1. Gujarat
Seperti dikenalkan dalam buku-buku sejarah Indonesia dari produk zaman Orde Baru, bahwa asal mula Islam masuk di Indonesia adalah melalui pedagang dari Gujarat (India) pada abad ke-13. Teori ini disebut Teori Gujarat.
Seperti dikenalkan dalam buku-buku sejarah Indonesia dari produk zaman Orde Baru, bahwa asal mula Islam masuk di Indonesia adalah melalui pedagang dari Gujarat (India) pada abad ke-13. Teori ini disebut Teori Gujarat.
Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje menyatakan
bahwa Islam masuk Nusantara tak mungkin langsung dari jazirah Arab tanpa
melalui tasawuf yang berkembang di India.
Menurut Snouck, para pedagang dari Gujarat
pertama masuk melalui kesultanan Samudra Pasai.
Selain alasan trend tasawuf di India, Snouck
juga menyajikan alasan lain, yakni mengacu pada corak budaya Indonesia yang
akulturatif (persenyawaan material) dan sinkretis (persenyawaan
budaya-spiritual).
Alasan berikutnya adalah ditemukannya makam
Malik al Saleh yang wafat pada tahun 1297 dengan corak nisan yang Hinduistis.
Terakhir, adalah didasari oleh hubungan
bilateral (dari bidang ekonomi) kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan India
yang telah berlangsung lama.
Snouck tidak sendiri dalam mengangkat teori
ini. Terdapat beberapa tokoh yang sependapat dengan Snouck, yakni Clifford
Geertz -seorang berkebangsaan Amerika yang mencetuskan klanisasi
(memilah-milah) golongan Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Dan
Harry J. Benda (Amerika) yang menerbitkan buku hasil disertasinya berjudul “Bulan
Sabit dan Matahari Terbit” dan “Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin” karya Mitsuo Nakamura dari Jepang.
Kelemahan teori ini, Snouck tidak menjelaskan
di Gujarat menganut mazhab apa dan di Samudra Pasai berkembang mazhab apa.
Mungkinkah Islam masuk ke Samudra Pasai langsung mendirikan kekuasaan politik
atau kesultanan?
2. Persia
Tokoh Husein Djojodiningrat -seorang sejarawan Indonesia didikan Belanda- mencetuskan kajiannya bahwa masuknya Islam di Nusantara bukan melalui Gujarat, melainkan dari Persia (Iran/Irak) pada abad ke-13. Sehingga teori ini disebut Teori Persia.
Tokoh Husein Djojodiningrat -seorang sejarawan Indonesia didikan Belanda- mencetuskan kajiannya bahwa masuknya Islam di Nusantara bukan melalui Gujarat, melainkan dari Persia (Iran/Irak) pada abad ke-13. Sehingga teori ini disebut Teori Persia.
Alasan beliau mengangkat teori ini adalah
adanya kesamaan budaya antara Indonesia dengan Persia, yakni kesamaan perayaan
memperingati wafatnya Hasan-Husain seperti halnya di Persia. Pun di Indonesia
terdapat tokoh syaikh Siti Jenar dengan aqidah “manunggaling kawulo gusti;
menyatunya Alloh dengan pribadi” yang dibunuh oleh para Sunan seperti halnya
tokoh al-Hajjaj ibn Yusuf. Selain itu, adanya kesamaan sistem baca atau mengeja
huruf hijaiyah (= fat-hah tanwin, kasroh, dhommah).
Teori ini didukung oleh Prof. Dr. Abubakar
Atjeh.
Dengan mengangkat teori ini, tokoh-tokoh
tersebut ingin mengatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia bermazhab Syi'ah.
Teori ini mempunyai titik lemah pada
kenyataan sejarah bahwa tak semua rakyat Persia saat itu bermazhab Syi'ah.
Khilafah Abbasiyah di Irak umumnya penganut ahlussunnah wal jama'ah.
3. Cina
Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya berjudul “Runtuhnja Keradjaan Hindu Djawa dan Timbulnja Negara-negara Islam di Nusantara” menyebutkan bahwa Sultan Demak adalah peranakan Cina. Bahkan menyebutkan para Wali Songo adalah peranakan Cina. Beliau mendasarkan teori Cina ini dari Kronik Klenteng Sam Po Kong.
Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya berjudul “Runtuhnja Keradjaan Hindu Djawa dan Timbulnja Negara-negara Islam di Nusantara” menyebutkan bahwa Sultan Demak adalah peranakan Cina. Bahkan menyebutkan para Wali Songo adalah peranakan Cina. Beliau mendasarkan teori Cina ini dari Kronik Klenteng Sam Po Kong.
Dalam “Kronik Klenteng Sam Po Kong”, Sultan
Demak disebut Panembahan Jin Bun. Aryo Damar (pengasuh Jin Bun saat di
Palembang) bernama Swan Liong. Sultan Trenggono disebut Tung Ka Lo. Sunan Ampel
disebut Bong Swi Hoo. Sunan Gunung Jati disebut Toh A Bo.
Tak semua tokoh disebutkan nama Cinanya. Hal
ini yang menjadikan Prof. Dr. G. W. J. Drewes (Guru Besar Islamologi Univ.
Leiden) meragukan teori ini. Beliau menilai banyak kelemahan pada data dan
sistem interpretasinya. Selain itu, Slamet Muljana tidak menjelaskan secara
eksplisit tahun atau abad masuknya Islam -versi teori ini- ke Indonesia.
4. Makkah
Berbeda dengan ketiga teori di atas, Prof. Dr. Hj. Abdul Malik bin Abdul Karim (buya HAMKA) memaparkan teorinya dalam “Seminar Masuknya Agama Islam ke Indonesia” di Univ. Sumatera Utara.
Berbeda dengan ketiga teori di atas, Prof. Dr. Hj. Abdul Malik bin Abdul Karim (buya HAMKA) memaparkan teorinya dalam “Seminar Masuknya Agama Islam ke Indonesia” di Univ. Sumatera Utara.
Menurut beliau, Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke-7 M. Teori beliau disebut Teori Makkah.
Buya mendasarkan alasan teorinya pada
beberapa bukti, yakni terjalinnya kontak dagang Indonesia-Arab yang telah lama
terjalin sejak abad ke-2 sebelum Masehi (saya belum mendapatkan bukti-bukti
penguat untuk alasan yang ini, bahkan dari dosen di ma'had waktu itu). Selain
itu, terjadinya kontrak yang lebih konkrit dengan raja Ta Ceh (Mu'awiyah) yang
mengirimkan duta ke Jawa Dwipa yang saat itu di bawah kuasa Raja Kalingga dan
Ratu Shima.
Seperti kita ketahui, Raja Kalingga dan Ratu
Shima telah menerapkan hukum potong tangan bagi sesiapa yang mengambil barang
tanpa hak; meski barang itu tergeletak di tengah keramaian.
Ekses dari penegakan hukum Islam tersebut
mengakibatkan sebagian raja-raja Hindu menyingkir ke lereng Tengger dan Bali.
Beliau juga mendasarkan teori ini dari buku “Berita
Cina Dinasti Tang” yang menuturkan ditemuinya daerah hunian wirausahawan Arab
Islam di pantai barat Sumatera. Sehingga berdirinya kesultanan Samudra Pasai
pada abad ke-13 bukanlah awal masuknya Islam, melainkan perkembangan agama
Islam.
Selain itu, Buya memungkasi dalilnya dengan
menjelaskan bahwa mazhab yang dominan di Indonesia adalah mazhab Syafi'i, di
mana mazhab ini berhasil mencapai puncak keemasannya pada abad ke-7/8 M di
Arab.
Teori Buya Hamka ini didukung oleh J. C. Van
Leur dari Belanda dan Ahmad Mansur Suryanegara (Guru Besar Univ. Padjadjaran).
Satu lagi teori hasil analisis sejarawan
tentang masuknya Islam di Nusantara. N. A. Baloch dari Pakistan memaparkan
dalam bukunya “Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Nusantara Indonesia”,
bahwa masuknya Islam di Nusantara dibawa oleh pedagang Muslim yang memiliki
keahlian navigator atau muallim sekaligus wirausaha melalui penguasaan maritim.
Teori ini disebut Teori Maritim.
Melalui aktivitas inilah Islam diperkenalkan
di tempat-tempat mereka singgah. Teori ini menyebutkan bahwa proyek da'wah ini
terjadi pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M.
Proses pengenalan Islam ini berlangsung
selama 5 abad. Kemudian mulai abad ke-13 terjadi pengembangan Islam hingga ke
pedalaman oleh para wirausahawan pribumi. Sedangkan ekspansi Islamisasi di Aceh
terjadi pada abad ke-9 M.
Teori Gujarat sejatinya salah satu bentuk
pembelokan sejarah oleh kaum Orientalis.
Snouck adalah seorang arsitek.
Beliau pribadi yang cerdas. Pada usia 25
tahun sudah menyabet gelar Doktor dengan disertasi Fiqih Haji. Beliau juga
politikus ulung dengan nama samaran 'Abdul Ghofar.
Sahabat Snouck yang namanya Reflin
berkomentar, “Yang saya tahu tentang diri Snouck, sampai matinya ia bukan
seorang Muslim!” walau beristrikan anak kyai.
Doktrin Snouck untuk mengendalikan pergerakan
Islam adalah “Beri kebebasan berbicara agama. Tapi bila berbicara politik,
singkirkan!”
Selain itu, ada satu doktrin Snouck yang “sukses”
sampai sekarang: Ummat Islam harus digolong-golongkan!
Snouck itu sangat berbahaya sekali. Bahkan sampai sekarang teori dan strateginya masih digunakan.
BalasHapus