Eropa mulai
mengalami masa penemuan (Age of Discovery)
dan masa perluasan kekuasaan (Age of
Expansion) pada kisaran tahun 1450 sampai 1650. Pada masa itu peradaban di
Barat secara tersendiri berkembang dengan mengadopsi unsur-unsur atau
wujud-wujud budaya yang bermanfaat dari dunia Islam dan Byzanz. Kekuatan
kolonial utama Eropa pada saat itu adalah Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris,
dan Perancis. Bangsa-bangsa ini sebelumnya begitu tertinggal, sehingga baru
pada tahun 1350 mereka bisa melayari laut Tengah, ujung Barat di Spanyol dan
ujung Timur di Turki. Padahal lebih dari 1000 tahun sebelumnya orang-orang
Romawi telah melakukan hal yang serupa. Dan −pada abad ke-15− orang-orang Eropa
hanya mengetahui sedikit hal tentang permukaan bumi.
Peta dunia
yang dibuat pada tahun 1511 oleh Vessente Maggioli masih berdasarkan pada teori
bumi sebagai tanah yang sambung menyambung. Teori yang sudah usang ini
diciptakan pada abad ke-2 oleh Ptolomeus, orang Yunani-Mesir. Akibat dari
anggapan tentang bumi yang salah itu, Maggioli menggambarkan Amerika sebagai
kelanjutan dari Asia. Ia tidak tahu bahwa beberapa benua dipisahkan oleh laut.
Di akhir
abad pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan kemudian menyebabkan munculnya
perubahan besar dan cepat (revolusi) di Eropa. Hal itu ditandai pula dari
penemuan Nicolaus Copernicus yang membawa teori Heliosentris (helios=
matahari, centrum= pusat), artinya
tata surya ini berpusat pada matahari. Teori Heliosentris ini membantah teori
lama yang bersifat Geosentris (geos= bumi, centrum= pusat) yang didukung dan disahkan oleh gereja sebagai
salah satu ajaran resmi para penganut Katholik. Ajaran geosentris ini pada
perkembangannya telah melahir-kan suatu pandangan bahwa bumi ini datar seperti
meja.
Bersamaan
dengan masa Heliosentris, bangsa-bangsa Eropa juga mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang geografi dan teknologi. Sebelumnya, mereka memang
tertinggal selama berabad-abad lamanya oleh bangsa Romawi dan bangsa Islam.
Tetapi, mereka tetap berlomba-lomba untuk mengarungi samudra meskipun belum
yakin betul apakah dunia ini benar bulat seperti bola atau datar seperti meja.
Mereka amat berambisi membangun wilayah-wilayah pendudukan atau koloni di mana
hal ini kemudian menjadi cikal-bakal kolonialisme oleh Eropa. Seiring dengan
kejatuh-an Muslim di Andalusia dan adanya Piagam Todesillas antara Portugis
dengan Spanyol, jungjung yang sebelumnya menguasai jalur perdagangan antara
Laut Tengah dan Samudra Hindia lambat laun juga digeser oleh kapal-kapal Eropa
yang memiliki kemampuan tempur lebih unggul seperti Carravel, Carrack, Galleon,
Frigate, dan lainnya.
Di
Nusantara, pada era yang mula-mula sekali kedatangan orang Portugis diawali
oleh Marcopolo, seorang Venesia yang datang sebagai (anehnya) utusan Khan,
Kaisar Mongolia yang saat itu menjadi penguasa Cina. Salah satu catatan yang
bermanfaat dari perjalanannya itu, Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat itu
(1292) penduduk kota kecil Perlak di ujung Utara Sumatera sudah menganut Islam.
Akan tetapi, ketika orang-orang Islam baru saja memuncaki otoritasnya di
Nusantara pada abad-abad sesudah kedatangan Marcopolo, kerajaan-kerajaan Islam
di Nusantara mulai terganggu oleh kedatangan pelaut-pelaut Portugis lain yang
bersikap anti terhadap Islam. Dan, fenomena ini tentunya bukan sebuah kebetulan
belaka.
Pasca
keberhasilan Reconquesta, Perjanjian
Tordesillas yang disetujui pada 7 Juni 1494 oleh Portugis dan Spanyol secara
angkuh telah membagi dunia di luar Eropa ke dalam lingkup kepentingan yang
sama, yang dilakukan persis seperti membelah jeruk. Garis Tordesillas
membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan melalui Kepulauan Verde di sebelah
Barat benua Afrika. Ke Barat untuk Spanyol dan ke Timur untuk Portugis. Perjanjian
diantara dua kerajaan dari Holy Roman
Empire ini juga berjalan atas restu dari Paus dengan dikeluarkannya dekrit
berjudul Inter Caetera Divinae;
“Keputusan Ilahi”.
Sedangkan
bagi dunia Islam, setelah lama kehilangan khilafah besarnya akibat serbuan Timur
Lenk ke Baghdad, tentunya keberhasilan Reconquesta pada akhirnya juga
memunculkan kekhawatiran baru bagi wilayah-wilayah Islam yang lain. Perjanjian
Tordesillas yang direstui oleh Paus dengan sendirinya telah mencetuskan lagi
berkobarnya Perang Salib, yang kali ini akan dilancarkan oleh Portugis dan
Spanyol ke seluruh samudra.
Pada abad
ke-15, bangsa-bangsa di Eropa berada dalam babak baru di mana konstelasi
perdagangan dunia mulai berubah dikarenakan penjelajahan yang menyebar ke
seluruh benua dan kolonialisasi yang dilakukannya. Secara gencar Portugis dan
Spanyol mengirimkan serangkaian ekspedisi.
Tahun 1488,
orang Portugis –Bartolomeus Dias− berhasil melakukan ekspedisi hingga sampai
dan mengitari Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika dan kembali ke Portugis.
Tahun 1492, Columbus menemukan benua Amerika, dan dimulailah penjajahan
terhadap suku Indian. Tahun 1500, Pedro Alvares Cabral –pelaut Portugis−
menemukan rute perjalanan ke Brazil. Tahun 1497, Vasco da Gama memulai ekspedisi
mencari rute jalur laut antara Eropa, India, dan Timur Jauh; kemudian di tahun
1502, ia sudah berhasil membangun daerah koloni Portugis di Timur Afrika. Di
awal abad ke-16, pelaut Portugis lainnya, Ferdinand Magellan, bahkan melakukan
ekspedisi keliling bumi, konon untuk yang pertama kalinya.
Setelah
adanya “Keputusan Ilahi”, mereka berambisi untuk merebut jalur-jalur
perdagangan dari Timur ke Barat yang selama ratusan tahun telah dikuasai oleh
orang-orang Hindu dan Muslim. Di Afrika, Amerika, dan Asia, pelaut-pelaut
Portugis dan Spanyol kemudian menjadi tangan-tangan kolonialis Barat yang
pertama menancapkan kukunya. Di seluruh daratan yang berhasil dibukanya, mereka
tidak sekadar berniaga dan membangun hubungan multilateral seperti yang telah
ratusan tahun dilakukan oleh orang-orang Arab, India (Gujarat), Cina dan
lainnya. Dan, selain dalam rangka memenangkan Perang Salib, hal tersebut juga
dilakukan untuk menjaga supremasi di kampung halamannya sendiri (Eropa) melalui
kekayaan yang diperolehnya dari dunia baru.
Pada tahun
1512, Vasco da Gama dikirim kembali ke Calciut, India, dengan dalih melakukan
pembalasan atas terbunuhnya beberapa anak buah Pedro Alvares Cabral (1500).
Ekspedisi kali ini menunjukkan kekejaman perilaku Da Gama. Di luar perairan
pantai India, ia merampas sebuah kapal Arab yang sedang lewat. Da Gama kemudian
memindahkan muatan kapal Arab itu, tapi tidak penumpang-nya. Setelah semua
muatan dipindah, kapal Arab yang tinggal berisi penumpangnya –termasuk wanita
dan anak-anak, dibakar di tengah laut hingga musnah.
Sesampai di
Calciut, Da Gama dengan congkak meminta Zamorin –penguasa Calciut– untuk
menghalau semua Muslim dari pelabuhan. Ketika Zamorin bimbang, Da Gama
menangkap dan membunuhnya. Da Gama lalu menyisihkan 37 pelaut-pelaut India
sebelum pelabuhan Calciut di bombardir olehnya. Murka tapi tak berdaya,
orang-orang Zamorin pun mengabulkan permintaan Da Gama. Dan dalam perjalanan
pulang, Da Gama berhasil pula mendirikan beberapa koloni Portugis di Afrika
Timur.
Pembukaan
jalur perdagangan baru ke India oleh Vasco da Gama membawa dampak yang luar
biasa. Jalur perda-gangan lewat darat antara India dan Eropa menjadi tidak
berguna karena jalur laut yang dirintis oleh Portugis melewati Afrika jauh
lebih murah. Dan, hal ini merupakan pukulan pahit bagi orang-orang Turki yang
sebelumnya telah menutup perdagangan dengan Lisbon.
Setelah
berhasil membuat pangkalan militer di Goa (India), Portugis segera menaklukkan
Malaka dan Samudra Pasai dengan maksud mengunci jalur perdagangan yang melintas
dari Laut Persia, Kepulauan Hindia (Nusantara), dan Laut Cina Selatan. Oleh
karena itu, tumbuhnya pilar-pilar baru kepemimpinan Islam di Timur seperti yang
dibangun oleh Walisongo di pesisir Utara Jawa –juga otoritas-otoritas Islam di
wilayah lain, dalam hal ini tentunya dapat dipahami berjalan dalam orientasi
global. Tumbuhnya aliansi-aliansi Muslim di Timur tentunya dapat dibaca sebagai
“efek domino” dari kehancuran Baghdad (1258), keberhasilan Turki menaklukkan
Konstantinopel (1453) yang mengakibat-kan terputusnya jalur perdagangan antara
Lisbon dengan kawasan Laut Tengah, kejatuhan Andalusia (1492), dan adanya
Perjanjian Tordesillas (1494).
Ramainya
perdagangan dunia yang telah dijalankan melalui wilayah-wilayah Islam, serta
adanya tradisi perjalanan haji, tentunya membuat berbagai peristiwa yang
berlangsung di suatu wilayah bisa dengan mudah tersiar dan memberikan pengaruh
terhadap daerah-daerah di tempat lain. Selain itu, penyebaran kabar tersebut
juga dimungkinkan sebagai akibat dari adanya mata rantai perdagangan dan budaya
yang telah terbentuk sekian lama. Maka, kehancuran suatu daerah –apalagi
terjadi pada wilayah yang strategis– tentunya akan sangat berdampak terhadap
stabilitas ekonomi maupun politik di daerah-daerah lain.Kredit: Kronik Peralihan Nusantara
Sebelumnya: Kejayaan Nusantara (Era Hindu-Buddha)
Selanjutnya: Otoritas Islam di Nusantara dan Kedatangan Imperialis Eropa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar