh terhadap kita tersebut bukan untuk dibanggakan, lalu merasa tinggi hati, apalagi ujub –na’udzubillah min dzalik- terhadap diri dan menyombongkan diri dengan meremehkan orang lain. semua itu perbuatan terlarang, bahkan tidak pantas rasanya seorang yang diberikan kemuliaan sebagai dai melakukan sikap dan perbuatan itu.

Lebih dari pada itu, sikap dan perilaku sombong, serta merasa tinggi hati mengakibatkan kerusakan struktur hubungan antara sesama. Bayangkan! Jika manusia saling merendahkan dan meremehkan yang satu dengan yang lainnya. Tidak saling hormat, tidak ada kewibawaan, tidak ada trust (saling tsiqoh), tidak ada etika, tidak menghormati tata susila, apa jadinya kehidupan ini jika itu yang terjadi?

Apa gerangan yang membuat seseorang menjadi sombong, merasa tinggi, merasa lebih hebat dari orang lain? Ilmu yang dimilikinya? Tidak ada yang harus dibanggakan dari ilmu yang kita miliki. Ilmu itu pada hakikatnya milik Alloh, Dia mengajarkan kepada kita sedikit dari ilmu-Nya, maka justru ilmu itulah yang seharusnya memberikan rasa takut kepada Alloh:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Alloh dari hamba-hamba-Nya adalah para ulama”. (Qs. Fathir: 28)


Atau seseorang bangga dan merasa tinggi hati karena amal-amal dan aktivitas ibadahnya yang begitu banyaknya? Bukankah seharusnya semakin tinggi keimanan seseorang dan ketaqwaannya, semakin ia merendahkan hatinya, baik ke hadirat Alloh swt, maupun kepada manusia (Adzillatin ‘alal Mu’minin a’izzatin ‘alal kafirin), rendah hati di hadapan orang beriman dan tegas di hadapan orang kafir. Nabi Muhammad saw saja sebagai khoiru kholqilloh (sebaik-baik makhluk Alloh) dan orang yang paling taqwa dari umatnya, masih dipesankan Alloh swt dalam firman-Nya:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِي

“Rendahkanlah hatimu kepada pengikutmu orang-orang mukminin (Qs. asy-Syu’aro: 215).

Bahkan merasa lebih banyak amalnya, lebih tinggi kedudukannya di dalam aktivitas dakwah karena merasa lebih dulu aktif dan lebih senior, akan membuat dirinya lebih hina dan lebih buruk dalam pandangan Alloh swt. Simaklah pesan-pesan teladan kita Nabi Muhammad saw:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكُهُم

“Jika kamu mendengar seseorang berkata “semua orang rusak”, maka dialah orang yang paling rusak” (HR. Muslim)

حَسْبُ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِم

“Cukuplah keburukan seseorang, karena ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).

Atau ada seseorang yang sombong hanya lantaran keturunan dan keluarga besarnya? La haula wala quwwata illa Billah.


Renungkan kisah Nabi Muhammad tentang 2 orang yang bertikai lantaran saling berbangga dengan kehormatan keluarga besar dan keturunannya. Yang satu berkata kepada kawannya, ”Tahukah kamu siapa aku, aku ini adalah anak keturunan si Fulan, sedangkan kamu seorang anak yang tak punya ibu!” Lalu Nabi mengingatkan seraya bersabda; ”Ada 2 orang yang saling berbangga dengan keturunannya di hadapan Nabi Musa a.s. Salah seorang mereka berkata; “Aku adalah anak keturunan si Fulan bin Fulan ”, ia sebutkan sampai 9 keturunan. Kemudian Alloh mewahyukan kepada Nabi Musa, “Katakanlah wahai Musa kepada orang yang berbangga tersebut, 9 keturunanmu itu adalah ahli neraka dan engkau yang kesepuluhnya.” (Riwayat Abdulloh bin Ahmad dalam Zawaid al-Musnad dengan sanad yang sahih, dan Imam meriwayatkannya mauquf pada Muadz dengan kisah Musa saja).

Nabi Muhammad saw juga mengingatkan dalam sebuah hadits,
“Seorang yang berbangga dengan keturunannya, sungguh ia menjadi arang api neraka, atau lebih rendah dari hewan yang bermain-main di kotoran sampah” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, beliau meng-hasan-kan hadits ini).


Salah satu fikroh dakwah kita adalah “Salafiyah” yang menuntut kita untuk meneladani pendahulu kita yang shalih dalam sifat rendah hati mereka. Tidak ada yang merasa lebih hebat betapapun tinggi ilmu yang mereka miliki. Mereka tidak merasa lebih senior betapapun mereka lebih dahulu berbuat dan aktivitas jihad mereka lebih banyak.

Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. memberikan keteladanan kepada umatnya dalam sikap tawadhu’, sebagaimana berita yang diriwayatkan Anas bin Malik, ia berkata,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ

“Meskipun (kita tahu) bahwa para sahabat adalah orang yang paling cinta kepada Rosululloh, namun mereka tidak pernah berdiri menyambut kedatangan Rosululloh saw, karena mereka tahu bahwa hal itu tidak disenangi Nabi saw” (HR. Tirmidzi, hadits hasan).

Aduhai… siapa yang tidak mengenal Abdur-Rohman bin Auf yang sangat disegani di kalangan kaumnya. Namun kepiawaian dan kesenioran beliau tidak membuat dirinya tinggi hati sampai kepada pelayannya sekalipun, hal itu dikisahkan oleh sahabat Abu Darda’, “…..Abdur-Rohman bin Auf sulit dibedakan dengan pelayannya, karena tidak nampak perbedaan mereka dalam bentuk lahiriyahnya”.


Duduk sama rendah berdiri sama tinggi, kira-kira peribahasa itulah yang digunakan. Demikian pula kehebatan Imam Hasan Basri dalam ilmu agama tidak memperdayakan dirinya menjadi seorang yang ‘sok’ atau merasa lebih hebat di hadapan teman-temannya. Suatu saat Hasan Basri berjalan dengan beberapa orang, orang-orang itu berjalan pada posisi di belakang Hasan Basri, maka Hasan Bashri pun mencegah mereka (melakukan itu), seraya berkata, “Tidak benar hal ini dilakukan setiap hamba Alloh?”.


Sosok tabi’in seperti Abu Sofyan ats-Tsauri ternyata juga benar-benar teruji sifat tawadhunya. Saat beliau berkunjung ke Ramallah (di Palestina), Ibrohim bin Ad-ham mengutus seseorang kepada Sofyan untuk meminta agar ia datang bersinggah ke rumahnya, seraya berkata, “Wahai Sofyan kemarilah untuk berbincang-bincang”. Sofyan pun mendatangi Adham. Ketika Adham ditegur seseorang “Mengapa kamu berbuat demikian”. Adham menjawab “Saya ingin menguji ke-tawadhu’- annya”.

Demikian pula jabatan dan kedudukan tidak layak dijadikan alasan untuk berbangga diri apalagi membusungkan dada “akulah orang besar”.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz ra kedatangan seorang tamu saat ia sedang menulis, saat lampu padam karena terjatuh, sang tamu pun berkata: Biarkan aku ambil lampu itu untuk aku perbaiki! 'Umar Sang Kholifah berkata: Tidak mulia seseorang yang menjadikan tamunya sebagai pelayan. Tamu itu berkata lagi, “Atau saya minta bantuan anak-anak. 'Umar Amirul Mukminin berkata: Mereka baru saja tidur (jangan ganggu mereka)”. Kemudian Sang Kholifah pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil lampu itu dan memperbaikinya sendiri. Tamu itu terheran-heran seraya berseru, “Wahai Amiril Mukminin, engkau melakukannya itu sendiri? Amiril Mukminin berkata, “Saat saya pergi saya adalah 'Umar, saat saya kembali pun saya adalah 'Umar, tidak kurang sedikit pun dari saya sebagai 'Umar. Sebaik-baik manusia adalah yang tawadhu di sisi Alloh swt.” Subhanalloh……

Orang-orang yang berhimpun dalam mahabbah dan keridhoan Alloh sejatinya mengenyahkan sifat sombong, ‘sok’, senioritas apalagi figuritas. Hiasilah diri Antum dengan tawadhu’, rendah hati, selalu merasa memerlukan tambahan ilmu, pengalaman dan merasa saling butuh dengan sesama ikhwah lainnya.

Akhirnya, ikhwah fillah terimalah taujih Robbani ini:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37) كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38)

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekalikali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu (Qs. Aِِl-Isro’: 37-38). Wallohu A’lam

Kekuatan Pikiran Bawah Sadar


“Pemborosan yang paling besar adalah di tanah pekuburan, karena mati sebelum dapat mengoptimalkan seluruh potensi.” 

– Andrew Ho – 



Manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya. Kekuatan terbesar dalam diri manusia itu terdapat pada pikiran. Tetapi kita jarang membuktikan kekuatan pikiran tersebut, sebab kita sering terjebak dalam zona nyaman atau kebiasaan tertentu. Sehingga selamanya tidak dapat mencari kemungkinan yang lebih baik atau perubahan nasib yang berarti. 



Oleh karena itu, milikilah target yang lebih tinggi untuk merangsang kekuatan dalam pikiran tersebut. Sebab target atau sasaran baru yang dipikirkan itu akan menggerakkan diri kita untuk melaksanakan tindakan. Apalagi jika diyakini target tersebut bakal tercapai, maka diri kita akan lebih siap menghadapi tantangan yang ada. 



Setelah tindakan-tindakan baru yang lebih konstruktif dikerjakan hingga berulang-ulang, maka tanpa disadari kita sudah banyak melakukan hal-hal penting hinga kita tiba di zona baru, dimana kita berhasil mencapai target yang didambakan. Itulah mengapa dikatakan bahwa manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pikiran bawah sadar. Kekuatan pikiran bawah sadar itu dapat dibangkitkan melalui 2 cara, yaitu: autosuggestion dan visualization



Autosuggestion 
Keinginan-keinginan kita merupakan informasi penting untuk pikiran bawah sadar. Sebab keinginan yang terekam kuat dalam pikiran bawah sadar sangat besar dapat menjadi daya dorong yang akan menggerakkan diri kita untuk berbuat sesuatu yang luar biasa. Keinginan yang sangat besar dan terekam dalam pikiran bawah sadar itulah yang dinamakan autosuggestion



Autosuggestion seharusnya dilakukan dengan penuh rasa percaya, melibatkan emosi dalam diri, dilakukan penuh konsentrasi terhadap objek yang positif, dan berulang-ulang. Selanjutnya, pikiran bawah sadar inilah yang akan mendikte gerak-gerik tubuh kita. Kekuatan yang ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar itu sangat dahsyat entah digunakan untuk melakukan perbuatan buruk atau baik. Kadangkala niat untuk melakukan sesuatu secara otomatis muncul dari pikiran bawah sadar. 



Autosuggestion akan mengetuk kesadaran (heartknock). Karena dilakukan berulang-ulang dan rutin, suatu ketika kata-kata tersebut akan menembus pikiran bawah sadar. Lalu pikiran bawah sadar itupun memompa semangat. Energi itu dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan impian hidup kita. 



Mungkin kegiatan autosuggestion ini akan dianggap aneh oleh orang lain. Tetapi itulah salah satu cara untuk mengubah diri dari dalam. Biasakan mendengar pola pikir positif dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang konstruktif. Jadi, jangan ragu untuk melakukan budaya-budaya yang potensial, menumbuhkan optimisme dan kreatifitas. 



Ada 5 (P) petunjuk dalam melakukan autosuggestion, yaitu; 
- Positive: pada saat melakukan autosuggestion, pikirkan hal-hal yang positif saja. 
- Powerful: lakukan dengan penuh keyakinan sebab dapat memberikan kekuatan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa. 
- Precise: keinginan yang hendak dicapai harus sudah dapat dideskripsikan, karena pikiran bawah sadar hanya bisa menyusun berdasarkan kategori. 
- Present Tense: dalam bentuk keinginan saat ini, bukan keinginan di masa lalu atau akan datang. 
- Personal: lakukan perubahan positif terhadap diri sendiri terlebih dahulu. 



Visualization 
Bila kita menginginkan sesuatu maka pikiran bawah sadar akan menggambarkan apa yang didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikan impian terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali karya-karya spektakuler di dunia ini. Marcus Aurelius Antonius, seorang kaisar Romawi jaman dahulu mengatakan, “A man’s life is what his thought make of it – Kehidupan manusia ialah bagaimana mereka memikirkannya.” 



Sesuatu yang selalu divisualisasikan manusia akan mudah terekam dalam pikiran bawah sadar. Lalu muncul kekuatan pikiran tersebut, yang berperan sebagai penghubung antara jiwa dengan tubuh. Sehingga tubuhpun bereaksi dengan mengerahkan seluruh potensi yang sebelumnya tidak pernah digunakan, dalam bentuk kreatifitas atau tindakan. Memvisualisasikan impian memungkinkan seluruh impian tercapai oleh pikiran bawah sadar. 



Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan potensi yang sama besar kepada manusia. Tidak ada ruginya membayangkan betapa berpotensinya diri kita untuk mencapai impian-impian. Berikut ini beberapa langkah dalam memvisualisasikan impian, yaitu: 



1. Mendefinisikan impian 
Mendefinisikan impian artinya memberikan batasan atau standar akan impian yang hendak dicapai. Kemudian, gambarkanlah semua impian seolah-olah Anda sudah sepatutnya meraih impian tersebut. Meskipun tindakan ini terkesan sederhana, tetapi dari gambaran impian itulah kita akan mencoba berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan dan akhirnya dapat meraih cita-cita. 



2. Menentukan target waktu 
Dambakan impian itu terwujud sesuai target yang telah ditentukan, sebab impian tanpa target waktu hanya akan menjadi mimpi sesaat. Impian dengan target waktu akan menggerakkan kesadaran untuk tidak segan-segan melakukan perubahan. Maka mulailah dari sekarang, Be the best, do the best, and then let God take care the rest – Jadilah yang terbaik, lakukan yang terbaik, biarlah Tuhan yang menentukan. Potensi yang kita miliki kelihatannya sangat sayang jika tidak dioptimalkan. 



3. Melakukan berulang-ulang 
Melakukan ulangan artinya mengkondisikan diri kita untuk lebih sering ingat akan impian kita. Jika sering ingat, maka perlahan-lahan impian itu akan tertanam di alam pikiran bawah sadar. Bila pesan sudah diterima oleh SCM (sub-conscience mind), maka dia akan menggerakkan diri kita untuk menciptakan keputusan atau menjadikan kita lebih kreatif. 



Jika impian lebih sering diimajinasikan ternyata dapat melipatgandakan kekuatan dari pikiran bawah sadar. Imajinasi yang diulang-ulang ini akan secara tidak langsung merangsang ilusi akan kenyataan yang luar biasa tentang potensi kita sebagai umat manusia. Sehingga diri kita akan berusaha keras mencapai impian yang divisualisasikan. Begitulah seterusnya kekuatan pikiran bawah sadar bekerja dan dibangkitkan, hingga perubahan besar terjadi dalam diri kita pada suatu waktu.



Sumber: Kekuatan Pikiran Bawah Sadar oleh Andrew Ho

5 Tipe Karyawan di Kantor Kita

Pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini didekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini sama sekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karena makna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri. Silahkan dibaca dan direnungkan, tipe yang manakah Anda?

(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)

1. Karyawan/Pejabat “Wajib”
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri: keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
  • Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiakan siapapun yang berjumpa dengannya.
  • Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
  • Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang merasakan bahagia dan senang dengan kehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan/Pejabat “Sunnah”
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah: kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.

3. Karyawan/Pejabat “Mubah”
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah: ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudhorot, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktif lainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajari latar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.

4. Karyawan/Pejabat “Makruh”
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah: adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.

5. Karyawan/Pejabat “Haram”
Ciri khas dari kelompok ini adalah: kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan “ketiadaannya”. Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfitnah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah “trouble maker”.

Lelaki yang Gelisah

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

* * *

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini: "Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya. Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli   alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf."


Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir di mata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, "Mama, saya bangga jadi anak Mama." Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.