Saudara-saudara
sekalian,
Sudah
djam sebelas, kawan-kawan jang dilapangan tengah sudah tele-tele. Tapi saja
hendak memberi amanat tidak terlalu pandjang, lebih dulu saja menjampaikan
kepada hadirin dan hadirat jang beragama Islam: Assalamu Alaikum
Warachmatullahi Wabarakatuh! (massa menjambut: waalaikum salam!) Kemudian pada
semua saudara-saudara pekik “merdeka”: Merdeka! (massa menjambut Merdeka).
Saudara-saudara
sekalian, apa jang dikatakan oleh Saudara D.N. Aidit tadi adalah benar. D.N.
Aidit, Dipa Nusantara Aidit, adalah benar. Kawan Aidit itu namanya hebat,
DN-Dipa Nusantara. Tahu artinja Dipa? Nah, plonga-plongo tak tahu artinja, saja
sendiri djuga tak tahu (tawa gembira).
Tjoba
Dit (memanggil Bung Aidit. Bung Aidit menghampiri Bung Karno). Tjoba katakan
apa arti itu Dipa. (mendjawab Bung Aidit: menurut saja, Dipa artinja benteng,
djadi Dipa Nusantara artinja benteng Nusantara). (Bung Karno tertawa dengan
gembira).
Ja,
saudara-saudara saja itu tadi pura-pura tidak tahu. Sebetulnja saja tahu,
tetapi baiklah Saudara Aidit sendiri mengatakan kepada saudara-saudara bahwa
Dipa berarti benteng. Benteng atau pulau atau karang. Nusantara adalah
Indonesia. Djadi Benteng Indonesia Aidit (tepuktangan riuh). Benteng Indonesia
dan Banteng Indonesia Aidit (tepuktangan pandjang).
Apa
jang dikatakan oleh Saudara Benteng Indonesia Aidit tadi adalah benar, jaitu
bahwa fihak imperialis geger, sudah beberapa minggu ini, pertama oleh karena
PKI hendak mengadakan Hari Ulangtahun jang ke-45-nja dengan tjara
besar-besaran; kedua bahwa pada rapat raksasa Hari Ulangtahun PKI ini Presiden
Republik Indonesia Sukarno akan hadir dan berpidato (tepuktangan pandjang).
Pihak imperialis diluar geger, didalam geger, bahkan mengirimkan beberapa tjetjunguk,
“tjetjunguk” mengerti saudara-saudara? Untuk mengintai-intai apa gerangan jang
akan diperbuat oleh Sukarno dalam rapat raksasa PKI itu. Saja berkata kepada
mereka itu, tjetjunguk-tjetjunguk itu tidak perlu mengintai-intai, ini lho,
terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, Sukarno ada disini (tepuktangan
pandjang). Terang-terangan tanpa tedeng aling-aling. Dit, sini, (memanggil Bung
Aidit) ajo terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, ajo kita minta dipotret
ber-sama-sama (tepuktangan gemuruh), (Presiden bergandengan tangan dengan Bung
Aidit menghampiri para djurupotret sambil melambai-lambaikan tangan kepada
massa, massa menjambut dengan tepuktangan pandjang). Kok pakai
tjetjunguk-tjetjunguk, intai-intaian, tidak, tidak perlu, saja malahan senang
menundjukkan diri dihadapan chalajak seluruh dunia (tepuktangan gemuruh). Memang
benar dulu pernah didalam Kongres PKI jang ke-VI, saja lebih dahulu mensitir
pribahasa Djawa: dudu sanak, dudu kadang, jen mati aku melu kelangan.
(tepuktangan). Pada waktu itu, malah saja berkata, “bukan sadja dudu sanak dudu
kadang”, tetapi saja berkata, “jo sanak, jo kadang, jen mati aku kelangan”.
(tepuktangan). Apalagi saudara-saudara, apalagi didalam rangka politik jang
kita djalankan, jaitu politik jang sudah dari sedjak dahulu saja kemukakan,
jaitu menggabungkan mendjadi satu semua tenaga revolusioner progresif, dalam
bahasa asingnja, de samenbundeling van alle progressive revolutionaire
krachten, menggabungkan mendjadi satu semua tenaga-tenaga revolusioner
progresif. Didalam kerangka politik jang demikian itu maka sebenarnja bukanlah
satu barang jang aneh, bahwa Pemerintah Republik Indonesia merangkul kepada
PKI, bahwa saja sebagai Mandataris daripada MPRS merangkul kepada PKI, bahwa
saja sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia merangkul kepada PKI
(tepuktangan pandjang), sebab siapa jang bisa membantah bahwa PKI adalah unsur
jang hebat didalam penjelesaian Revolusi Indonesia ini? (tepuktangan pandjang).
Tadi telah disitir oleh Kawan Aidit apa sebabnja menurut pendapat saja PKI
mendjadi besar, PKI ndoro, ndoro itu, lihat tangan saja lho, mendjalar,
mendjalar, mendjalar, mendjalar. PKI mendjadi kuat, PKI mendjadi sekarang
beranggotakan 3 djuta, pemudanja 3 djuta, simpatisannja 20 djuta. Apa sebabnja
PKI demikian? Jalah oleh karena PKI adalah konsekwen progresif revolusioner
(tepuktangan). Nah, sudah barang tentu saudara-saudara, saja jang berpendapat
bahwa revolusi Indonesia ini tidak dapat diselesaikan djikalau tidak
digabungkan mendjadi satu semua, semua, semua tenaga progresif revolusioner,
saja merangkul PKI, saja berkata PKI, jo sanakku, jo kadangku, jen mati aku
melu kelangan (tepuktangan).
Saudara-saudara,
pernah saja tjeritakan kepada saudara-saudara, dan taipun telah disitir,
dikatakan oleh Kawan Aidit, beberapa sendjata ampuh jang saja berikan kepada
revolusi Indonesia, jalah antara lain Pantjasila, antara lain penggabungan
semua tenaga progresif revolusioner dalam Nasakom, antara lain Manipol-Usdek,
antara lain “Berdikari”. Nasakom ini, saudara-saudara, pernah saja tjeritakan
kepada chalajak ramai Indonesia sendiri, bahwa utusan-utusan daripada perajaan
Dasawarsa A-A tempohari, kagum melihat Nasakom, heran bahwa Indonesia jang
tadinja dikatakan oleh kaum imperialis akan lekas hantjur, Indonesia akan lekas
gugur, Indonesia Rakjatnja akan mati kelaparan, Indonesia katjau-balau, bahwa
Indonesia itu sebaliknja, ternjata kuat, Rakjatnja ternjata teguh, Rakjatnja
ternjata sehat-sehat, karena Indonesia mendjalankan politik Nasakom. Tadi Bung
Aidit berkata sebagai bantahan terhadap kepada kaum imperialis jang mengatakan
bahwa Indonesia kekurangan pangan, bahwa Indonesia kekurangan makanan, bahwa
Rakjat Indonesia malahan saking banjaknja makanan, ubi singkong dipakai untuk
menutup djebolnja gili-gili dengan ubi-ubi singkong saudara-saudara. Hanja Indonesia
sendiri, saking banjaknja makanan. (tepuktangan).
Siapa
bilang saja dari Blitar,
saja
ini dari Prambanan,
siapa
bilang Rakjat kurang makan,
Rakjat
kita tjukup makanan. (tepuktangan).
Kan
itu djandjiku saudara-saudara. (Kemudian Presiden membawakan pantun lagi).
Siapa
bilang ini soto sembarang soto,
soto
ini dari babat,
siapa
bilang aku ke Tokio,
Lebih
senang tinggal dikalangan Rakjat. (tepuktangan massa mengiringi njanjian itu).
Kaum
imperialis itu memang aneh-aneh, saudara-saudara, memang aneh-aneh, meramalkan
ini, meramalkan itu, dan paling-paling imperialis itu paling takut kepada
Indonesia, apa sebab takut kepada Indonesia? Oleh karena Indonesia
menggabungkan semua tenaga revolusioner mendjadi satu, oleh karena Indonesia
mendjalankan politik jang konsekwen anti-imperialis. Dengan tjara apa? Dengan tjara
menggabungkan semua tenaga jang progresif-revolusioner (tepuktangan).
Nasakom
mendjadi kekaguman semua utusan-utusan Dasawarsa A-A. Nasakom mendjadi, malahan
satu tjontoh bagi negara-negara Asia-Afrika jang akan melandjutkan perdjuangannja
menentang imperialisme. Sesudah itu dimengerti oleh semua utusan-utusan
saudara-saudara, maka gampanglah bagi saja untuk menerangkan kepada mereka apa
sebabnja Indonesia mengambil inisiatif untuk mengadakan Conefo, Conference of
the New Emerging Forces. Utusan-utusan ini sebetulnja saudara-saudara terlebih dahulu
telah kagum kepada Indonesia bahwa Indonesialah jang mengemukakan ide New
Emerging Forces ini, bukan negara lain. Indonesia jang bekerdja keras untuk
melaksanakan penggabungan dari semua tenaga New Emerging Forces. Indonesia
sekarang hendak mengadakan Conefo, Conference of the New Emerging Forces. Sebelah
ini Saudara-saudara, sebelah Gelora Bung Karno, disana sekarang ini sedang
dibangun perlengkapan-perlengkapan, gedung-gedung untuk Conference of the New
Emerging Forces. Saja sekarang saudara-saudara, memanggil kepada seluruh Rakjat
Indonesia untuk membantu kepada pembangunan ini agar supaja tahun muka
saudara-saudara, benar-benar di Indonesia, di Djakarta bisa diadakan Conference
of the New Emerging Forces itu. Nah, sesudah utusan-utusan dari Dasawarsa itu
melihat hebatnja, manfaatnja politik Nasakom, mudah bagi saja untuk menerangkan
kepada mereka bahwa Conefo adalah sebetulnja satu nasakom Internasional. Apa sebab
Nasakom Internasional? Sebabnja jalah didalam Conefo itu hendaknja kita
gabungkan semua, asal tenaga anti-imperialis baik dari negara-negara jang
tjapnja Nasional maupun dari negara-negara jang jtapnja Agama maupun daripada
negara-negara jang tjapnja Komunis, bahkan dari negara-negara kapitalis jang
disitu ada perkumpulan-perkumpulan atau tenaga-tenaga progresif,
saudara-saudara. Dus Conefo menggabungkan, ja negara-negara Nasionalis jang
anti-imperialis, ja negara-negara Agama jang Anti-imperialis, ja, negara
Komunis, ja, negara-negara lain, Saudara-saudara, jang didalamnja adalah
tenaga-tenaga progresif. Oleh karena itu, maka aku bisa menerangkan kepada
utusan-utusan Dasawarsa itu bahwa Conefo adalah satu Nasakom Internasional.
Disini,
dikalangan Indonesia sendiri, saudara-saudara, ada orang-orang jang menanja
kepada saja, Bung atau Pak kenapa politik Bung Karno menggabungkan semua tenaga
anti-imperialis, sama tenaga revolusioner dalam perkataan Nasakom? Kenapa “Kom”?
Kenapa kok tidak seperti tahun duapuluh enam waktu Bung Karno buat pertama kali
mentjetuskan ide persatuan daripada tenaga-tenaga revolusioner ini? Nasionalis,
Islam, Marxisme atau Nasionalis, Agama, Marxis, kenapa Bung Karno tidak memakai
perkataan Nasamarx? Kok pakai perkataan Nasakom? Kenapa “Kom”? Kenapa tidak “Sos”?
Kenapa tidak “Marx”? Nasamarx atau Nasasos? Kok Bung Karno memakai perkataan
Nasakom?. Didjelaskan disini saudara-saudara, dengarkan, perkataan jang paling
ditjatut, ditjatut oleh pentjoleng-pentjoleng politik, oleh tjoro-tjoro
politik, perkataan jang paling ditjatut pentjoleng dan tjoro-tjoro ini jalah
perkataan Marxisme saudara-saudara. Saudara-saudara mengetahui bahwa misalnja
PSI, Partai Sosialis Indonesia jang sudah saja bubarkan itu. PSI itu selalu
menepuk-nepuk dada: Kami Marxis, kami Marxis, kami Marxis! Saja berkata mereka
bukan Marxis! Mereka adalah pentjoleng daripada Marxis (tepuk tangan pandjang).
Karena itu aku tidak mau memakai perkataan Nasamarx. Kalau aku memakai
perkataan Nasamarx, djangan-djangan nanti orang-orang PSI djuga ikut-ikut
didalam nasamarx ini saudara-saudara. Padahal mereka adalah
kontra-revolusioner, padahal mereka adalah revisionis tules, padahal mereka
adalah pentjoleng Marxisme! (tepuktangan pandjang menggemuruh).
Ketjuali
itu saja dengan sengadja memakai perkataan “Kom”, Nasakom, oleh karena di
Indonesia ini banjak orang jang phobi saudara-saudara, phobi kepada “Kom”,
chususnja takut kepada PKI, bentji kepada PKI, hendak menghantjur-leburkan PKI.
Terus terang sadja, terus terang sadja, dikalangan Nas ada jang Komunisto
phobi, dikalangan Agama ada jang Komunisto phobi, dikalangan Angkatan
Bersendjata dulu ada jang ber-Komunisto phobi. Nah, ini penjakit phobi ini
hendak saja bantras saudara-saudara, hendak saja bantras. Maka oleh karen itu
dengan sengadja didalam penggabungan nationale revolutionaire krachten ini saja
pakai perkataan “Kom”, “Kom”, “Kom”, sekali lagi “Kom”. (tepuktangan
menggelegar). Ja, “Kom” benar lho,, ada djuga “Kom” gadungan. (Bung Aidit: “Kom
gadungan djuga ada”). Sebab ada djuga “Kom” gadungan, ada djuga Marhaenis
gadungan, ada djuga Marxis gadungan, padahal didalam perdjuangan kita
anti-imperialis, tidak boleh mempersatukan tenaga-tenaga gadungan,
tenaga-tenaga gadungan itu malahan lebih membahajakan, lebih berbahaja daripada
imperialisnja sendiri, saudara-saudara. Itu sebabnja tempo hari saja perintahkan,
bubarkan “BPS” dan semua antek-antek “BPS” (tepuktangan).
Lebih
baik dengan kumpulan tenaga jang djumlahnja ketjil, tapi kompak revolusioner,
kompak revolusioner, tetapi kwalitatif tinggi. Lebih baik saudara-saudara,
djumlah ketjil tetapi kompak dan kwalitatif tinggi daripada djumlah banjak
tetapi penuh dengan tjetjunguk-tjetjunguk dan kontra-revolusioner. Oleh karena
itu saudara-saudara, maka kita djuga didalam KAA jang akan datang, kita
daripada Republik Indonesia berdiri diatas prinsip ini. Kalau bisa ja, semua
negara A-A tergabung didalam Konferensi A-A jang jedua di Aldjazair. Tetapi kalau
tidak bisa, misalnja ada negara-negara jang tidak mau ikut oleh karena pro “Malaysia”,
lebih baik mereka djangan ikut A-A ini. Lebih baik mereka diluar A-A ini. Lebih
baik kita mengadakan A-A kedua ini dengan negara-negara jang kurang djumlahnja,
tetapi semuanja berpendirian anti-imperialisme daripada dengan djumlah banjak
tetapi diantaranja adalah kawan-kawan dan antek-antek imperialisme. Nah, tetapi
saja bisa memberitahukan dengan gembira kepada saudara-saudara bahwa usaha “Malaysia”
untuk ikut serta dalam Konferensi A-A kedua ini, bahwa sebagian besar daripada
negara-negara Asia dan Afrika tidak mau menerima “Malaysia” didalam Konferensi A-A
jang kedua (tepuktangan). Ada satu, dua, tiga negara jang mau menerima “Malaysia”
itu, ada. Mana ada perdjuangan jang kompak seluruh 100% saudara-saudara, tidak
ada. Demikian pula didalam perdjuangan A-A ini saudara-saudara, ada, satu, dua,
tiga negara jang pro “Malaysia” jang sebetulnja djiwanja adalah djiwa antek
imperialis. Tapi, biar, biar, biar, aku telah perintahkan kepada Ibu Supeni,
Peni! Madepo mrene. Nah, ini Ibu Supeni! Supeni, kalau ada negara jang ngotot
mau membela “Malaysia” tetaplah tolak mereka itu dari A-A, tetap tolak, kalau
mereka mau keluar dari A-A biar keluar! (tepuktangan). Tjuma tadi aku sudah
berkata sjukur alhamdulillah, sebagian terbesar daripada negara-negara Asia dan
Afrika adalah berpendirian sama dengan Republik Indonesia jaitu menolak “Malaysia”
daripada Konferensi A-A jang kedua ini. Ha, wong memang “Malaysia” itu antek,
saudara-saudara, antek imperialis.
Ada
jang begini, ada negara jang berpendirian begini: Ja, kenapa kok Presiden
Sukarno itu kok anti “Malaysia”, “Malaysia” itu kan negara Asia? Ini negara
Asia mau ikut dalam Konferensi A-A kok ndak boleh? Bagaimana Presiden Sukarno
itu, tidak konsekwen Asia-nja? Ha, inilah saudara-saudara keblingernja negara
ini dengan mengatakan bahwa “Malaysia” adalah negara Asia. Tidak “Malaysia”
bukan negara Asia! “Malaysia” adalah negara bikinan Inggris di wilajah Asia! Aku
telah berkata bahwa Tengku Abdurrachman bukan Asian, bukan orang Asia, dia
adalah a non Asian. Orang Asia jang sebenarnja bukan Asia. Berulang-ulang saja
berkata “Malaysia” kita tidak bisa terima sebagai negara Asia. Tidak bisa kita
terima sebagai negara Asia. Oleh karena “Malaysia” didirikan oleh Inggris tidak
sesuai dengan Manila Agreement. Karena “Malaysia” didirikan tidak sesuai dengan
Manila Agreement, karena “Malaysia” didirikan untuk contain Republik Indonesia,
karena “Malaysia” didirikan untuk mendjaga, menjelamatkan, to preserve “life
line of imperialism” jang kataku dari selat Djibraltar, Laut Tengah, Suez,
Lautan Merah, Aden, Samudera Indonesia, Selat Malaka, Singapura, membelok ke
Utara, karena “Malaysia” itu didirikan oleh fihak Inggris untuk menjelamatkan,
untuk mendjaga “life line of British imperialism” ini, maka Indonesia tidak
bisa menerima “Malaysia” sebagai negara Asia. Oleh karena itu Indonesia tetap
menolak masuknja “Malaysia” didalam Konferensi A-A jang kedua. Dan sjukur
alhamdulillah kataku, sebagian terbesar, bahkan sebagian terbesar negara-negara
Afrika, negara-negara Afrika jang sudah berapa kali ditjekoki, ditjekoki,
ditjekoki oleh Tun Abdul Razak, oleh Chair Zuhari dan lain-lain supaja
negara-negara Afrika ini mau menerima “Malaysia” didalam Konferensi A-A kedua,
saja bisa berkata alhamdulillah, sebagian terbesar daripada negara-negara
Afrika ini tidak sudi dan akan menolak “Malaysia” masuk didalam Konferensi A-A
jang kedua (tepuktangan).
Nah,
didalam hal ini, didalam segala politik Republik Indonesia, ja bagian “Malaysia”,
ja bagian berdikarinja ekonomi, ja bagian berdaulatnja politik, ja bagian
berkepribadiannja kebudajaan, selalu PKI adalah berdiri dibarisan jang paling
depan daripada barisan Indonesia ini (tepuktangan riuh sekali). Karena itupun
saja tanpa tedeng aling-aling, jo PKI kene dulurku, kene dulurku, jo sanak jo
kadang jen mati aku sing kelangan. Memang demikian Saudara-saudara. Manakala saja
didalam Kongres jang ke-VII daripada PKI berkata: PKI “go ahead!” berdjalanlah
terus, artinja go ahaead. Sekarang pun saja berkata PKI, go ahead! PKI, madju,
onward, onward, onward, never retreat! (tepuktangan menggelegar).
Saudara-saudara
sekianlah sambutanku kepada Ulangtahun ke-45 PKI ini, dan saja mendoakan agar
supaja Partai Komunis Indonesia tetap subur, subur, subur, madju, madju, madju,
onward, onward, onward, never retreat!
Terima
kasih. (tepuktangan riuh dan seruan “Hidup Bung Karno”, “Hidup PKI” terdengar
mengguruh)
[Download]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar