Sabtu, 07 Mei 2016

Nakal Itu Ada Tahapnya

AWALNYA perilaku tidak patut atau “sekedar” perilaku yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, misalnya mengantuk saat pelajaran sedang berlangsung. Ini tampaknya biasa, tetapi jika tidak segera memperoleh penanganan yang memadai dapat berkembang menjadi perilaku yang mengganggu atau berubah menjadi kenakalan. Ini dua arah yang mungkin akan terjadi manakala perilaku tidak patut (inappropriate behavior) dibiarkan terjadi, yakni menjadi perilaku mengganggu (disturbing behavior) yang arahnya kepada penyimpangan atau perilaku nakal (challenging behavior) yang jika dibiarkan dapat menjadi bibit kriminalitas.

Mengantuk tampaknya merupakan hal yang sangat lumrah ketika kita sudah benar-benar perlu tidur. Tetapi mengantuk di kelas adalah hal yang sangat berbeda. Kita tidak dapat serta-merta menganggapnya wajar. Ada banyak kemungkinan yang menyebabkan anak mengantuk di kelas; boleh jadi karena kurang tidur, boleh jadi karena ada problem emosi, persoalan dengan teman sekelas atau berbagai kemungkinan lain yang harus digali dulu oleh guru untuk memastikan sebabnya. Bahkan seandainya anak mengantuk karena kurang tidur, bukan berarti masalah telah selesai. Kita perlu telusuri atas sebab apa anak kurang tidur. Jika sebabnya merupakan hal yang dapat dimaklumi, maka sekolah perlu memastikan agar masalah tersebut (mengantuk di kelas) tidak berlanjut hingga hari-hari berikutnya. Dengan demikian, masalah tidak perlu berkembang lebih parah dan menular ke teman-temannya.

Contoh terbaik tentang mengatasi masalah sejak masih berupa gejala itu kita dapati pada diri Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mari kita ingat sejenak hadits berikut ini:

Dari ‘Umar bin Abi Salamah rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: Dulu aku adalah anak kecil yang berada di bawah pengasuhan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Ketika makan, tanganku berpindah-pindah ke sana kemari di atas piring. Maka beliau bersabda kepadaku:

يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

“Wahai Anak, sebutlah nama Alloh, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang ada di dekatmu.”(HR. Bukhori dan Muslim).

Mari kita perhatikan hadits ini. Ada hal yang tidak patut, meskipun wajar dilakukan oleh anak-anak, tetapi segera diluruskan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Kekeliruan segera diperbaiki tanpa mencela sehingga tidak perlu berlarut-larut dan menulari yang lain. Kekeliruan itu memang wajar dan kita menyadari hal tersebut. Justru di situlah terdapat kewajiban untuk segera memperbaiki sebagai salah satu tugas pendidik.

Jika sekolah dan khususnya guru sigap menangani perilaku tidak patut yang ditunjukkan siswa sejak awal kemunculannya, maka tidak perlu terjadi situasi memusingkan akibat banyaknya anak yang harus ditangani setiap hari. Pembelajaran juga lebih kondusif sehingga guru tidak sampai kelelahan menangani anak-anak yang kehilangan gairah belajar maupun para siswa yang bertingkah menjengkelkan. Penanganan lebih awal juga memungkinkan terciptanya iklim belajar yang menyejukkan hati dan menjadikan siswa maupun guru senantiasa rindu untuk hadir di kelas.

Pembicaraan tentang perilaku tidak patut ini sebenarnya bukan hanya untuk guru sebab beragam perilaku tidak patut dapat terjadi baik di sekolah maupun di rumah. Saya membahasnya dari sisi seorang guru semata karena contoh yang saya gunakan, yakni mengantuk, lebih mudah membayangkan sebagai hal tak wajar di kelas. Tetapi perilaku tidak patut itu dapat beragam bentuknya.

Apa yang terjadi jika perilaku yang tidak pada tempatnya itu kita biarkan?

Pertama, perilaku tidak patut (inappropriate behavior) tersebut bukan saja tidak berhenti, lebih dari itu dapat berkembang serius sehingga lebih sulit mengatasinya.

Kedua, masalah yang awalnya terjadi pada satu orang dapat menular ke anak-anak lain, setidaknya mengganggu anak-anak yang lain.

Ketiga, perilaku tidak patut yang awalnya sederhana dapat berkembang lebih parah kepada dua kemungkinan, yakni yang mengarah pada penyimpangan dan yang mengarah pada kriminalitas.

Selengkapnya, mari kita perbincangkan lebih rinci.

Penyimpangan Itu Bermula dari Sini
Pada mulanya, perilaku tidak patut itu ada yang dilakukan secara sengaja, ada pula yang tidak sengaja. Anak memperoleh keasyikan dari perilaku tersebut sehingga mendorongnya untuk melakukan kembali, meskipun hal tersebut tidak menyenangkan orang lain. Bisa juga anak melakukan berulang kali bukan karena menemukan keasyikan, tetapi tak ada yang meluruskan perilakunya yang tidak sesuai tersebut sehingga berkembang menjadi perilaku yang mengganggu orang lain (disturbing behavior), meskipun ia tidak bermaksud mengganggu. Anak memiliki kebiasaan yang tidak menyenangkan, menjengkelkan atau sangat mengganggu orang lain. Kebiasaan ini berkembang, sekali lagi, bukan dimaksud untuk menyerang orang lain. Anak mungkin memperoleh keasyikan dan mengabaikan bahwa hal itu menjengkelkan orang lain.

Contoh tentang ini, misalnya buang ingus dan mengeluarkan bunyi tak menyenangkan saat membersihkan ingus. Ini awalnya tindakan wajar. Tetapi karena tak diluruskan, ia mengulang-ulang perilaku itu, terlebih jika anak senang melihat reaksi jijik dari orang lain. Pada akhirnya lekat pada dirinya perilaku yang sesungguhnya sangat mengganggu orang lain (disturbing behavior) tersebut.

Jika perilaku mengganggu itu masih berlanjut dan tak diluruskan, boleh jadi berkembang lebih serius, meskipun ada kemungkinan untuk terhenti hanya sebagai perilaku mengganggu. Tingkat lebih parah dari perilaku mengganggu adalah perilaku menyimpang (deviant). Ini lebih parah dibanding perilaku mengganggu yang sifatnya berulang, tetapi masih ada peluang untuk ditangani oleh ahli. Dalam hal ini, orangtua maupun guru sudah memerlukan bantuan dari orang yang benar-benar ahli untuk mengatasinya.

Contoh, pada awalnya anak hanya main-main mengenakan pakaian lawan jenis, tetapi lama-lama menyukai. Ia makin sering mengenakan pakaian lawan jenis. Karena tak ada penanganan agar menghentikan, apalagi jika justru memperoleh dukungan berupa sambutan orang-orang sekelilingnya, maka ia dapat mengalami penyimpangan. Bukan hanya semakin menyukai pakaian lawan jenis, ia pun berperilaku, bertutur, dan bersikap seperti lawan jenis.

Ini merupakan tahap yang benar-benar sangat serius dan mengkhawatirkan, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi. Jika sampai tingkatan sangat parah ini pun masih dibiarkan, bukan tidak mungkin berlanjut sampai tingkat paling parah, yakni abnormal. Dan ini berawal dari menganggap perilaku tidak patut sebagai hal yang wajar, lalu membiarkan terjadi.

Bahkan Lebih Menakutkan dari Nakal
Adakalanya perilaku tidak sesuai itu berkembang ke arah abnormalitas sehingga perlu seorang ahli untuk melakukan terapi secara tuntas, meskipun tentu saja tetap berbeda keadaannya antara “barang yang pernah rusak” dengan “barang yang tak pernah bermasalah”. Tetapi adakalanya perilaku tidak sesuai itu berkembang menjadi kenakalan. Anak sengaja menyakiti atau mengganggu orang lain. Sebabnya bisa bermacam-macam. Selengkapnya, silakan baca Anak Nakal Itu Ada serta Memahami Perilaku Anak.

Sebagaimana perilaku tidak patut yang berkembang ke arah penyimpangan, kenakalan anak juga tidak tiba-tiba. Awalnya perilaku tidak patut, lalu berkembang menjadi perilaku nakal (challenging behavior) yang bertingkat-tingkat keadaannya, dari kenakalan yang ringan hingga cukup berat. Tetapi sejauh itu masih bersifat kenakalan, ada cara untuk mengatasinya. Yang paling pokok kesadaran kita bahwa itu merupakan kenakalan dan menyertainya dengan upaya mengatasi.

Menyadari kenakalan anak sangat berbeda dengan menjuluki (apalagi mengolok) nakal. Kadang ada orangtua yang ringan menyebut nakal, tetapi sesungguhnya menganggap kenakalan itu tidak ada. Ia hanya ringan mengucap nakal. Di sisi lain, menjuluki nakal bukanlah cara mengatasi kenakalan.

Apa yang terjadi jika perilaku nakal itu tak diatasi? Ia dapat berkembang lebih parah sehingga menjadi delinkuensi, satu bentuk kenakalan sangat serius yang sudah mengarah pada kriminalitas. Jika ini terjadi, perlu upaya benar-benar serius dan terpadu untuk mengatasinya. Tanpa adanya upaya yang sungguh-sungguh, delinkuensi itu dapat meningkat menjadi kejahatan (crime). Ini merupakan berita sangat buruk dan ironisnya telah terjadi di negeri kita; di negeri dimana para pakar dan trainernya banyak yang menganggap kenakalan itu tidak ada.

Sesungguhnya, kenakalan itu tidak hilang karena menghapus kata nakal. Kenakalan itu diatasi dengan mengetahui sebabnya dan menangani gejalanya.

Wallohu a’lam bish-showab.

MohammadFauzilAdhim

1 komentar:

  1. artikelnya sangat bagus gan.. jangan lupa berkunjung juga ke toko si nakal yang menjual berbagai macam kaos nakal

    BalasHapus