Jumat, 21 Juli 2017

Kebangunan Bangsa-bangsa di Eropa

Eropa mulai mengalami masa penemuan (Age of Discovery) dan masa perluasan kekuasaan (Age of Expansion) pada kisaran tahun 1450 sampai 1650. Pada masa itu peradaban di Barat secara tersendiri berkembang dengan mengadopsi unsur-unsur atau wujud-wujud budaya yang bermanfaat dari dunia Islam dan Byzanz. Kekuatan kolonial utama Eropa pada saat itu adalah Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Perancis. Bangsa-bangsa ini sebelumnya begitu tertinggal, sehingga baru pada tahun 1350 mereka bisa melayari laut Tengah, ujung Barat di Spanyol dan ujung Timur di Turki. Padahal lebih dari 1000 tahun sebelumnya orang-orang Romawi telah melakukan hal yang serupa. Dan −pada abad ke-15− orang-orang Eropa hanya mengetahui sedikit hal tentang permukaan bumi.
Peta dunia yang dibuat pada tahun 1511 oleh Vessente Maggioli masih berdasarkan pada teori bumi sebagai tanah yang sambung menyambung. Teori yang sudah usang ini diciptakan pada abad ke-2 oleh Ptolomeus, orang Yunani-Mesir. Akibat dari anggapan tentang bumi yang salah itu, Maggioli menggambarkan Amerika sebagai kelanjutan dari Asia. Ia tidak tahu bahwa beberapa benua dipisahkan oleh laut.
Di akhir abad pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan kemudian menyebabkan munculnya perubahan besar dan cepat (revolusi) di Eropa. Hal itu ditandai pula dari penemuan Nicolaus Copernicus yang membawa teori Heliosentris (helios= matahari, centrum= pusat), artinya tata surya ini berpusat pada matahari. Teori Heliosentris ini membantah teori lama yang bersifat Geosentris (geos= bumi, centrum= pusat) yang didukung dan disahkan oleh gereja sebagai salah satu ajaran resmi para penganut Katholik. Ajaran geosentris ini pada perkembangannya telah melahir-kan suatu pandangan bahwa bumi ini datar seperti meja.
Bersamaan dengan masa Heliosentris, bangsa-bangsa Eropa juga mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang geografi dan teknologi. Sebelumnya, mereka memang tertinggal selama berabad-abad lamanya oleh bangsa Romawi dan bangsa Islam. Tetapi, mereka tetap berlomba-lomba untuk mengarungi samudra meskipun belum yakin betul apakah dunia ini benar bulat seperti bola atau datar seperti meja. Mereka amat berambisi membangun wilayah-wilayah pendudukan atau koloni di mana hal ini kemudian menjadi cikal-bakal kolonialisme oleh Eropa. Seiring dengan kejatuh-an Muslim di Andalusia dan adanya Piagam Todesillas antara Portugis dengan Spanyol, jungjung yang sebelumnya menguasai jalur perdagangan antara Laut Tengah dan Samudra Hindia lambat laun juga digeser oleh kapal-kapal Eropa yang memiliki kemampuan tempur lebih unggul seperti Carravel, Carrack, Galleon, Frigate, dan lainnya.
Di Nusantara, pada era yang mula-mula sekali kedatangan orang Portugis diawali oleh Marcopolo, seorang Venesia yang datang sebagai (anehnya) utusan Khan, Kaisar Mongolia yang saat itu menjadi penguasa Cina. Salah satu catatan yang bermanfaat dari perjalanannya itu, Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat itu (1292) penduduk kota kecil Perlak di ujung Utara Sumatera sudah menganut Islam. Akan tetapi, ketika orang-orang Islam baru saja memuncaki otoritasnya di Nusantara pada abad-abad sesudah kedatangan Marcopolo, kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara mulai terganggu oleh kedatangan pelaut-pelaut Portugis lain yang bersikap anti terhadap Islam. Dan, fenomena ini tentunya bukan sebuah kebetulan belaka.
Pasca keberhasilan Reconquesta, Perjanjian Tordesillas yang disetujui pada 7 Juni 1494 oleh Portugis dan Spanyol secara angkuh telah membagi dunia di luar Eropa ke dalam lingkup kepentingan yang sama, yang dilakukan persis seperti membelah jeruk. Garis Tordesillas membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan melalui Kepulauan Verde di sebelah Barat benua Afrika. Ke Barat untuk Spanyol dan ke Timur untuk Portugis. Perjanjian diantara dua kerajaan dari Holy Roman Empire ini juga berjalan atas restu dari Paus dengan dikeluarkannya dekrit berjudul Inter Caetera Divinae; “Keputusan Ilahi”.
Sedangkan bagi dunia Islam, setelah lama kehilangan khilafah besarnya akibat serbuan Timur Lenk ke Baghdad, tentunya keberhasilan Reconquesta pada akhirnya juga memunculkan kekhawatiran baru bagi wilayah-wilayah Islam yang lain. Perjanjian Tordesillas yang direstui oleh Paus dengan sendirinya telah mencetuskan lagi berkobarnya Perang Salib, yang kali ini akan dilancarkan oleh Portugis dan Spanyol ke seluruh samudra.
Pada abad ke-15, bangsa-bangsa di Eropa berada dalam babak baru di mana konstelasi perdagangan dunia mulai berubah dikarenakan penjelajahan yang menyebar ke seluruh benua dan kolonialisasi yang dilakukannya. Secara gencar Portugis dan Spanyol mengirimkan serangkaian ekspedisi.
Tahun 1488, orang Portugis –Bartolomeus Dias− berhasil melakukan ekspedisi hingga sampai dan mengitari Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika dan kembali ke Portugis. Tahun 1492, Columbus menemukan benua Amerika, dan dimulailah penjajahan terhadap suku Indian. Tahun 1500, Pedro Alvares Cabral –pelaut Portugis− menemukan rute perjalanan ke Brazil. Tahun 1497, Vasco da Gama memulai ekspedisi mencari rute jalur laut antara Eropa, India, dan Timur Jauh; kemudian di tahun 1502, ia sudah berhasil membangun daerah koloni Portugis di Timur Afrika. Di awal abad ke-16, pelaut Portugis lainnya, Ferdinand Magellan, bahkan melakukan ekspedisi keliling bumi, konon untuk yang pertama kalinya.
Setelah adanya “Keputusan Ilahi”, mereka berambisi untuk merebut jalur-jalur perdagangan dari Timur ke Barat yang selama ratusan tahun telah dikuasai oleh orang-orang Hindu dan Muslim. Di Afrika, Amerika, dan Asia, pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol kemudian menjadi tangan-tangan kolonialis Barat yang pertama menancapkan kukunya. Di seluruh daratan yang berhasil dibukanya, mereka tidak sekadar berniaga dan membangun hubungan multilateral seperti yang telah ratusan tahun dilakukan oleh orang-orang Arab, India (Gujarat), Cina dan lainnya. Dan, selain dalam rangka memenangkan Perang Salib, hal tersebut juga dilakukan untuk menjaga supremasi di kampung halamannya sendiri (Eropa) melalui kekayaan yang diperolehnya dari dunia baru.
Pada tahun 1512, Vasco da Gama dikirim kembali ke Calciut, India, dengan dalih melakukan pembalasan atas terbunuhnya beberapa anak buah Pedro Alvares Cabral (1500). Ekspedisi kali ini menunjukkan kekejaman perilaku Da Gama. Di luar perairan pantai India, ia merampas sebuah kapal Arab yang sedang lewat. Da Gama kemudian memindahkan muatan kapal Arab itu, tapi tidak penumpang-nya. Setelah semua muatan dipindah, kapal Arab yang tinggal berisi penumpangnya –termasuk wanita dan anak-anak, dibakar di tengah laut hingga musnah.
Sesampai di Calciut, Da Gama dengan congkak meminta Zamorin –penguasa Calciut– untuk menghalau semua Muslim dari pelabuhan. Ketika Zamorin bimbang, Da Gama menangkap dan membunuhnya. Da Gama lalu menyisihkan 37 pelaut-pelaut India sebelum pelabuhan Calciut di bombardir olehnya. Murka tapi tak berdaya, orang-orang Zamorin pun mengabulkan permintaan Da Gama. Dan dalam perjalanan pulang, Da Gama berhasil pula mendirikan beberapa koloni Portugis di Afrika Timur.
Pembukaan jalur perdagangan baru ke India oleh Vasco da Gama membawa dampak yang luar biasa. Jalur perda-gangan lewat darat antara India dan Eropa menjadi tidak berguna karena jalur laut yang dirintis oleh Portugis melewati Afrika jauh lebih murah. Dan, hal ini merupakan pukulan pahit bagi orang-orang Turki yang sebelumnya telah menutup perdagangan dengan Lisbon.
Setelah berhasil membuat pangkalan militer di Goa (India), Portugis segera menaklukkan Malaka dan Samudra Pasai dengan maksud mengunci jalur perdagangan yang melintas dari Laut Persia, Kepulauan Hindia (Nusantara), dan Laut Cina Selatan. Oleh karena itu, tumbuhnya pilar-pilar baru kepemimpinan Islam di Timur seperti yang dibangun oleh Walisongo di pesisir Utara Jawa –juga otoritas-otoritas Islam di wilayah lain, dalam hal ini tentunya dapat dipahami berjalan dalam orientasi global. Tumbuhnya aliansi-aliansi Muslim di Timur tentunya dapat dibaca sebagai “efek domino” dari kehancuran Baghdad (1258), keberhasilan Turki menaklukkan Konstantinopel (1453) yang mengakibat-kan terputusnya jalur perdagangan antara Lisbon dengan kawasan Laut Tengah, kejatuhan Andalusia (1492), dan adanya Perjanjian Tordesillas (1494).
Ramainya perdagangan dunia yang telah dijalankan melalui wilayah-wilayah Islam, serta adanya tradisi perjalanan haji, tentunya membuat berbagai peristiwa yang berlangsung di suatu wilayah bisa dengan mudah tersiar dan memberikan pengaruh terhadap daerah-daerah di tempat lain. Selain itu, penyebaran kabar tersebut juga dimungkinkan sebagai akibat dari adanya mata rantai perdagangan dan budaya yang telah terbentuk sekian lama. Maka, kehancuran suatu daerah –apalagi terjadi pada wilayah yang strategis– tentunya akan sangat berdampak terhadap stabilitas ekonomi maupun politik di daerah-daerah lain.

Kredit: Kronik Peralihan Nusantara

Sebelumnya: Kejayaan Nusantara (Era Hindu-Buddha)
Selanjutnya: Otoritas Islam di Nusantara dan Kedatangan Imperialis Eropa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar