Jumat, 30 Oktober 2020

Sejarah Islam di Nusantara

Oleh: Dr. Purwadi, SS., M.Hum

Prodi Pendidikan Bahasa Jawa, FBS, UNY

Kemegahan peradaban Islam di Nusantara merupakan manifestasi konsep rahmatan lil 'alamin. Kewibawaan kemuliaan kejayaan kemakmuran itu terwariskan secara nak tumanak run tumurun. Muncullah istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negara kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.

Pada jaman keemasan Kraton Demak Bintara, hubungan diplomasi maju sekali. Raden Patah Syah Alam Akbar menjalin kekerabatan dengan Kasultanan Palembang, Siak, Deli Serdang, Samudra Pasai, Banjar, Goa, Talo, Tamasek, Ternate, Tidore. Kanjeng Ratu Kalinyamat menikah dengan Sunan Hadirin, bangsawan Aceh yang menjadi pengusaha kaya raya. Pada tahun 1507 Pangeran Hadirin mendirikan perusahaan ekspor yang meliputi bidang kayu jati, ukir ukiran, gamping, pelayaran, perahu, minyak tanah, burung perkutut dan padi Gaga. Keuntungan besar ini disumbangkan buat penyebaran Islam di tanah Jawa. Sunan Hadirin dan Ratu Kalinyamat sponsor dakwah Islamiyah yang dilakukan Wali Sanga.

Penyebaran Islam masuk di perkotaan, pedesaan dan pegunungan. Kader Wali Sanga giat berdakwah. Sebut saja Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Piring Ngapus, Ki Ageng Pandhanaran. Para guru besar Islam ini berjasa dalam mendirikan kerajaan Islam Pajang. Rajanya bernama Joko Tingkir atau Mas Karebet. Kelak bergelar Sultan Hadiwijaya. Dari garis Pangeran Benowo lantas berkembang pengajaran ala Pesantren.

Kraton Mataram sebagai kerajaan Islam tampil sebagai negara pertanian yang makmur. Kesusasteraan tampil sebagai sarana untuk membentuk karakter yang berbudi luhur. Kitab susastra Mataram senantiasa mengandung pendidikan akhlakul karimah. Taaruf, tafahum  dan taawun menjadi ciri khas pengajaran humaniora Mataram. Ajaran manunggaling kawula gusti memuat doktrin teologis, sosiologi, dan antropologis. Hasilnya adalah keselarasan sosial.

Pasca Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755, masyarakat Jawa tambah aktif dan produktif. Perkembangan bangunan material spiritual memang mengagumkan. Pemimpin politik sosial dan budaya berhasil merumuskan gagasan agung. Jarak antar Kabupaten sejauh 30 km. Jarak antar pasar sejauh 5 km. Tiap kota terdapat alun-alun, Masjid, kantor Kabupaten, dan pasar. Keteraturan ini membuahkan kemuliaan. Di pulau Jawa banyak investor hebat dan pro rakyat. Sebut saja perkebunan teh, kopi, sawit, karet, cengkeh, dan tembakau. Lapangan kerja terbuka lebar. Karier mudah dirintis. Semua elemen masyarakat sejahtera. Malah berdiri pabrik gula sebanyak 176 buah. Subhanallah. Prestasi gemilang orang Jawa ini perlu disyukuri.

Dalam bidang kebudayaan tampil membuat batik, gamelan, kuliner, gendhing, tari yang memukau bangsa di seluruh dunia. Masyarakat Jawa menunjukkan jatidiri sebagai insan kamil. Rum kuncaraning bangsa, dumunung ing luhuring budaya.

___________________

Ditulis oleh Purwadi, Jl Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta.  Kamis, 20 Februari 2020.
Sebagai bahan diskusi buku dengan judul Sejarah Islam di Nusantara, yang diselenggarakan Yayasan Abdurrahman Baswedan, Jum’at, 21 Fenriari 2020, di Sekretariat Yayasan, Perumahan Timoho Asri IV, No. B9C Yogyakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar