Pada tahun-tahun sebelum
peristiwa 1 Oktober 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) tampak berkembang
pesat. Dari sebuah partai kecil dengan latar-belakang yang diragukan iktikad
baiknya karena berperanan dalam Pemberontakan Madiun pada tahun 1948, ia tumbuh
menjadi sebuah partai massa yang hebat. Pengaruhnya dapat dirasakan di setiap
lapangan kehidupan sosial politik. Wakil-wakil partai itu duduk di Kabinet,
dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di samping ke
dalam bidang politik, jalur partai pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan,
kesenian, dan kesusasteraan.
Semua itu dicapai berkat pimpinan
licik dari D.N. Aidit, yang menjadi ketua partai pada tahun 1951. Bukan melalui
cara bersekongkol, sembunyi-sembunyi, atau bergerak di bawah tanah, melainkan
jalan parlemenlah yang dipilih Aidit untuk meraih kekuasaan. Faktor tunggal terpenting
yang menyebabkan Aidit mencapai sukses, adalah persahabatannya dengan Presiden
Soekarno, yang diperkokoh selama masa Demokrasi Terpimpin. Dengan pengaruh
karismatiknya yang luar biasa terhadap seluruh bangsa, Presiden Soekarno
memberikan perlindungan kepada PKI dalam menghadapi musuh-musuhnya.[1]
Siapakah gerangan musuh-musuh PKI
itu? Berdasarkan alasan ideologi yang nyata, maka golongan-golongan agama
dianggap lawan PKI yang utama. Namun PKI memandang Angkatan Darat sebagai
musuhnya yang terpenting, bukan hanya karena Angkatan Darat merupakan ancaman
fisik bagi partai, akan tetapi juga disebabkan alasan-alasan ideologi. Pendapat
yang hidup dalam tubuh Angkatan Darat menganggap paham komunisme bertentangan
dengan ideologi negara, yaitu Pancasila.
Komunisme melambangkan pertentangan kelas dan penumbangan setiap tata-hidup
yang non-komunis. Pancasila
melambangkan kegotongroyongan serta toleransi. Dan salah satu dari lima sila Pancasila, adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, sedangkan Komunisme melambangkan atheisme.
Pikiran yang selalu menghantui
PKI di bawah pimpinan Aidit, adalah bagaimana menghindari tindakan penumpasan
oleh musuh-musuh mereka yang bersenjata. Mereka merasa, bahwa mereka belum
cukup jauh menyusup ke dalam kalangan-kalangan teratas dari Angkatan Darat. Di
bawah payung perlindungan Presiden Soekarno, mereka bekerja keras untuk
memperbaiki keadaan tersebut. Sudah barang tentu mereka menginginkan, agar
perlindungan Presiden itu dapat berlangsung selama mungkin, supaya mereka
mendapat waktu cukup untuk membenahi kekuatan bersenjata mereka. Walaupun
demikian, mereka tahu bahwa pada suatu ketika, akan datang saatnya kehilangan
perlindungan Presiden Soekarno. Oleh karena itu, mereka harus bersiap-siap
menghadapi masa Pasca-Soekarno. Tugas-pokok pimpinan PKI di masa pra-G-30S,
sebagai nama yang dikenal orang selanjutnya untuk menyebut percobaan kup (coupt), terdiri dari suatu usaha dengan
tiga tujuan:
1. Memperbaiki pengaruh dan kekuasaan mereka di
Angkatan Bersenjata;
2. Bersiap-siap menghadapi saat-saat Presiden
Soekarno tidak berkuasa lagi;
3. Meneruskan usaha menyebarkan pengaruh mereka
di semua sektor masyarakat Indonesia.
Mengenai tugas
yang pertama, pihak PKI sudah cukup puas dengan hanya melakukan kasak-kusuknya
di Angakatan Udara, karena Menteri/Panglima Angkatan Udara Omar Dhani cenderung
bersimpati kepada PKI. Di mata PKI, Angkatan Laut[2]
tidak dianggap sebagai suatu kesatuan yang penting, sedangkan Kepolisian
mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri. Dan karena itu, tidak dapat
diharapkan berfungsi efektif pada saat-saat darurat. Alhasil, hanya Angkatan
Darat saja yang betul-betul memusingkan pimpinan PKI.
Dari hasil
pemilihan umum tahun 1955, ketika para anggota Angkatan Bersenjata memberikan
suara berdasarkan hak pemilihan tersendiri, PKI mendapat kesimpulan, bahwa
pengaruh mereka di jajaran berpangkat rendah cukup besar. Namun korps perwira
yang sebenarnya menjadi sasaran mereka, tidak bersikap simpatik pada partai
tersebut. Oleh karena itu, PKI tentu berpikir, bahwa mereka harus berusaha
sekuat tenaga untuk mengganti pimpinan Angkatan Darat dengan tokoh-tokoh yang
lebih memperlihatkan simpati terhadap mereka. Tentu tidak masuk akal, untuk
mengharap agar seorang simpatisan PKI akan menjabat Menteri/Panglima Angkatan
Darat, jika Presiden Soekarno sudah tidak berkuasa lagi. Akan tetapi seorang
Soekarnois[3] kiranya cukup memenuhi harapan
Partai. Yang diperlukan PKI ketika itu, ialah waktu untuk mengembangkan
kekuatannya secara pelan-pelan sesuai dengan siasat Aidit.
Tugas kedua
dari pimpinan PKI berkaitan erat dengan tugasnya yang pertama. Bersiap-siap
menghadapi situasi, pada saat Presiden Soekarno sudah tiada lagi, berarti
berjaga-jaga untuk mencegah kemungkinan Partai ditaklukkan oleh kekuatan musuh,
dalam hal ini adalah Angkatan darat. Kalau dapat dipastikan, bahwa politik
NASAKOM Soekarno tidak akan dijalankan terus sesudah Presiden tidak berkuasa
lagi, PKI tidak akan lagi melanjutkan cara damai guna meraih kekuasaan dan
terpaksa mengubah strateginya.
________________________________________
[1] Ada berbagai artikel dan buku tentang PKI
selama masa 1959-1965. Dapat disebutkan beberapa diantara karangan yang paling
penting:
− Arnold C.
Brackman, Indonesian Communism: A
History, New York 1963; lihat bab 23 dan 24 dan Epiloque, hal. 257-306;
− Donald
Hindley, “President Sukarno and the
Communists: The Politics of Domestication”, American Political Science
Review, December 1962;
− Donald
Hindley, The Communist Party of
Indonesia: 1951-1963, Berkeley and Los Angeles, 1964; lihat bab XXII, hal.
275-304.
− Justus M.
van der Kroef, The Communist Party of
Indonesia, Vancouver-Canada, 1965; lihat bagian III, hal. 227-304.
− Guy J.
Pauker, “Current Communist Tactics in
Indonesia”, Asian Survey, May 1961, 26-34;
− Guy J.
Pauker, Communist Prospects in
Indonesia, RAND Memorandum, November 1964; juga dalam:
− Robert A.
Scalapino (ed), The Communits Revolution
in Asia: Tactic, Goals, and Achievements, New York, 1965.
[2] Angkatan Laut adalah sebuah kesatuan kecil,
jika dibandingkan dengan Angkatan Darat atau Kepolisian; AL ketika itu baru
saja mengalami pergolakan serius yang dilakukan para perwira muda. Dan sebagai
suatu kesatuan fungsional, AL tidak pernah memainkan peran politik yang
penting.
[3] Yang dimaksud dengan “Soekarnois” adalah
pengikut setia ajaran Presiden Soekarno tentang Nasakom, yaitu kerjasama di
lingkungan pemerintah antara unsur-unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis.
Sumber: Nugroho Notosusanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar