Sekedar Pengantar
Pada tahun-tahun
akhir-akhir ini Menteri/Wakil Ketua MPRS/Ketua CC PKI D. N. Aidit telah
mengadakan ceramah-ceramah di depan petugas-petugas alat-alat negara antara
lain di depan petugas-petugas Kepolisian. Sejak Mei 1962 D. N. Aidit telah
memberikan ceramah empat kali, yaitu pada tanggal 24 Mei 1962 di hadapan para
Komandan Korps Polisi Security Kepolisian Komisariat Seluruh Indonesia, pada
tanggal 18 September 1962 di depan para pengikut Kursus Persamaan Komisaris
Polisi (Kursus B), pada tanggal 22 Februari 1962 di hadapan para mahasiswa
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan pada tanggal 6 Maret 1963 di depan Sekolah
Kepolisian Sukabumi. Tiap ceramah berlangsung lebih kurang 3 jam, dan pada tiap
ceramah diadakan tanya jawab.
Dengan seizin Menteri/Wakil Ketua MPRS/Ketua CC PKI D. N. Aidit, maka tiga ceramah yang terakhir
kami bukukan dengan judul “PKI dan Polisi”, sedangkan ceramah pertama karena
pokok-pokoknya diambilkan dari buku Sosialisme Indonesia dan
syarat-syarat pelaksanaannya tidak kami sertakan dalam kumpulan
ceramah ini. Mudah-mudahan usaha menerbitkan kumpulan ceramah ini akan dapat
memberikan sumbangan untuk menimbulkan saling mengerti di antara
golongan-golongan di dalam masyarakat umumnya dan diantara kaum komunis dengan
pihak kepolisian khususnya, sehingga dapat lebih memperkokoh persatuan “alle
revolutionaire krachten” guna melaksanakan Pantja Program Front
nasional.
Penerbit
Mei 1963.
FUNGSI PARTAI DALAM
PENYELESAIAN REVOLUSI INDONESIA
RETULING DI BIDANG
KEPARTAIAN ADALAH CONTOH UNTUK BIDANG-BIDANG LAIN
J. M. Menteri/ Kepala
Staf Angkatan Kepolisian Sdr. R. Soekarno Djojonagoro meminta saya untuk
mengadakan ceramah tentang Fungsi Partai Dalam Penyelesaian Revolusi
Indonesia di hadapan Kursus Persamaan Komisaris Polisi (Kursus B).
dengan segala senang hati dan dengan rasa terimakasih saya penuhi permintaan
ini. Saya berterimakasih karena dengan ini saling-mengerti yang sudah ada
antara pihak kepolisian dengan pihak kaum komunis akan dipertinggi.
Ini bukanlah untuk
pertama kali saya berceramah di hadapan polisi. Pada tanggal 24 Mei tahun ini
saya juga telah memberikan ceramah para Komandan Korps Polisi Security
Kepolisian Komisaris Seluruh Indonesia. Pada waktu itu temanya Sosialisme
Indonesia dan Pancasila.
Ini bukanlah untuk
pertamakali saya berceramah di depan polisi. Pada tanggal 24 Mei tahun ini saya
juga telah memberikan ceramah di hadapan para Komandan korps Polisi Security
Kepolisian Komisariat Seluruh Indonesia. Pada waktu itu temanya Sosialisme
Indonesia dan Pancasila.
Di zaman kolonial dulu
kaum kolonialis berusaha keras agar alat-alat negaranya, yang umumnya terdiri
dari orang-orang Indonesia, tidak berpolitik atau buta politik, dan malahan
supaya politik-phobi. Tujuan ini mereka usahakan mencapainya dengan
bermacam-macam cara, misalnya dengan mengadakan ancaman-ancaman hukuman,
suapan-suapan atau dengan meninabobokkan. Hal ini dapat dimengerti, karena
semuanya ini adalah untuk mempertahankan kedudukan dan kekuasaan kolonial.
Mereka kuatir kalau alat-alat negara berpolitik bisa politiknya bertentangan
dengan kepentingan kolonial. Kekuatiran ini beralasan, karena alat-alat negara
kolonial yang pada umumnya terdiri dari orang-orang Indonesia, mudah bangkit
rasa kebangsaannya karena penindasan kolonial. Usaha subyektif kaum kolonialis
itu ternyata tidak berhasil karena hukum obyektif daripada kemajuan lebih kuat
daripada keinginan subyektif kaum kolonialis. Gerakan revolusioner telah
menarik berjuta-juta rakyat Indonesia ke dalam kancah politik, diantaranya
terdapat juga tidak sedikit orang-orang dari kalangan alat-alat negara
kolonial.
Adalah satu kenyataan,
bahwa sekarang masih ada orang yang menganjurkan supaya alat-alat negara
Republik kita buta politik, malahan mendorong supaya politik-phobi atau
partai-phobi. Padahal, berkat perjuangan politik dan perjuangan
partai-partailah maka lahir negara Republik Indonesia, dengan segenap
alat-alatnya. Tanpa rakyat Indonesia berpolitik dan berpartai-partai politik di
masa kolonial dulu tidak mungkin ada proklamasi 17 Agustus 1945 yang melahirkan
Republik Indonesia. Masih adanya sekarang orang yang hidup dalam tawanan
“Politik-phobi” atau “Partai-phobi” adalah sangat menyedihkan dan menunjukkan
masih adanya keterbelakangan fikiran di kalangan bangsa kita.
Sejak 17 Agustus 1945,
dan lebih-lebih lagi sesudah ada Manipol, “Politik-phobi “ dan “Partai phobi”
adalah kejahatan. Manifesto Politik (Manipol) itu sendiri
sudah mengharuskan tiap warganegara berpolitik, dan Manipol menjamin adanya
partai-partai politik. Dalam Manipol jelas dikatakan bahwa : “…….. tiap
partai, organisasi dan perseorangan boleh mempunyai keyakinan politiknya
sendiri, boleh mempunyai keyakinan politiknya sedniri, boleh mempunyai
programnya sendiri, tetapi apa yang sudah ditetapkan sebagai Program Revolusi
harus juga menjadi programnya dan harus ambil bagian dalam melaksanakan program
tersebut.” Perundang-undangan kita menjamin hak hidup daripada partai
(lihat Penpres 7/1959 dan Perpres 13/1960). Lebih daripada itu, dalam pidato
“Jarek” dikatakan bahwa partai-partai yang sudah sah tidak hanya diberi hak
hidup, tetapi juga “Diberi hak bergerak, diberi hak perwakilan” (Tujuh
Bahan Pokok Indoktrinasi, hal 213).
Tidak dapat disangkal,
bahwa retuling dalam alam kepartaian sudah berjalan sebagaimana mestinya
seperti yang dikatakan dalam “Jarek” (TBPI, hal. 213). Sayang sekali, bahwa di
dalam berbagai lembaga kenegaraan dan alat-alat negara retuling belum berjalan
sebaik di bidang kepartaian. Pada tempatnya dan sudah waktunya diserukan kepada
yang belum mengadakan retuling sebagaimana mestinya, sebaiknya melaksanakan
retuling dengan sungguh-sungguh daripada mengobar-ngobarkan “Partai phobi”.
Retuling di bidang kepartaian telah berlangsung dengan radikal, telah berakibat
lebih kurang 45 partai menajdi 10 partai, telah berakibat pembubaran Masyumi-PSI.
Hendaknya retuling di bidang lain juga harus radikal seperti itu, berani
mengadakan pergeseran-pergeseran besar, pemecatan-pemecatan,
perombakan-perombakan, penyingkiran-penyingkiran, terhadap semua yang tidak
becus dan tidak Manipolis. Retuling di bidang kepartaian adalah contoh
untuk bidang-bidang lain.
Apakah partai itu?
Partai atau partai politik adalah alat perjuangan daripada golongan-golongan
atau kelas-kelas di dalam masyarakat untuk mencapai cita-cita atau tujuan
politik kenegaraan. Sebab itu partai politik menghimpun atau mengorganisasi
orang-orang yang paling sadar-politik dari golongan atau kelas yang diwakili
atau diperjuangkan cita-cita politiknya oleh partai yang bersangkutan. Oleh
karena itu pula watak dari sesuatu partai politik adalah sesuai dengan watak
daripada golongan atau kelas dalam masyarakat yang diwakilinya.
Di Indonesia,
partai-partai politik sangat jelas menjadi alat perjuangan dari berbagai
golongan dan kelas dalam masyarakat untuk mencapai kemerdekaan nasional.
Perbedaan watak dari partai-partai ini, yang menyebabkan perbedaan dalam
cara-cara perjuangannnya adalah sesuai dengan watak daripada golongan atau
kelas yang diwakili oleh partai masing-masing.
Menurut Bung Karno, di
Indonesia yang menjadi rohnya Pergerakan Rakyat, yang menjadi rohnya
partai-partai politik pada pokoknya terdiri dari tiga azas, yaitu Nasionalisme,
Islamisme dan Marxisme (dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme
dan Marxisme” –Tahun 1926 – dalam “Di bawah Bendera Revolusi”).
Sedikit contoh tentang
proses lahir dan perkembangan partai-partai politik dari ketiga aliran itu:
NASIONALISME: Di mulai dengan
Budi Utomo 1908, kemudian studiklub-studiklub kaum intelektuil, Nationaal
Indische Partij, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia
(Partindo).
ISLAMISME: dimulai
dengan Serikat Dagang Islam (SDI-1991), kemudian Sarekat Islam, Partai Sarekat
Islam (PSI) dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dll.
MARXISME (KOMUNISME): di
mulai dengan Serikat buruh-serikat buruh (SS-Bond-1905, VSTP-1908) Vaksentral-vaksentral,
Indische Sociaal Demokratische Vereniging (ISDV-1914) dan Partai Komunis
Indonesia (PKI-1920).
Jadi jelaslah bahwa
gagasan Nasakom sudah mempunyai akar sejarah 36 tahun (sejak tulisan Bung Karno
“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” tahun 1926). Hanya orang yang anti
kepada gerakan kemerdekaan rakyat, atau orang yang tidak mengerti dan tidak mau
mengerti keadaan sosial-politis Indonesia yang menolak gagasan Nasakom atau
yang meragu-ragukan akan kebenaran ilmiahnya.
Fungsi partai dalam gerakan
revolusioner, dan dengan partai di sini dimaksudkan partai revolusioner, antara
lain adalah: pendidik dan pembimbing kesadaran politik massa Rakyat,
penanam kesadaran berorganisasi dan berdisiplin di kalangan rakyat. Semuanya
ini sangat penting, karena untuk pekerjaan-pekerjaan besar, seperti mengatur
negara yang merdeka, tidak mungkin dilaksanakan tanpa tingkat tertentu dalam
kesadaran politik, dalam kemampuan berorganisasi dan dalam disiplin daripada
rakyat. Tidak kalah pentingnya, ialah peranan partai-partai dalam nation-building, terutama
dalam mengorganisasi Rakyat dalam organisasi yang bersifat nasional sehingga
dengan demikian mendobrak batas-batas kesukuan.
Apa fungsi partai dalam
penyelesaian Revolusi Indonesia? Tentu saja, yang dimaksudkan di sini ialah
fungsi partai revolusioner dalam penyelesaian revolusi Indonesia. Fungsinya di
masa lampau harus dilanjutkan, yaitu: pendidik dan pembimbing kesadaran politik
massa rakyat, penanam kesadaran berorganisasi dan berdisiplin di kalangan
rakyat, dan pembina nasion (nation building).
Tetapi tugas daripada
partai-partai revolusioner sekarang sudah lebih luas daripada dulu. Dulu
berjuang untuk kemerdekaan, sekarang mengkonsolidasi kemerdekaan yang sudah
dicapai. Secara terperinci tugas-tugas partai sudah dimuat dalam Manipol serta
pedoman-pedoman pelaksanaannya (Jarek, Resopim, Membangun Dunia Kembali, Amanat
Pembangunan Presiden, Tahun Kemenangan). Atau, dengan singkat dicantumkan dalam
tujuan Front Nasional, yaitu: 1) Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia;
2) Membangun semesta untuk mencapai masyarakat adil dan makmur: 3)
Mengembaliakn Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan republik Indonesia.
Walaupun soal Irian
Barat sudah mendekati penyelesaian, tetapi demi pelaksanaan tujuan
menyelesaikan Revolusi Nasional dan pembangunan semesta, ujung tombak Revolusi
Indonesia tetap pada sasarannya, yaitu kolonialisme dan imperialisme serta
kaki-tangannya.
Singkatnya, fungsi
partai dalam penyelesaian revolusi Indonesia antara lain ialah:
1.
Berdiri di barisan depan dalam pekerjaan mengindoktrinasikan
gagasan-gagasan revolusioner seperti yang tercantum dalam Manifesto Politik
serta pedoman-pedoman pelaksanaannya untuk menciptakan kesatuan pikiran Rakyat
mengenai tugas-tugas revolusinya.
2.
Mengorganisasi massa Rakyat untuk memperkuat front nasional dan memperkuat
disiplinnya.
3.
Mengorganisasi dan memimpin massa Rakyat untuk memperbaiki keadaan tingkat
hidup dan tingkat kebudayaannya.
Untuk semuanya ini
diperlukan kebebasan-kebebasan demokratis yang luas.
(Ringkasan pidato di
hadapan para pengikut Kursus Persamaan Komisaris Polisi (Kursus B),
(Sukabumi tanggal 18
September 1962).
-----
DALAM ALAM MANIPOL KEPOLISIAN HARUS
REVOLUSIONER
Pertama-tama saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada Profesor Jokosutono S. H. yang telah
meminta saya mengadakan ceramah malam ini, dan juga banyak terimakasih kepada
saudara-saudara mahasiswa PTIK yang malam ini sudah siap sedia untuk
mendengarkan ceramah yang akan saya berikan.
Ini adalah pertamakali
saya memberikan ceramah di hadapan Mahasiswa-mahasiswa PTIK, tetapi bukan untuk
pertama kalinya memberikan ceramah kader-kader kepolisian. Dalam bulan Mei
tahun yang lalu saya telah memberikan ceramah di hadapan para Komandan Korps Polisi
Security Kepolisian Komisariat Seluruh Indonesia di Sukabumi dengan tema Sosialisme
Indonesia dan Pancasila. Dalam bulan September tahun yang lalu saya
juga telah memberikan ceramah di hadapan para pengikut Kursus Persamaan
Komisaris Polisi (Kursus B), juga di Sukabumi dengan tema Fungsi Partai
dalam Penyelesaian Revolusi Indonesia.
ADA DUA ASPEK DALAM KEKUASAAN POLITIK SEKARANG
Ada orang yang bingung
mendengar bahwa Ketua Partai Komunis Indonesia memberi ceramah kepada
kader-kader kepolisian. Mereka bingung karena mereka masih hidup dalam alam
fikiran kolonial, alam pikiran bahwa komunis dengan alat negara, khususnya
kepolisian, harus bermusuhan. Mereka sudah hidup dalam alam Indonesia merdeka,
tetapi pikiran mereka masih belum merdeka, masih kolonial. Atau seperti yang
sering dikatakan oleh Bung Karno, mereka adalah, “Orang-orang yang dan hatinya
telah berdaki-karat tak dapat menyesuaikan diri dengan Manipol-Usdek”. (Tubapi, halaman
211). Mereka adalah kaum Komunisto-phobi atau Nasakom-phobi yang oleh Bung
Karno dalam pidatonya tanggal 13 Februari jbl., yaitu pidato dalam rapat
pembukaan Sidang Bersama Pengurus Besar Front Nasional dan Pengurus Daerah
Front Nasional, harus diganyang.
Saya tidak tahu apakah
ceramah-ceramah saya para kader kepolisian mendapat sambutan baik atau tidak.
Tentu saja penting bagi saya untuk mengetahui ini agar dapat memperbaiki
ceramah-ceramah saya, tetapi yang lebih penting lagi ialah fakta bahwa pemimpin
Komunis diberi kesempatan memberikan ceramah kepada kader-kader kepolisian.
Fakta ini mengungkapkan hal-hal penting, misalnya tentang watak kekuasaan
politik di negeri kita sekarang tidak hanya ada kaum komprador, kapitalis
birokrat dan tuan tanah, tetapi juga ada orang-orang yang pro-Rakyat yang
disokong oleh kaum buruh, kaum tani, inteligensia revolusioner dan
elemen-elemen demokratis lainnya. Jadi, kekuasaan politik di negeri kita
mempunyai dua aspek (segi), yaitu aspek pro-Rakyat dan aspek
anti-Rakyat. Hal ini diperkuat lagi oleh fakta, bahwa Bung Karno
sebagai Presiden/ Panglima Tertinggi? Perdana Menteri menyerukan supaya Rakyat
membantu Bung Karno mengganyang mereka yang anti-Nasakom. Jadi, masih ada yang
harus diganyang, dan mereka yang harus diganyang ini adalah elemen-elemen
anti-Rakyat yang masih berperanan dalam kekuasaan politik sehingga sampai
sekarang belum juga terbentuk Kabinet Gotong Royong yang berporos Nasakom.
Sikap pihak Kepolisian
Negara yang tidak Nasakom-phobi dan tidak Komunisto-phobi sangat membantu kami
kaum komunis untuk mengubah pandangan Rakyat terhadap pihak kepolisian, dan
saya kira juga untuk mengubah pandangan seluruh barisan kepolisian terhadap
gerakan revolusioner Rakyat, khususnya terhadap kaum komunis. Mengubah mental
seseorang adalah tidak mudah. Begitulah tidak mudah mengubah sikap rakyat
terhadap polisi maupun sikap polisi terhadap rakyat. Tetapi bukan tidak
mungkin. Malahan dapat dikatakan mungkin sekali jika keduabelah pihak, Rakyat
dan kepolisian, dengan sadar bersama-sama memperkuat aspek Rakyat daripada
kekuasaan politik sekarang dan melawan aspek yang anti-Rakyat, yang
anti-Nasakom, yang komunisto-phobi, yang kolonial. Dalam perjuangan bersama
inilah, Rakyat dan kepolisian yang dulu dipertentangkan, akan menjadi kawan
seperjuangan yang akrab.
Pengertian tentang
adanya dua aspek daripada kekuasaan politik di Indonesia sekarang ini adalah
sangat penting untuk dapat memahami kejadian-kejadian yang berlangsung di Indonesia.
Mereka yang tidak mengerti atau tidak mau tahu tentang adanya dua aspek dalam
kekuasaan politik di Indonesia, yaitu aspek Rakyat dan aspek anti-Rakyat memang
mudah menjadi bingung melihat berbagai peristiwa. Umpamanya di satu pihak
pemimpin-pemimpin dan kader-kader penting PKI mendapat tempat terhormat di
lembaga-lembaga negara di tingkat pusat maupun di daerah, tetapi di pihak lain
harian yang membawa suara PKI, yaitu Harian Rakyat, sering
dibreidel dan bahkan pernah anggota-anggota Politbiro CC PKI dipertebal. Di
satu pihak secara resmi diakui bahwa kaum buruh dan kaum tani adalah
kekuatan-kekuatan pokok revolusi Indonesia, pemimpin-pemimpin buruh dan tani
mendapat tempat terhormat di lembaga-lembaga negara di tingkat pusat dan
daerah, tetapi di pihak lain kaum buruh dan kaum tani sering dibikin susah oleh
alat-alat negara.
WATAK KEKUASAAN YANG BERBEDA MEMBAWA PERBEDAAN DALAM WATAK KEPOLISIAN
Judul terjemahan ceramah
malam ini, yaitu Tempat dan Peranan Polisi dalam Alam Manipol adalah
sangat tepat, sangat berguna untuk dibahas. Mengapa? Karena dalam judul ini
pada pokoknya tersirat 2 hal yaitu: pertama, apa dan siapa
polisi itu dan kedua, apa dan bagaimana tugas dan perannya
dalam masyarakat saat ini. Dengan perkataan lain dapat dikatakan, bahwa dengan
memberikan jawaban atas problem-problem ini, maka akan jelaslah polisi sebagai
subyek dan sekaligus sebagai obyek di tengah-tengah Rakyat Indonesia yang
sedang berjaung menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agsutus 1945.
Lebih jauh, judul ini
mengungkapkan bahwa pihak Kepolisian secara sadar menyatakan bahwa polisi
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari revolusi dan berkewajiban mutlak
bersama semua golongan revolusioner menjadi partisipan dalam menyelesaikan
tuntutan-tuntutan revolusi.
Saya berpendapat, bahwa
banyak hal berkesudahan dengan kegagalan karena tidak tahu dari mana harus
memulai, dan karenanya pula tidak tahu bagaimana mengakhirinya. Lain halnya
dengan para saudara, dengan mengemukakan judul tersebut jelas saudara-saudara
bertolak dari pangkalan yang benar kita akan dapat menentukan arah serta
memperhitungkan segala rintangan yang akan muncul dan dengan itu dapat pulalah
mempersiapkan tindakan-tindakan yang akan mengatasi segala rintangan untuk
dapat sampai ke tujuan yang telah ditentukan.
Dalam setiap metode
sejarah setelah ada negara, kita mengenal adanya polisi, sebagai alat daripada
kekuasaan yang ada periode sejarah tertentu itu. Demikianlah di tanah air kita
ini, kita mengenal polisi pada zaman kekuasaan fasisme Jepang dan kemudian kita
mengenal pula polisi Republik Indonesia. Dengan ini saya tidak bermaksud
mengatakan bahwa polisi itu dari dulu hingga sekarang sama saja. Tidak, watak
kekuasaan yang berada membawa perbedaan dalam watak kepolisiannya. Sebagai alat
untuk melaksanakan kekuasaan, dalam hal inilah persamaannya. Dalam persamaan
ini, terdapat pula perbedaan antara satu dengan lainnya. Mengenai ini Presiden
Sukarno telah mengatakan secara tepat: “Kita ini bekerja untuk apa,
kataku. Dan opgave kita sekarang ini memang lain daripada yang dahulu. Dahulu,
waktu zaman Belanda, sebagian daripada kiat terang-terangan saja bekerja untuk
‘de in stand houding van de koloniale maatschappij’. Dan sesudah dat is het
verleden’, kemudian kita masuk kedalam alam Indonesia merdeka tahun 1945, dan
sejak daripada tahun 1945 itu sebagian daripada kita bisa mengadakan mentale
herorientatie, reorientation daripada mentality kia”. (Pidato Presiden
Sukarno di depan para petugas aparatur Negara, tanggal 27 Januari 1961,
penerbitan khusus No. 104 Departemen Penerangan RI halaman 8). Dari penjelasan
Presiden Sukarno ini, kita mendapat jawaban bahwa tempat dan peranan polisi
adalah sesuai dengan keadaan riil kekuasaan politik yang ada pada suatu masa.
Bagaimana dalam keadaan sekarang? Presiden Sukarno dalam pidatonya tersebut
memberikan jawaban yang tegas: “Yah, saudara adalah pekerja-pekerja untuk
Polisi, pekerja-pekerja untuk kehakiman, pekerja-pekerja untuk kejaksaan,
pekerja-pekerja untuk bea dan cukai, pekerja-pekerja untuk imigrasi, tetapi
dibalik, di belakang semua hal itu adalah satu pertanyaan: Pada hakekatnya
pekerja untuk apa? Dan sebagai saya ulangkan beberapa kali, kita sekarang ini,
semuanya, sejak daripada rakyat jelata sampai kepada saudara-saudara, sampai
kepada saya sendiri, adalah pekerja-pekerja untuk membangun masyarakat adil dan
makmur, membangun satu negara Indonesia yang kaut dan terhormat dipandang
dunia”. (sda hal. 6).
Belajar dari sejarah
perjuangan rakyat dan bangsa kita sendiri, dapat ditarik pelajaran yang sangat
berguna bagi kelanjutan dan kesempurnaan kita semua, didalamnya termasuk polisi
dan semua alat-alat kekuasaan negara lainnya. Saya mengerti apa yang pernah
dikatakan oleh saudara Menteri/ Kepala Kepolisan Negara R. Soekarno Joyonegoro,
bahwa “Dalam perjuangan kita senantiasa terbantu pada
pandangan-pandangan serta keinginan-keinginan yang bertentangan dengan
cita-ciat korps kita sendiri, pandangan-pandangan mana sering terjalin dengan
kekuatan-kekuatan yang riil. (Pidato Hari Kepolisian; 1 Juli 1961). Di
satu pihak memang ada kesimpangsiuran pengaturan Polisi dalam stelsel
ketatanegaraan kita, sedangkan di pihak lain, dan ini yang terpenting, adanya
pengawasan-pengawasan yang dikehendaki masyarakat, dikehendaki perjuangan
rakyat yang menuntut suatu orde baru, di mana semua alat-alat kekuasaan negara
dituntut supaya menyesuaikan diri secara harmonis. Oleh karena itu, selama
masih demikian keadaannya, selama masih belum harmonis,
pertentangan-pertentangan tidak mungkin lenyap. Pertentangan itu sendiri adalah
sesuatu yang kongkrit ada, sebagai akibat pertentangan antara keinginan
subyektif dari atas dengan kenyataan obyektif dalam masyarakat.
Kedudukan Kepolisian
sebagai aparat dalam struktur ketatanegaraan oleh para sarjana banyak
dipersoalakn dari bermacam-macam dasar teori. Dalam ketatanegaraan kita juga
terjadi silih-ganti dalam menempatkan kedudukan polisi. Hal ini dapat terlihat
dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dikeluarkan sejak 1 Oktober
1945 hingga yang terakhir pada saat ini dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 13/ 1961, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara pada
tanggal 19 Juni 1961.
Dengan tidak meremehkan
arti pengorganisasian Kepolisian dalam sistem ketatanegaraan, saya ingin
meninjau tempat dan peranan Polsii secara hakiki dalam keseluruhan masyarakat
bangsa dan Rakyat Indonesia.
Pada judul kuliah umum
ini sebenarnya kita telah memasuki langsung pada persoalannya, yaitu tempat dan
peranan polisi dalam alam Manipol. Bahwa polisi mempunyai tempat dan peranan
dalam alam Manipol, pasti! Yang akan kita jawab adalah di mana dan apa yang
harus dikerjakannya.
Pertama-tama yang harus
saya tegaskan, pengertian “Dalam alam Manipol”. Menurut pengertian saya, “Dalam
alam Manipol” berarti dalam alam revolusioner, karena Manipol adalah konsepsi
bersama untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke
akar-akarnya. Oleh karena itu yang harus saya kuliahkan berdasarkan permintaan
PTIK adalah “Tempat dan peranan Polisi dalam alam revolusioner” atau ”Tempat
dan peranan polisi sebagai potensi penting dalam menyelesaikan
tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945”.
POLISI DAN RAKYAT HARUS EBRSAMA-SAMA MEMAHAMI SOAL-SOAL POKOK REVOLUSI
INDONESIA
Berdasarkan pengertian
ini saya berkewajiban untuk lebih dahulu memberikan penjelasan tentang Revolusi
Agustus 1945 dan konsepsi untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi
Agustus 1945, yaitu manifesto Politik. Dalam penjelasan ini akan kita temukan
secara tepat di mana tempat dan apa peranan Polisi didalamnya.
Sebelum menerangkan
soal-soal pokok revolusi Indonesia menurut Manipol, untuk mencegah kekacauan
dalam pikiran dan dalam menggunakan semboyan-semboyan perlu sekali dipahami
dengan sejelas-jelasnya tentang adanya dua tahap revolusi Indonesia. Tentang
ini pidato Jarek mengatakan: “Ada dua tujuan dan dua tahap revolusi
Indonesia: Pertama, tahap mencapai Indonesia yang merdeka
penuh, bersih dari imperialisme – dan yang demokratis – bersih dari sisa-sisa
feodalisme. Tahap ini masih harus diselesaikan dan disempurnakan …. Kedua, tahap
mencapai Indonesia bersosialisme Indonesia, bersih dari kapitalisme dan
dari ‘lexploitation de ‘l homme par ‘l homme. Tahap ini hanya
bisa diselesaikan dengan sempurna seluruhnya”. Tegasnya tugas kita sekarang
adalah untuk menyelesaikan tahap pertama dari revolusi Indonesia, yaitu tahap
revolusi nasional-demokratis, dengan jalan melaksanakan Manipol secara
konsekuen.
Berbeda dengan revolusi
borjuis Perancis tahun 1789. Revolusi Indonesia sekarang berhari depan
sosialisme, sedangkan Revolusi Perancis tersebut tidak mempunyai tujuan lain
kecuali menaikkan kaum kapitalis Perancis tersebut tidak mempunyai tujuan lain
kecuali menaikkan kaum kapitalis Perancis ke singgasana kekuasaan. Berbeda
dengan Revolusi Oktober 1917 di Rusia yang mempunyai watak (sifat)
proletar-sosialis. Revolusi Indonesia sekarang berwatak nasional-demokratis.
Mengenai adanya perbedaan-perbedaan antara revolusi-revolusi ini juga disebut
dalam Manipol. Tidak mengerti perbedaan-perbedaan ini, khususnya tidak mengerti
tentang adanya dua tahap Revolusi Indonesia, sama halnya dengan tidak mengerti
apa-apa tentang Revolusi Indonesia.
Untuk lebih jelasnya
persoalan-persoalan Revolusi Indonesia, tiap-tiap orang revolusioner harus
mengetahui benar-benar tentang soal-soal pokok revolusi Indonesia seperti yang
dengan jelas dimuat di dalam Manipol.
Dalam Manipol tegas
dikatakan, bahwa tugas-tugas Revolusi Indonesia “bukanlah
untuk bukanlah untuk mendirikan Negara Federal, kekuasaan diktatur atau
Republik Kapitalis. Kewajiban-kewajiban Revolusi Indonesia ialah untuk membentuk
satu Republik Kesatuan yang demokratis dimana Irian Barat juga termasuk di
dalamnya, dimana kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR (UUD 45, fasal 1 ayat 2), dimana hak-hak azasi dan hak-hak warganegara
dijunjung tinggi, dan membentuk masyarakat adil dan makmur, cinta-damai dan
bersahabat dengan semua negara di dunia guna membentuk satu Dunia Baru”. (Tubapi, hal.
81-82).
Tentang
Kekuatan-kekuatan Sosial Revolusi Indonesia, Manipol tegas
mengatakan: “Seluruh Rakyat Indonesia dengan kaum buruh dan kaum tani sebagai
kekuatan pokoknya tanpa melupakan peranan penting dari golongan-golongan lain
adalah sangat besar dan meyakinkan akan menangnya Revolusi Indonesia”. (Tubapi,
hal. 84).
Tentang sifat
(watak) Revolusi Indonesia dalam Manipol dikatakan: “Mengingat sifat
revolusi Indonesia yang nasional dan demokratis, maka Revolusi Indonesia adalah
revolusi bersama dari semua kelas dan golongan yang menentang
imperialisme-kolonialisme. Pendeknya, revolusi Indonesia harus mendirikan kekuasaan
gotong-royong, kekuasaan demokratis yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan,
yang menjamin terkonsentrasinya seluruh kekuatan nasional, seluruh kekuatan
Rakyat” (Tubapi, hal 85).
Tentang hari depan
Revolusi Indonesia, menurut Manipol ialah: “Sosialisme yang disesuaikan dengan
kondisi-kondisi yang terdapat di Indonesia, dengan alam Indonesia, dengan
rakyat Indonesia, dengan adat-istiadat, dengan psikologi dan kebudayaan Rakyat
Indonesia” (Tubapi. Hal 85).
Tentang musuh-musuh
Revolusi Indonesia dalam manipol dikatakan: “Kaum imperialis Belanda
dan kaum imperialis lainnya yang bersikap bermusuhan terhadap Republik serta
pembantu-pembantu imperialis”. (Tubapi, hal 87).
Demikian beberapa patah
kata tentang soal-soal pokok Revolusi Indonesia.
Dari soal-soal pokok
Revolusi Indonesia seperti diuraikan dalam Manipol, jelaslah apa yang harus
dikerjakan oleh Rakyat Indonesia dan oleh aparat-aparat negara yang memihak
Rakyat Indonesia.
Kita lihat secara khusus
tentang Kepolisian, untuk menguji kebenaran yang dikemukakan di atas. Sebagai
bahan resmi saya ingin menelaah Undang-undang No. 13 tahun 1961, tentang
ketentuan-ketentuan pokok Kepolisian Negara. Saya kutip dari penjelasan
Undang-undang ini, pada bagian umum: “Seperti juga halnya dengan
alat-alat kekuasaan negara lainnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
alat revolusi dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta bersenjata untuk menuju
tercapainya masyarakat adil dan makmur bersama berdasarkan Pancasila atau
masyarakat Sosialisme Indonesia guna memenuhi Amanat Penderitaan Rakyat”.
Selanjutnya mengenai
tugas pokok Kepolisian, disebutkan: “Sebagai tugas pokok Kepolisian Negara
dapat disebutkan memelihara keamanan dalam negeri. Penyidikan tindak pidana
termasuk pula tugas pokok Kepolisian Negara dalam bidang peradilan. Penyidikan
terutama ditujukan terhadap tindak pidana yang merintangi tujuan revolusi
mencapai masyarakat adil dan makmur”.
Menurut pendapat saya,
inilah jawaban yang cekak-aos, terhadap masalah yang dikemukakan terhadap judul
ceramah ini. Kepolisian Negara sebagai alat yang revolusioner, bersama seluruh
rakyat harus berjuang tak kenal henti untuk melaksanakan semua program revolusi
yang tercantum dalam Manipol, mengalahkan semua musuh-musuh revolusi
(penghalang-penghalang revolusi), menciptakan suatu kekuasaan semua untuk
semua, yang akan melahirkan masyarakat adil dan makmur.
SEBAGAI PERSEORANGAN POLISI ADALAH RAKYAT, SEBAGAI CORPS ADALAH ALAT
NEGARA YANG REVOLUSIONER
Di atas semua ketentuan
formil (peraturan-peraturan dan undang-undang), ketentuan-ketentuan revolusi
seperti yang tercantum dalam Manipol dan pedoman-pedoman pelaksanaannya
haruslah dijadikan pegangan atau obor penyuluh bagi pihak kepolisian dalam
menjalankan tugas-tugas pokoknya. Tetapi kenyataan sekarang ini menunjukkan
bahwa kepolisian kita belum bisa sepenuhnya melakukan peranan sebagai alat
revolusioner. Saya kemukakan Bab I tentang ketentuan-ketentuan umum, pasal 1
menyebut:
1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut Kepolisian
Negara, ialah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara
keamanan dalam negeri.
2.
Kepolisian Negara dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi
hak-hak azasi rakyat dalam hukum negara.
Rumusan-rumusan pasal
tersebut merupakan sesuatu yang baik. Sikap rakyat adalah realitas, yaitu
menyokong semua peraturan yang baik dan menuntut pelaksanaannya. Tanpa
pelaksanaan yang sesuai dengan perumusan yang baik, benarlah ucapan yang
mengatakan bahwa undang-undang atau peraturan-peraturan hanyalah huruf mati
yang tertera pada kertas yang membisu.
Kita coba memasuki
masalahnya secara kongkrit. Dinyatakan dalam pasal tersebut. : Polisi adalah
alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam
negeri. Dan selanjutnya menjunjung tinggi hak-hak azasi Rakyat dan Hukum
Negara. Dari sini dapat kita nyatakan bahwa dasar tugas Kepolisian Negara
adalah : menjunjung tinggi (1) hak azasi Rakyat dan (2) hukum Negara.
Bila kita pelajari
Undang-undang Dasar 1945 dan Manipol, maka akan ditemukanlah apa yang
dirumuskan dalam Amanat Penderitaan Rakyat. Di dalam Ampera ini kita menemukan
apa yang telah diperjuangkan Rakyat untuk mencapai sesuatu yang terbaik, yaitu
masyarakat Indonesia yang Sosialis, dimana tidak ada penghisapan manusia oleh
manusia. Oleh karena itu logika yang paling masuk akal, segala hukum,
undang-undang, peraturan dan apa saja yang diselenggarakan oleh Negara melalui
alat-alatnya secara mutlak harus mengabdi kepada Ampera. Amanat Penderitaan
Rakyat itu menuntut adanya jaminan hukum yang adil bagi Rakyat, jaminan
kebebasan demokratis, bebas dari kesewenang-wenangan hukum dan praktek
kesewenang-wenangan penguasa. Inilah hak azasi Rakyat yang harus dijunjung
setinggi-tingginya, dan dimana hukum Negara menyesuaikan diri dengan ini.
Sebagai alat negara,
kepolisian juga harus dibebaskan dari kekangan-kekangan yang dapat
menjuruskannya menjadi hanya sebagai, “Alat mati”. Kepolisian harus juga bisa
kiprah, harus bisa dengan, semangat dan jiwa revolusioner menegakkan hukum,
memelihara keamanan dalam negeri, ikut mempersatukan segenap unsur-unsur
pendukung revolusi dan dengan tanpa ragu-ragu mengganyang musuh-musuh revolusi,
musuh-musuh Rakyat.
Polisi, sebagai
perseorangan adalah Rakyat dan sebagai suatu kesatuan (corps) aparatur negara,
haruslah merupakan alat negara yang revolusioner. Tidak ada jalan lain
selain berada bersama Rakyat dan untuk Rakyat berjuang melawan musuh-musuh
Rakyat, musuh-musuh revolusi, untuk mengalahkannya sama sekali. Kemudian
bersama Rakyat pula menegakkan suatu kekuasaan yang mampu selanjutnya
melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat, melahirkan masyarakat adil dan makmur.
PANCA PROGRAM FN HARUS MENJIWAI DAN MEMIMPIN KEGIATAN KEPOLISIAN
NEGARA
Hanya dengan adanya
kekuasaan politik yang sepenuhnya memihak Rakyat, kekuasaan politik yang Gotong
Royong serta bersih dari orang-orang Nasakom-phobi yang harus diganyang itu,
Rakyat dan Polisi bisa kiprah dan tjanjut-taliwondo bersama-sama melaksanakan
Amanat Penderitaan Rakyat. Untuk menciptakan keharmonisan ini, maka seluruh
Rakyat termasuk Kepolisian yang memihak Rakyat harus menjiwai dan
mendarah-dagingi diri dengan 9 Wejangan Presiden. Mengenai
9 Wejangan yang maha penting ini, Presiden Sukarno antara lain berkata dalam
pidato Takem sebagai berikut:
“Sejak tahun 1959 itu,
maka boleh dikatakan tiap pidato 17 Agustus, dari halaman pertama sampai ke
halaman terakhir, mengandung wejangan. Wejangan mengenai revolusi; wejangan
mengenai Panca Sila dan progresivisme; wejangan tentang kepribadian Indonesia
yang berpusat kepada gotong royong, musyawarah dan mufakat; wejangan tentang
persatuan Nasional revolusioner; wejangan memberantas komunisto-phobi; wejangan
mutlak perlunya poros Nasakom; wejangan mengenai jahatnya liberalisme: wejangan
mengenai perlunya Satu Pemimpin Nasional; wejangan mengenai sosialisme,
sosialisme, sosialisme dan sekali lagi sosialisme. Hanya jika landasan-landasan
ini menjadi milik-bersama daripada Rakyat, milik-bersama daripada para
pemimpin, milik bersama pun daripada seluruh Angkatan Bersenjata, maka dapatlah
dicapai hasil-hasil gemilang dalam Revolusi Indonesia, hasil gemilang pula
dalam pelaksanaan Triprogram”.
PKI dengan sadar
mendukung landasan-landasan ini, karena sepenuhnya sesuai dengan pemaduan
kebenaran umum Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkret revolusi Indonesia,
dengan keharusan kami, “Meng-Indonesiakan Marxisme-Leninisme”, dalam arti
mentrapkan kebenaran universil Marxisme-Leninisme dengan bertitik tolak dari
kenyataan obyektif masyarakat Indonesia serta kepentingan-kepentingan revolusi
dan Rakyat Indonesia.
Sebagaimana sudah
diketahui, 9 Wejangan Presiden juga termasuk dalam
Panca Program Front Nasional yang baru-baru ini dikomandokan oleh Presiden
Sukarno untuk dilaksanakan. Lengkapnya Panca Program tersebut adalah sebagai
berikut.
1.
Mengkonsolidasi kemenangan yang sudah dicapai, yaitu di bidang perjuangan
Irian Barat, keamanan dan bidang-bidang lain.
2.
Menanggulangi kesulitan ekonomi dengan mengutamakan kenaikan produksi.
3.
Meneruskan perjuangan anti imperialisme dan neo-kolonialisme dengan
memperkuat kegotong-royongan nasional revolusioner berporoskan NASAKOM.
4.
Meratakan dan mengamalkan indoktrinasi 7 bahan pokok indoktrinasi
dilengkapi Resopim dan Takem yang memuat, “9 Wejangan” Presiden.
5.
Melaksanakan rituling aparatur negara termasuk bidang pemerintahan dari
pusat sampai ke daerah-daerah.
Karena Panca Program FN
ini sudah dikomandokan untuk dilaksanakan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi/
Pemimpin Tertinggi Front Nasional, maka segenap aparat negara dan seluruh
rakyat Indonesia harus menjiwai dan memimpin kegiatan-kegiatan rakyat
Indonesia, termasuk Kepolisian Negara dan aparat-aparat Negara lainnya, dalam
rangka melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat.
(Pokok-pokok ceramah di
hadapan para mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 22
Februari 1963 malam).
------
PARTAI-PARTAI REVOLUSIONER ADALAH ALAT
REVOLUSI SEJAK SEBELUM REVOLUSI
Partai-partai politik
revolusioner adalah juga alat revolusi. Tapi ada bedanya dengan alat-alat
revolusi lainnya. Partai-partai sudah menjadi alat revolusi sejak sebelum
revolusi nasional kita pecah dalam bulan Agustus 1945. Alata-alat revolusi yang
kita miliki seakrang misalnya Angkatan Bersenjata, badan-badan eksekutif,
lembaga-lembaga legislatif, dan lain-lain, lahir sesudah revolusi.
Partai-partai
revolusioner sejak zaman jajahan sudah menjadi pendidik dan pembimbing
kesadaran politik Rakyat, penanam kesdaran berorganisasi dan kesadaran
berdisiplin di kalangan Rakyat, dan penanam kesadaran tentang kesatuan bangsa.
Semuanya ini merupakan persiapan untuk mendirikan satu negara nasional yang
merdeka. Sampai sekarang tugas-tugas ini masih harus dikerjakan, dan dikerjakan
dengan baik, oleh partai-partai revolusioner, sudah tentu dengan tujuan yang
lebih luas seperti yang dimuat dalam Manipol. Dengan sendirinya, PKI juga harus
melaksanakan tugas-tugas ini.
Ada orang yang tidak
mengerti, mengapa sulit betul membubarkan partai-partai revolusioner di
Indonesia. Saya berpendapat, bahwa partai-partai revolusioner tidak dapat
dibubarkan, atau mereka yang membubarkannya harus berhadapan dengan Rakyat
banyak. Partai-partai revolusioner sangat erat hubungannya dengan massa Rakyat.
Selanjutnya perlu saya
nyatakan, bahwa rituling yang sudah dilakukan terhadap partai-partai, adalah
model untuk rituling di bidang-bidang lain. Tidak ada bidang lain yang sudah di
ritul begitu radikal seperti bidang kepartaian. Saya serukan, supaya mereka
yang partai-phobi lebih banyak memikirkan dan ebrbuat sesuatu dengan mengadakan
rituling dibidangnya masing-masing, daripada merong-rong kehidupan kepartaian.
MALAYSIA ADALAH KONSPIRASI KONTRA-REVOLUSIONER INTERNASIONAL, PENERUS
PRRI-PERMESTA
Diantara pertanyaan yang
saudara-saudara ajukan ada yang mengenai Malaysia. Mengenai ini, kita jangan
hanya melihat Tengku Abdul Rohman, yang tidak lebih dari play-boy itu, Malaysia
tidak lain adalah konspirasi kontra-revolusioner internasional, penerus PRRI-Permesta.
Pendukung-pendukung Malaysia adalah sama dengan pendukung-pendukung
pemberontakan PRRI-Permesta, yaitu terutama kaum imperialis Inggris dan Amerika
Serikat. Oleh karena itu pulalah, sudah sejak semula Rakyat Indonesia bangkit
serentak menentang Malaysia, karena mereka melihat musuh--musuh mereka yang
yang lama kembali naik panggung. Bedanya, dulu di wilayah Indonesia sekarang di
luar. Persamaannya, juga Malaysia akan mengalami nasib seperti kaum pemberontak
PRRI-Permesta.
OMONG KOSONG PENGHIDUPAN RAKYAT MALAYA LEBIH BAIK DARI RAKYAT
INDONESIA
Ada orang, yang percaya
pada bualan Tengku dan mengira bahwa rakyat Malaya penghidupannya lebih baik
dari rakyat Indonesia. Padahal tidak lain daripada sarjana Malaya sendiri yang
membantah bualan Tengku itu. Sarjana tersebut ialah Profesor Azis yang kabarnya
sekarang dimusuhi oleh Tengku.
Kaum buruh dan petani
Indonesia penghidupannya sekarang memang masih susah, tetapi kaum buruh dan
petani Malaya lebih susah lagi. Bedanya di Malaya belum luas gerakan menuntut
perbaikan taraf hidup, rakyat pekerja di sana sangat tertekan, jadi tidak
begitu kedengaran oleh orang luar tentang keluh-kesah kaum buruh dan petani
Malaya, seperti halnya ketika Indonesia masih dijajah Belanda dulu. Perbedaan
lain lagi ialah, bahwa Rakyat Indonesia yang sudah pernah mengalami revolsui
mengenal betul-betul akan harga dirinya dan oleh karena itu mempunyai
tuntutan-tuntutan hidup yang sudah agak tinggi. "National Income"
perkapita tidak dapat dijadikan ukuran tentang penghidupan rakyat, karena dalam
kenyataaannya bagian yang besar dari, "national income" dimiliki oleh
sebagian kecil kaum penghisap, sedangkan bagian yang sangat besar dari rakyat
hidup dari sebagian kecil dari "national income".
(Petikan ceramah di
sekolah Kepolisian Sukabumi, 6 Maret, 1963. Judul ceramah: Fungsi Partai
dalam penyelesaian revolusi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar