Rabu, 04 Oktober 2017

Subur, Subur, Suburlah PKI

Saudara-saudara sekalian,

Sudah djam sebelas, kawan-kawan jang dilapangan tengah sudah tele-tele. Tapi saja hendak memberi amanat tidak terlalu pandjang, lebih dulu saja menjampaikan kepada hadirin dan hadirat jang beragama Islam: Assalamu Alaikum Warachmatullahi Wabarakatuh! (massa menjambut: waalaikum salam!) Kemudian pada semua saudara-saudara pekik “merdeka”: Merdeka! (massa menjambut Merdeka).

Saudara-saudara sekalian, apa jang dikatakan oleh Saudara D.N. Aidit tadi adalah benar. D.N. Aidit, Dipa Nusantara Aidit, adalah benar. Kawan Aidit itu namanya hebat, DN-Dipa Nusantara. Tahu artinja Dipa? Nah, plonga-plongo tak tahu artinja, saja sendiri djuga tak tahu (tawa gembira).

Tjoba Dit (memanggil Bung Aidit. Bung Aidit menghampiri Bung Karno). Tjoba katakan apa arti itu Dipa. (mendjawab Bung Aidit: menurut saja, Dipa artinja benteng, djadi Dipa Nusantara artinja benteng Nusantara). (Bung Karno tertawa dengan gembira).

Ja, saudara-saudara saja itu tadi pura-pura tidak tahu. Sebetulnja saja tahu, tetapi baiklah Saudara Aidit sendiri mengatakan kepada saudara-saudara bahwa Dipa berarti benteng. Benteng atau pulau atau karang. Nusantara adalah Indonesia. Djadi Benteng Indonesia Aidit (tepuktangan riuh). Benteng Indonesia dan Banteng Indonesia Aidit (tepuktangan pandjang).

Apa jang dikatakan oleh Saudara Benteng Indonesia Aidit tadi adalah benar, jaitu bahwa fihak imperialis geger, sudah beberapa minggu ini, pertama oleh karena PKI hendak mengadakan Hari Ulangtahun jang ke-45-nja dengan tjara besar-besaran; kedua bahwa pada rapat raksasa Hari Ulangtahun PKI ini Presiden Republik Indonesia Sukarno akan hadir dan berpidato (tepuktangan pandjang). Pihak imperialis diluar geger, didalam geger, bahkan mengirimkan beberapa tjetjunguk, “tjetjunguk” mengerti saudara-saudara? Untuk mengintai-intai apa gerangan jang akan diperbuat oleh Sukarno dalam rapat raksasa PKI itu. Saja berkata kepada mereka itu, tjetjunguk-tjetjunguk itu tidak perlu mengintai-intai, ini lho, terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, Sukarno ada disini (tepuktangan pandjang). Terang-terangan tanpa tedeng aling-aling. Dit, sini, (memanggil Bung Aidit) ajo terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, ajo kita minta dipotret ber-sama-sama (tepuktangan gemuruh), (Presiden bergandengan tangan dengan Bung Aidit menghampiri para djurupotret sambil melambai-lambaikan tangan kepada massa, massa menjambut dengan tepuktangan pandjang). Kok pakai tjetjunguk-tjetjunguk, intai-intaian, tidak, tidak perlu, saja malahan senang menundjukkan diri dihadapan chalajak seluruh dunia (tepuktangan gemuruh). Memang benar dulu pernah didalam Kongres PKI jang ke-VI, saja lebih dahulu mensitir pribahasa Djawa: dudu sanak, dudu kadang, jen mati aku melu kelangan. (tepuktangan). Pada waktu itu, malah saja berkata, “bukan sadja dudu sanak dudu kadang”, tetapi saja berkata, “jo sanak, jo kadang, jen mati aku kelangan”. (tepuktangan). Apalagi saudara-saudara, apalagi didalam rangka politik jang kita djalankan, jaitu politik jang sudah dari sedjak dahulu saja kemukakan, jaitu menggabungkan mendjadi satu semua tenaga revolusioner progresif, dalam bahasa asingnja, de samenbundeling van alle progressive revolutionaire krachten, menggabungkan mendjadi satu semua tenaga-tenaga revolusioner progresif. Didalam kerangka politik jang demikian itu maka sebenarnja bukanlah satu barang jang aneh, bahwa Pemerintah Republik Indonesia merangkul kepada PKI, bahwa saja sebagai Mandataris daripada MPRS merangkul kepada PKI, bahwa saja sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia merangkul kepada PKI (tepuktangan pandjang), sebab siapa jang bisa membantah bahwa PKI adalah unsur jang hebat didalam penjelesaian Revolusi Indonesia ini? (tepuktangan pandjang). Tadi telah disitir oleh Kawan Aidit apa sebabnja menurut pendapat saja PKI mendjadi besar, PKI ndoro, ndoro itu, lihat tangan saja lho, mendjalar, mendjalar, mendjalar, mendjalar. PKI mendjadi kuat, PKI mendjadi sekarang beranggotakan 3 djuta, pemudanja 3 djuta, simpatisannja 20 djuta. Apa sebabnja PKI demikian? Jalah oleh karena PKI adalah konsekwen progresif revolusioner (tepuktangan). Nah, sudah barang tentu saudara-saudara, saja jang berpendapat bahwa revolusi Indonesia ini tidak dapat diselesaikan djikalau tidak digabungkan mendjadi satu semua, semua, semua tenaga progresif revolusioner, saja merangkul PKI, saja berkata PKI, jo sanakku, jo kadangku, jen mati aku melu kelangan (tepuktangan).

Saudara-saudara, pernah saja tjeritakan kepada saudara-saudara, dan taipun telah disitir, dikatakan oleh Kawan Aidit, beberapa sendjata ampuh jang saja berikan kepada revolusi Indonesia, jalah antara lain Pantjasila, antara lain penggabungan semua tenaga progresif revolusioner dalam Nasakom, antara lain Manipol-Usdek, antara lain “Berdikari”. Nasakom ini, saudara-saudara, pernah saja tjeritakan kepada chalajak ramai Indonesia sendiri, bahwa utusan-utusan daripada perajaan Dasawarsa A-A tempohari, kagum melihat Nasakom, heran bahwa Indonesia jang tadinja dikatakan oleh kaum imperialis akan lekas hantjur, Indonesia akan lekas gugur, Indonesia Rakjatnja akan mati kelaparan, Indonesia katjau-balau, bahwa Indonesia itu sebaliknja, ternjata kuat, Rakjatnja ternjata teguh, Rakjatnja ternjata sehat-sehat, karena Indonesia mendjalankan politik Nasakom. Tadi Bung Aidit berkata sebagai bantahan terhadap kepada kaum imperialis jang mengatakan bahwa Indonesia kekurangan pangan, bahwa Indonesia kekurangan makanan, bahwa Rakjat Indonesia malahan saking banjaknja makanan, ubi singkong dipakai untuk menutup djebolnja gili-gili dengan ubi-ubi singkong saudara-saudara. Hanja Indonesia sendiri, saking banjaknja makanan. (tepuktangan).

Siapa bilang saja dari Blitar,
saja ini dari Prambanan,
siapa bilang Rakjat kurang makan,
Rakjat kita tjukup makanan. (tepuktangan).

Kan itu djandjiku saudara-saudara. (Kemudian Presiden membawakan pantun lagi).

Siapa bilang ini soto sembarang soto,
soto ini dari babat,
siapa bilang aku ke Tokio,
Lebih senang tinggal dikalangan Rakjat. (tepuktangan massa mengiringi njanjian itu).

Kaum imperialis itu memang aneh-aneh, saudara-saudara, memang aneh-aneh, meramalkan ini, meramalkan itu, dan paling-paling imperialis itu paling takut kepada Indonesia, apa sebab takut kepada Indonesia? Oleh karena Indonesia menggabungkan semua tenaga revolusioner mendjadi satu, oleh karena Indonesia mendjalankan politik jang konsekwen anti-imperialis. Dengan tjara apa? Dengan tjara menggabungkan semua tenaga jang progresif-revolusioner (tepuktangan).

Nasakom mendjadi kekaguman semua utusan-utusan Dasawarsa A-A. Nasakom mendjadi, malahan satu tjontoh bagi negara-negara Asia-Afrika jang akan melandjutkan perdjuangannja menentang imperialisme. Sesudah itu dimengerti oleh semua utusan-utusan saudara-saudara, maka gampanglah bagi saja untuk menerangkan kepada mereka apa sebabnja Indonesia mengambil inisiatif untuk mengadakan Conefo, Conference of the New Emerging Forces. Utusan-utusan ini sebetulnja saudara-saudara terlebih dahulu telah kagum kepada Indonesia bahwa Indonesialah jang mengemukakan ide New Emerging Forces ini, bukan negara lain. Indonesia jang bekerdja keras untuk melaksanakan penggabungan dari semua tenaga New Emerging Forces. Indonesia sekarang hendak mengadakan Conefo, Conference of the New Emerging Forces. Sebelah ini Saudara-saudara, sebelah Gelora Bung Karno, disana sekarang ini sedang dibangun perlengkapan-perlengkapan, gedung-gedung untuk Conference of the New Emerging Forces. Saja sekarang saudara-saudara, memanggil kepada seluruh Rakjat Indonesia untuk membantu kepada pembangunan ini agar supaja tahun muka saudara-saudara, benar-benar di Indonesia, di Djakarta bisa diadakan Conference of the New Emerging Forces itu. Nah, sesudah utusan-utusan dari Dasawarsa itu melihat hebatnja, manfaatnja politik Nasakom, mudah bagi saja untuk menerangkan kepada mereka bahwa Conefo adalah sebetulnja satu nasakom Internasional. Apa sebab Nasakom Internasional? Sebabnja jalah didalam Conefo itu hendaknja kita gabungkan semua, asal tenaga anti-imperialis baik dari negara-negara jang tjapnja Nasional maupun dari negara-negara jang jtapnja Agama maupun daripada negara-negara jang tjapnja Komunis, bahkan dari negara-negara kapitalis jang disitu ada perkumpulan-perkumpulan atau tenaga-tenaga progresif, saudara-saudara. Dus Conefo menggabungkan, ja negara-negara Nasionalis jang anti-imperialis, ja negara-negara Agama jang Anti-imperialis, ja, negara Komunis, ja, negara-negara lain, Saudara-saudara, jang didalamnja adalah tenaga-tenaga progresif. Oleh karena itu, maka aku bisa menerangkan kepada utusan-utusan Dasawarsa itu bahwa Conefo adalah satu Nasakom Internasional.

Disini, dikalangan Indonesia sendiri, saudara-saudara, ada orang-orang jang menanja kepada saja, Bung atau Pak kenapa politik Bung Karno menggabungkan semua tenaga anti-imperialis, sama tenaga revolusioner dalam perkataan Nasakom? Kenapa “Kom”? Kenapa kok tidak seperti tahun duapuluh enam waktu Bung Karno buat pertama kali mentjetuskan ide persatuan daripada tenaga-tenaga revolusioner ini? Nasionalis, Islam, Marxisme atau Nasionalis, Agama, Marxis, kenapa Bung Karno tidak memakai perkataan Nasamarx? Kok pakai perkataan Nasakom? Kenapa “Kom”? Kenapa tidak “Sos”? Kenapa tidak “Marx”? Nasamarx atau Nasasos? Kok Bung Karno memakai perkataan Nasakom?. Didjelaskan disini saudara-saudara, dengarkan, perkataan jang paling ditjatut, ditjatut oleh pentjoleng-pentjoleng politik, oleh tjoro-tjoro politik, perkataan jang paling ditjatut pentjoleng dan tjoro-tjoro ini jalah perkataan Marxisme saudara-saudara. Saudara-saudara mengetahui bahwa misalnja PSI, Partai Sosialis Indonesia jang sudah saja bubarkan itu. PSI itu selalu menepuk-nepuk dada: Kami Marxis, kami Marxis, kami Marxis! Saja berkata mereka bukan Marxis! Mereka adalah pentjoleng daripada Marxis (tepuk tangan pandjang). Karena itu aku tidak mau memakai perkataan Nasamarx. Kalau aku memakai perkataan Nasamarx, djangan-djangan nanti orang-orang PSI djuga ikut-ikut didalam nasamarx ini saudara-saudara. Padahal mereka adalah kontra-revolusioner, padahal mereka adalah revisionis tules, padahal mereka adalah pentjoleng Marxisme! (tepuktangan pandjang menggemuruh).

Ketjuali itu saja dengan sengadja memakai perkataan “Kom”, Nasakom, oleh karena di Indonesia ini banjak orang jang phobi saudara-saudara, phobi kepada “Kom”, chususnja takut kepada PKI, bentji kepada PKI, hendak menghantjur-leburkan PKI. Terus terang sadja, terus terang sadja, dikalangan Nas ada jang Komunisto phobi, dikalangan Agama ada jang Komunisto phobi, dikalangan Angkatan Bersendjata dulu ada jang ber-Komunisto phobi. Nah, ini penjakit phobi ini hendak saja bantras saudara-saudara, hendak saja bantras. Maka oleh karen itu dengan sengadja didalam penggabungan nationale revolutionaire krachten ini saja pakai perkataan “Kom”, “Kom”, “Kom”, sekali lagi “Kom”. (tepuktangan menggelegar). Ja, “Kom” benar lho,, ada djuga “Kom” gadungan. (Bung Aidit: “Kom gadungan djuga ada”). Sebab ada djuga “Kom” gadungan, ada djuga Marhaenis gadungan, ada djuga Marxis gadungan, padahal didalam perdjuangan kita anti-imperialis, tidak boleh mempersatukan tenaga-tenaga gadungan, tenaga-tenaga gadungan itu malahan lebih membahajakan, lebih berbahaja daripada imperialisnja sendiri, saudara-saudara. Itu sebabnja tempo hari saja perintahkan, bubarkan “BPS” dan semua antek-antek “BPS” (tepuktangan).

Lebih baik dengan kumpulan tenaga jang djumlahnja ketjil, tapi kompak revolusioner, kompak revolusioner, tetapi kwalitatif tinggi. Lebih baik saudara-saudara, djumlah ketjil tetapi kompak dan kwalitatif tinggi daripada djumlah banjak tetapi penuh dengan tjetjunguk-tjetjunguk dan kontra-revolusioner. Oleh karena itu saudara-saudara, maka kita djuga didalam KAA jang akan datang, kita daripada Republik Indonesia berdiri diatas prinsip ini. Kalau bisa ja, semua negara A-A tergabung didalam Konferensi A-A jang jedua di Aldjazair. Tetapi kalau tidak bisa, misalnja ada negara-negara jang tidak mau ikut oleh karena pro “Malaysia”, lebih baik mereka djangan ikut A-A ini. Lebih baik mereka diluar A-A ini. Lebih baik kita mengadakan A-A kedua ini dengan negara-negara jang kurang djumlahnja, tetapi semuanja berpendirian anti-imperialisme daripada dengan djumlah banjak tetapi diantaranja adalah kawan-kawan dan antek-antek imperialisme. Nah, tetapi saja bisa memberitahukan dengan gembira kepada saudara-saudara bahwa usaha “Malaysia” untuk ikut serta dalam Konferensi A-A kedua ini, bahwa sebagian besar daripada negara-negara Asia dan Afrika tidak mau menerima “Malaysia” didalam Konferensi A-A jang kedua (tepuktangan). Ada satu, dua, tiga negara jang mau menerima “Malaysia” itu, ada. Mana ada perdjuangan jang kompak seluruh 100% saudara-saudara, tidak ada. Demikian pula didalam perdjuangan A-A ini saudara-saudara, ada, satu, dua, tiga negara jang pro “Malaysia” jang sebetulnja djiwanja adalah djiwa antek imperialis. Tapi, biar, biar, biar, aku telah perintahkan kepada Ibu Supeni, Peni! Madepo mrene. Nah, ini Ibu Supeni! Supeni, kalau ada negara jang ngotot mau membela “Malaysia” tetaplah tolak mereka itu dari A-A, tetap tolak, kalau mereka mau keluar dari A-A biar keluar! (tepuktangan). Tjuma tadi aku sudah berkata sjukur alhamdulillah, sebagian terbesar daripada negara-negara Asia dan Afrika adalah berpendirian sama dengan Republik Indonesia jaitu menolak “Malaysia” daripada Konferensi A-A jang kedua ini. Ha, wong memang “Malaysia” itu antek, saudara-saudara, antek imperialis.

Ada jang begini, ada negara jang berpendirian begini: Ja, kenapa kok Presiden Sukarno itu kok anti “Malaysia”, “Malaysia” itu kan negara Asia? Ini negara Asia mau ikut dalam Konferensi A-A kok ndak boleh? Bagaimana Presiden Sukarno itu, tidak konsekwen Asia-nja? Ha, inilah saudara-saudara keblingernja negara ini dengan mengatakan bahwa “Malaysia” adalah negara Asia. Tidak “Malaysia” bukan negara Asia! “Malaysia” adalah negara bikinan Inggris di wilajah Asia! Aku telah berkata bahwa Tengku Abdurrachman bukan Asian, bukan orang Asia, dia adalah a non Asian. Orang Asia jang sebenarnja bukan Asia. Berulang-ulang saja berkata “Malaysia” kita tidak bisa terima sebagai negara Asia. Tidak bisa kita terima sebagai negara Asia. Oleh karena “Malaysia” didirikan oleh Inggris tidak sesuai dengan Manila Agreement. Karena “Malaysia” didirikan tidak sesuai dengan Manila Agreement, karena “Malaysia” didirikan untuk contain Republik Indonesia, karena “Malaysia” didirikan untuk mendjaga, menjelamatkan, to preserve “life line of imperialism” jang kataku dari selat Djibraltar, Laut Tengah, Suez, Lautan Merah, Aden, Samudera Indonesia, Selat Malaka, Singapura, membelok ke Utara, karena “Malaysia” itu didirikan oleh fihak Inggris untuk menjelamatkan, untuk mendjaga “life line of British imperialism” ini, maka Indonesia tidak bisa menerima “Malaysia” sebagai negara Asia. Oleh karena itu Indonesia tetap menolak masuknja “Malaysia” didalam Konferensi A-A jang kedua. Dan sjukur alhamdulillah kataku, sebagian terbesar, bahkan sebagian terbesar negara-negara Afrika, negara-negara Afrika jang sudah berapa kali ditjekoki, ditjekoki, ditjekoki oleh Tun Abdul Razak, oleh Chair Zuhari dan lain-lain supaja negara-negara Afrika ini mau menerima “Malaysia” didalam Konferensi A-A kedua, saja bisa berkata alhamdulillah, sebagian terbesar daripada negara-negara Afrika ini tidak sudi dan akan menolak “Malaysia” masuk didalam Konferensi A-A jang kedua (tepuktangan).

Nah, didalam hal ini, didalam segala politik Republik Indonesia, ja bagian “Malaysia”, ja bagian berdikarinja ekonomi, ja bagian berdaulatnja politik, ja bagian berkepribadiannja kebudajaan, selalu PKI adalah berdiri dibarisan jang paling depan daripada barisan Indonesia ini (tepuktangan riuh sekali). Karena itupun saja tanpa tedeng aling-aling, jo PKI kene dulurku, kene dulurku, jo sanak jo kadang jen mati aku sing kelangan. Memang demikian Saudara-saudara. Manakala saja didalam Kongres jang ke-VII daripada PKI berkata: PKI “go ahead!” berdjalanlah terus, artinja go ahaead. Sekarang pun saja berkata PKI, go ahead! PKI, madju, onward, onward, onward, never retreat! (tepuktangan menggelegar).

Saudara-saudara sekianlah sambutanku kepada Ulangtahun ke-45 PKI ini, dan saja mendoakan agar supaja Partai Komunis Indonesia tetap subur, subur, subur, madju, madju, madju, onward, onward, onward, never retreat!

Terima kasih. (tepuktangan riuh dan seruan “Hidup Bung Karno”, “Hidup PKI” terdengar mengguruh)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar