Kamis, 05 Mei 2016

Geng di Sekolah Dasar

Membaca paper bertajuk Schools as Safe Havens: A Primary Grade Gang Prevention Program (Sekolah sebagai Tempat Berteduh yang Aman: Program Pencegahan Terbentuknya Geng di Sekolah Dasar) tulisan Penelope Theisen and Karla Stewart Johnson terasa ada menyesak di dada. Ini memang tulisan lama, tahun 1997 (sudah sangat lama, ya), tetapi saya merasa khawatir bahwa fenomena geng untuk untuk jenjang SLTP saja seharusnya tidak terjadi, benar-benar mulai ada di sebagian sekolah dasar. Setidaknya inilah catatan dari beberapa perjalanan saya.

Paper Theisen & Johnson merupakan tulisan yang membahas isu krusial, tidak menyenangkan, tapi sangat perlu diketahui untuk mengenali ada tidaknya potensi geng. Menggabungkan dengan literatur lain, ada beragam geng yang sangat mungkin muncul, meskipun terbentuknya geng di SD merupakan mimpi buruk.

Geng kerapkali berhubungan dengan potensi delinkuensi atau kenakalan serius, setidaknya mempengaruhi iklim kelas sehingga tidak positif. Di negara dimana kualitas hubungan dan ikatan emosi anak dan orangtua kurang kuat, sementara dukungan sosial dari lingkungan juga lemah, geng lebih wajar (bukan berarti itu baik) terbentuk masa SMP. Tetapi terbentuknya geng di sekolah dasar, terlebih jika masuk kategori starter gang (geng benih delinkuensi awal) sangat mengkhawatirkan.

Perlu penanganan khusus terhadap gang leader (pemimpin geng) maupun pencetusnya dan penanganan terpadu terhadap anak yang ikut geng maupun terdampak. Ini berarti sekolah perlu memilah-milah secara cermat agar tidak salah alamat dalam memberikan penanganan.

Anak yang terdampak memiliki beberapa tingkatan dan keadaan. Ada yang terdampak secara langsung dengan berbagai varian akibatnya, baik ketergantungan dalam arti dependence, ketergantungan dalam konteks sub-ordinasi maupun kelekatan tidak aman. Ini hanyalah sedikit dari contoh dampak yang dimungkinkan timbul. Lebih jelasnya, sebagaimana pernah saya tulis di halaman ini juga, kita perlu menelusuri secara etiologis. Jika hanya memperhatikan secara simptomatik, akar masalah tak dapat diurai.

Anak yang sejak awal memiliki risiko (student at risk) nakal, gagal belajar, dan apalagi terlihat jelas kecenderungan untuk punya geng, harus langsung ditangani secara terencana agar risiko tersebut tidak meluas kepada anak-anak lain dan secara umum menghambat iklim kelas. Dengan demikian, masalah tidak perlu berkembang ke tingkat sangat serius hingga jenjang kelas berikutnya. Lebih segera lebih baik hasilnya.

Mohammad Fauzil Adhim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar