Senin, 27 Mei 2019

Lahirnya PKI

Komunisme di Indonesia diperkenalkan oleh seorang sosialis radikal berkebangsaan Belanda; H.F.J.M. Sneevliet; yang datang sebagai pegawai kantor dagang di Semarang pada tahun 1913. Tidak jelas apa motif kedatangannya, tetapi ia segera melihat suatu tanah subur di Indonesia bagi pertumbuhan Komunisme. Sneevliet ini waktu masih di Hongkong menjadi anak buah Tan Malaka. Tan Malaka kemudian menjadi Ketua Partai Komunis Filipina pertama. Sneevliet disusul oleh Marxist lainnya, yaitu Brandsteder, Ir. Baars, Dr. Rinkes, C. Hartogh dan lain-lain. Kader-kader pertamanya ialah Alimin, Semaun, Darsono, Muso, Bung Karno, S.M. Kartosuwirjo dan lain-lain.

Mengingat penjajahan Belanda yang masih kuat bercokol —maupun rakyat Indonesia yang menderita karena penindasan— begitu melihat dan menilai, ia segera melaporkannya kepada Lenin. Karenanya, Lenin pada tanggal 7 Mei 1913 itu menulis dalam harian Pravda, “Suatu perkembangan penting adalah penyebaran gerakan demokratis revolusioner di Hindia Belanda di Jawa dan kepulauan lainnya yang berpenduduk kira-kira 40 juta jiwa.”

Pada waktu itu telah tumbuh beberapa pergerakan nasional, seperti Budi Utomo yang lahir pada tahun 1908 diprakarsai oleh mahasiswa-mahasiswa Sekolah Dokter Pribumi STOVIA di Jakarta, antara lain nama Wahidin Sudirohusodo, Satiman Wirjosandjojo, Sutomo Gumbreg dan lain-lain. VSTP (Vereeniging van Spoor en Tramweg Personeel) yang kemudian dipengaruhi oleh Sneevliet.

Juga Indische Partij di bawah pimpinan Dr. E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setiabudhi), Dr. Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tetapi hanya berumur 8 bulan, karena ketiga tokoh itu kemudian ditangkap Belanda dan dibuang masing-masing ke Kupang, Banda, dan Bangka. Partai ini lahir pada tanggal 25 Desember 1912. Yang tersebar adalah Serikat Dagang Islam yang lahir pada tahun 1911 sebagai reaksi semakin kuatnya perdagangan Tionghoa.

Pada bulan Mei 1914, H.F.J.M. Sneevliet bersama-sama rekannya Brandsteder, H.W. Dekker, P. Bergsma, dan A. Baars mendirikan ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) di Semarang. Suatu organisasi Marxist pertama di Asia Tenggara. Dan pada bulan Oktober tahun itu juga, membuat suatu media massa Dunia Bebas dengan para editor Bergsma, Sneevliet, dan Baars.

Sneevliet sangat tertarik pada Serikat Dagang Islam yang sementara itu telah mengubah namanya menjadi Sarikat Islam. Karena dalam waktu singkat, ia telah menjadi organisasi massa dengan anggota lebih dari 1½ juta, serta mencari cara untuk menginfiltrasikannya. Ia kemudian menghubungi dan berhasil menarik Semaun dan Darsono, masing-masing Ketua dan Sekretaris Sarokat Islam Cabang Semarang. Mereka adalah kader Komunis Indonesia yang pertama. Kemudian Sneevliet diusir oleh pemerintahan Hindia Belanda dari Indonesia pada tahun 1918, menyusulBrandsteder pada tahun 1919, Baars tahun 1921, dan lainnya pada tahun 1923.

Akibat infiltrasi Komunis pada tubuh Sarikat Islam, terjadilah keretakan. Kristalisasi terjadi. Sarikat Islam mendisiplinkan anggotanya. Yang murni, menyatukan diri di bawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan H. Abdul Muis. Sedangkan yang memisahkan diri ialah Semaun, Darsono, Tan Malaka, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, membentuk Sarikat Islam Merah. Hanya Bung Karno yang mempunyai taktik lain, yaitu nanti dinamakan Marhaenisme (NASA Marx= NASA di bawah kepeloporan Marxis). Menurut teori Marx, ini namanya United Front atau machtsvorming.

Pada tahun 1919, Lenin memanggil Kongres Komintern I dan menyerahkan suatu revolusi dunia. Manifesto itu antara lain berbunyi, “Budak-budak penjajahan di seluruh Asia-Afrika. Apabila diktator-proletariat muncul di Eropa, maka akan datanglah masa kebebasanmu.”

Seluruh Eropa bergolak. Revolusi Komunis timbul di Finlandia, Austria, Jerman, Hongaria, Bulgaria, Estonia. Demikian pun di Maroko, Turki, Korea, Syria serta kerusuhan terjadi di Inggris dan Jepang.

ISDV menyambutnya dengan positif di kantor Sarikat Islam Semarang, pada tanggal 23 Mei 1920 —dalam suatu debat keras yang berakhir dengan pemungutan suara 33 lawan 2— telah mengubah nama menjadi PKI (Perserikatan Komunis Indie) dan memilih Semaun sebagai Ketua, Darsono sebagai Wakil Ketua, Bergsma sebagai Sekretaris, dan Deker sebagai Bendahara merangkap anggota. (Dalam organisasi internasional macam PKI, memang kewarganegaraan tidak dipersoalkan; “dimana kaum proletariat bekerja, di situlah tanah airnya”, demikian doktrin Marxisme). A. Baars dalam wawancara menerangkan, “Kita telah lama menjadi Komunis. Perubahan nama tak berarti merubah tujuan kita, yaitu pembentukan suatu diktator-proletariat sebagai sarana membangun masyarakat sosialis.” (Dalam Komintern II, PKI diwakili oleh Maring nama samaran Sneevliet).

Dengan demikian, Semaun dan Darsono ialah anggota Partai Komunis yang masih merangkap Ketua Cabang Semarang dari Sarikat Islam. Dalam debat sengit pada Kongres Sarikat Islam VI Oktober 1921 di Surabaya, H. Agus Salim antara lain mengatakan, bahwa “Nabi Muhammad 1200 tahun sebelum Marx telah mengajarkan sosialisme.” Nyatalah sudah perbedaan ideologis sejak saat itu.

Sarikat Islam Merah kemudian menjadi Sarekat Rakyat; susunan bawah dari PKI. Juga dalam ISDV terjadi kristalisasi. Yang berorientasi nasional, menamakan diri ISTP (partij) di bawah pimpinan seorang Indo-Belanda; D.F. Dahler (Amir Dahlan), sedang yang beraliran Komunis internasional —terutama setelah Kongres Komintern III 5 Maret 1919— menjadi legal-Komunis. Pada tanggal 23 Mei 1920, didirikan PKI (Perserikatan Komunis India) di bawah pimpinan Semaun seperti tersebut di atas.

Pada bulan Desember tahun itu juga —setelah sepakat untuk menerima “21 syarat” keanggotaan, PKI menggabungkan diri dengan kubu Moskow dan mengubah nama Perserikatan dengan Partij.

PKI menjadi semakin radikal-kiri. Tahun 1922, Tan Malaka dibuang. Semaun pada tahun 1923 dan Darsono tahun 1925. Tahun itu juga Alimin, Muso, dan Sardjono karena dikejar-kejar PID melarikan diri ke Singapura. Tan Malaka diangkat sebagai Wakil Komintern untuk Asia Tenggara dan Australia berkedudukan di Manila. Khusus untuk Indocina, diangkatlah Ho Chi Minh. Alimin merencanakan suatu pemogokan buruh di seluruh Jawa dan pemberontakan bersenjata di Sumatera, Jawa, dan Batavia sebagai sasaran pokok. Tetapi sebelum selesai, ia telah tercium oleh PID, yang kemudian mengadakan razia besar-besaran. Walaupun para pimpinannya sudah semua tak ada di tempat —dan organisasi lemah, pemberontakan toh akan dilancarkan. Alimin Cs. yang lari ke Singapura minta supaya Wakil Komintern di Manila; Tan Malaka; untuk datang.

Tetapi Tan Malaka tak mau. Alimin terpaksa menghadap ke Manila, menjelaskan seluruh rencananya. Tan Malaka tetap menganggap pemberontakan PKI tersebut gegabah. Pada saat ini, mestinya belum waktunya. Mungkin nanti setelah PKI mampu menggerakkan suatu semangat revolusioner di antara rakyat, dengan demonstrasi massa dan pemogokan-pemogokan. Alimin sadar akan pendapa Tan Malaka sebagai tokoh massa aksi. Sebelum menghancurkan Belanda, kita harus mampu menggerakkan massa rakyat ke arah revolusi lebih dahulu, katanya. Kepada Alimin, Tan Malaka mengatakan, “Kita sedapat mungkin harus mencegah kehancuran yang mengakibatkan runtuhnya organisasi untuk wartu lama.”

Pada bulan Maret 1926, Alimin dan Musa melapor ke Moskow. Sampai di Moskow, mereka menemukan kepemimpinan Komintern yang sedang retak antara Stalin —yang menghendaki konsolidasi Revolusi Rusia lebih dahulu— lawan Trotsky —yang ingin mengembangkan revolusi permanen, revolusi dunia.

Alimin dan Muso tak dapat merebut hati Stalin, dan menyetujui rencana Alimin. Malah disuruh pulang cepat untuk mencegah.

Kembali ke Singapura, Alimin telah ditunggui oleh yang berwajib, yaitu Inggris. Inggris memberi kepadanya dua pilihan: penjara atau dibuang. Alimin memilih yang akhir, dan diizinkan naik kapal ke China. Sementara itu, persiapan revolusi telah lanjut di Indonesia. Markas besar partai dipindahkan dari Batavia ke Bandung. Bulan November 1926 tanggal 13 pukul 12 malam, pasukan-pasukan bersenjata mulai dengan pemberontakan dengan merebut kantor telepon dan telegram di Batavia dan mematikan komunikasi. Idem di Bantam, rel kereta api dibongkar dan jalan-jalan di barikade. Serentak pula di Jawa Barat, Jawa Tengah (Solo, Banyumas, Pekalongan, Kedu), dan Jawa Timur meletus pemberontakan. Di Padang dan Padang Panjang juga pada malam tahun baru 1927 bergolak. Moskow menyambut pemberontakan di Indonesia dengan dukungan, “Kita sambut proletariat dan petani di daerah kolonial Belanda di Indonesia dengan bangga. Kita dukung sepenuhnya rakyat Indonesia.”

Dengan mudah, revolusi Komunis itu dipatahkan oleh Belanda. Razia oleh Belanda menghasilkan 9 orang digantung, 1.300 ditangkap, 5.000 dilepas kembali, 5.000 lainnya diberi hukuman ringan, 1.300 ditahan, dan 823 di antara mereka dibuang ke Tanah Merah, Digul. Menurut Belanda, sesungguhnya kira-kira hanya tak lebih dari 8.000 orang ikut aktif dalam pemberontakan tersebut. Walaupun gagal —disebabkan persiapan-persiapan kurang matang, para pemimpin hampir semua berada di luar negeri, dan organisasi lemah, peristiwa tersebut dianggap berhasil membangkitkan semangat revolusi di antara penduduk.

Sementara itu —di Eropa, Semaun menemui Hatta dan Sjahrir; pimpinan PI (Perhimpunan Indonesia); yang memang sedang merencanakan suatu perhimpunan partai nasional di Indonesia sebagai wadah perjuangan. Bulan Desember 1926 itu, Semaun-Hatta mengadakan persetujuan. Disepakati untuk menyerahkan kepemimpinan pergerakan nasional kepada kaum nasionalis. Kaum komunis berjanji tak akan mencampuri pembentukan perhimpunan nasional yang bertujuan kemerdekaan nasional, PKI menganggap persetujuan itu sebagai daya upaya untuk membentuk front bersama. Semaun dipecat karena menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Hatta di Netherland.

Kegagalan Partai Komunis di Indonesia —dalam pemberontakannya, bersamaan waktu dengan kegagalan Mao Tse-Tung di China.

Karena Moskow lebih suka mendukung Kuo Min Tang dengan konsepnya San Min Tsu I yang menganggap lebih cocok. Moskow mempunyai officer, yakni Borodin dan Maring pada Chiang Kai Sek. Ini permulaan kekecewaan Mao kepada Stalin. Setback di Asia tersebut menyebabkan Stalin mengubah pendirian semula, dan memerintahkan Semaun untuk membatalkan kerjasama dengan kaum borjuis nasional. Desember 1927 Semaun mencabut persetujuannya dengan Hatta, karena katanya semula ia tak meminta izin Komintern lebih dulu. Sesungguhnya ia membatasi kebebasan bergeraknya. Semaun dipecat dan dibuang ke Siberia.

Pada kongres Komintern VI, Tan Malaka dan Darsono terpilih sebagai calon anggota Komite Central. Dalam suatu debat tentang Asia, Bukharin (yang kelak disuruh bunuh oleh Stalin) menuduh Tan Malaka bersimpati kepada Trotsky. Kedua-duanya kemudian dikeluarkan dari Komintern. Tan Malaka —mungkin curiga terhadap Alimin yang bermuka dua, diam-diam membentuk partai tandingan, yaitu PARI (Partai Republik Indonesia) yang berorientasi nasional sekaligus regional.

Ini sejarah rivalitas antara PKI lawan MURBA yang merupakan pengikut Tan Malaka dan umumnya beranggotakan bekas Komunis atau nasionalis-revolusioner. Dalam dua kali pemberontakan PKI —tahun 1948 dan tahun1965, unsur-unsur MURBA selalu menjadi pencegahan utama dari konspirasi PKI. Maklum, karena MURBA banyak menguasai teori Marxisme serta taktik dan strateginya, gerakan PKI yang mencurigakannya mudah disadapnya terus dibeberkan kepada masyarakat.

Bintang Merah; media massa PKI; sewot dan menuduh PARI mengkhianati PKI. Alimin setelah 20 tahun ikut Mao di Yenan, tahun 1946 kembali ke Indonesia dan menetap di Solo sebagai penasehat Kolonel Sutarto yang menjabat sebagai Panglima Divisi X Panembahan Senopati. Darsono tetap tinggal di Moskow sampai tahun 1950, dan kembali ke Indonesia di mana ia bertugas sebagai analis politik luar negeri di Deparlu. Demikian pula Semaun. Mereka berdua sekembali di tanah air, keluar dari Partai Komunis.

Kongres Komintern VI betapa pun bisa mencatat kegembiraan seperti antara lain pemberontakan di Indonesia, pematangan krisis di India, dan ke-3 revolusi besar di China.

Kongres Nasional Partai Kunchantang yang diadakan di Moskow bulan September tahun 1927 itu mengeluarkan Manifesto, bahwa “Kemenangan Komunis di China tentu akan berpengaruh di Asia, khususnya India, Indocina, Jawa, dan Korea.”

Pemberontakan PKI di Indonesia tahun 1926-1927 mengakibatkan lemahnya organisasi yang kemudian terpaksa bergerak di bawah tanah. Para pimpinannya juga terpaksa pada lari ke luar negeri. Dengan kekosongan kepemimpinan Komunis ini, gerakan nasional dan Islam tak terganggu lagi. Sampai detik-detik proklamasi, Soekarno-Hatta keluar sebagai pemimpin-pemimpin nasional yang tak tergoyahkan.

Terkait: Kesadaran Nasional, Cita-cita kemerdekaan, dan Keadilan Sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar