Komunisme di Indonesia
diperkenalkan oleh seorang sosialis radikal berkebangsaan Belanda; H.F.J.M.
Sneevliet; yang datang sebagai pegawai kantor dagang di Semarang pada tahun
1913. Tidak jelas apa motif kedatangannya, tetapi ia segera melihat suatu tanah
subur di Indonesia bagi pertumbuhan Komunisme. Sneevliet ini waktu masih di
Hongkong menjadi anak buah Tan Malaka. Tan Malaka kemudian menjadi Ketua Partai
Komunis Filipina pertama. Sneevliet disusul oleh Marxist lainnya, yaitu
Brandsteder, Ir. Baars, Dr. Rinkes, C. Hartogh dan lain-lain. Kader-kader
pertamanya ialah Alimin, Semaun, Darsono, Muso, Bung Karno, S.M. Kartosuwirjo
dan lain-lain.
Mengingat penjajahan
Belanda yang masih kuat bercokol —maupun rakyat Indonesia yang menderita karena
penindasan— begitu melihat dan menilai, ia segera melaporkannya kepada Lenin.
Karenanya, Lenin pada tanggal 7 Mei 1913 itu menulis dalam harian Pravda,
“Suatu perkembangan penting adalah penyebaran gerakan demokratis revolusioner
di Hindia Belanda di Jawa dan kepulauan lainnya yang berpenduduk kira-kira 40
juta jiwa.”
Pada waktu itu telah
tumbuh beberapa pergerakan nasional, seperti Budi Utomo yang lahir pada tahun
1908 diprakarsai oleh mahasiswa-mahasiswa Sekolah Dokter Pribumi STOVIA di
Jakarta, antara lain nama Wahidin Sudirohusodo, Satiman Wirjosandjojo, Sutomo
Gumbreg dan lain-lain. VSTP (Vereeniging van Spoor en Tramweg Personeel) yang
kemudian dipengaruhi oleh Sneevliet.
Juga Indische Partij di
bawah pimpinan Dr. E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setiabudhi), Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Suwardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tetapi hanya berumur
8 bulan, karena ketiga tokoh itu kemudian ditangkap Belanda dan dibuang
masing-masing ke Kupang, Banda, dan Bangka. Partai ini lahir pada tanggal 25
Desember 1912. Yang tersebar adalah Serikat Dagang Islam yang lahir pada tahun
1911 sebagai reaksi semakin kuatnya perdagangan Tionghoa.
Pada bulan Mei 1914,
H.F.J.M. Sneevliet bersama-sama rekannya Brandsteder, H.W. Dekker, P. Bergsma,
dan A. Baars mendirikan ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) di
Semarang. Suatu organisasi Marxist pertama di Asia Tenggara. Dan pada bulan
Oktober tahun itu juga, membuat suatu media massa Dunia Bebas dengan para
editor Bergsma, Sneevliet, dan Baars.
Sneevliet sangat
tertarik pada Serikat Dagang Islam yang sementara itu telah mengubah namanya
menjadi Sarikat Islam. Karena dalam waktu singkat, ia telah menjadi organisasi
massa dengan anggota lebih dari 1½ juta, serta mencari cara untuk
menginfiltrasikannya. Ia kemudian menghubungi dan berhasil menarik Semaun dan
Darsono, masing-masing Ketua dan Sekretaris Sarokat Islam Cabang Semarang.
Mereka adalah kader Komunis Indonesia yang pertama. Kemudian Sneevliet diusir
oleh pemerintahan Hindia Belanda dari Indonesia pada tahun 1918,
menyusulBrandsteder pada tahun 1919, Baars tahun 1921, dan lainnya pada tahun
1923.
Akibat infiltrasi
Komunis pada tubuh Sarikat Islam, terjadilah keretakan. Kristalisasi terjadi.
Sarikat Islam mendisiplinkan anggotanya. Yang murni, menyatukan diri di bawah
pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan H. Abdul Muis. Sedangkan yang
memisahkan diri ialah Semaun, Darsono, Tan Malaka, Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo, membentuk Sarikat Islam Merah. Hanya Bung Karno yang mempunyai
taktik lain, yaitu nanti dinamakan Marhaenisme (NASA Marx= NASA di bawah
kepeloporan Marxis). Menurut teori Marx, ini namanya United Front atau
machtsvorming.
Pada tahun 1919, Lenin
memanggil Kongres Komintern I dan menyerahkan suatu revolusi dunia. Manifesto
itu antara lain berbunyi, “Budak-budak penjajahan di seluruh Asia-Afrika.
Apabila diktator-proletariat muncul di Eropa, maka akan datanglah masa
kebebasanmu.”
Seluruh Eropa bergolak.
Revolusi Komunis timbul di Finlandia, Austria, Jerman, Hongaria, Bulgaria,
Estonia. Demikian pun di Maroko, Turki, Korea, Syria serta kerusuhan terjadi di
Inggris dan Jepang.
ISDV menyambutnya dengan
positif di kantor Sarikat Islam Semarang, pada tanggal 23 Mei 1920 —dalam suatu
debat keras yang berakhir dengan pemungutan suara 33 lawan 2— telah mengubah
nama menjadi PKI (Perserikatan Komunis Indie) dan memilih Semaun sebagai Ketua,
Darsono sebagai Wakil Ketua, Bergsma sebagai Sekretaris, dan Deker sebagai
Bendahara merangkap anggota. (Dalam organisasi internasional macam PKI, memang
kewarganegaraan tidak dipersoalkan; “dimana kaum proletariat bekerja, di
situlah tanah airnya”, demikian doktrin Marxisme). A. Baars dalam wawancara
menerangkan, “Kita telah lama menjadi Komunis. Perubahan nama tak berarti
merubah tujuan kita, yaitu pembentukan suatu diktator-proletariat sebagai
sarana membangun masyarakat sosialis.” (Dalam Komintern II, PKI diwakili oleh
Maring nama samaran Sneevliet).
Dengan demikian, Semaun
dan Darsono ialah anggota Partai Komunis yang masih merangkap Ketua Cabang
Semarang dari Sarikat Islam. Dalam debat sengit pada Kongres Sarikat Islam VI
Oktober 1921 di Surabaya, H. Agus Salim antara lain mengatakan, bahwa “Nabi
Muhammad 1200 tahun sebelum Marx telah mengajarkan sosialisme.” Nyatalah sudah
perbedaan ideologis sejak saat itu.
Sarikat Islam Merah
kemudian menjadi Sarekat Rakyat; susunan bawah dari PKI. Juga dalam ISDV
terjadi kristalisasi. Yang berorientasi nasional, menamakan diri ISTP (partij)
di bawah pimpinan seorang Indo-Belanda; D.F. Dahler (Amir Dahlan), sedang yang beraliran
Komunis internasional —terutama setelah Kongres Komintern III 5 Maret 1919—
menjadi legal-Komunis. Pada tanggal 23 Mei 1920, didirikan PKI (Perserikatan
Komunis India) di bawah pimpinan Semaun seperti tersebut di atas.
Pada bulan Desember
tahun itu juga —setelah sepakat untuk menerima “21 syarat” keanggotaan, PKI
menggabungkan diri dengan kubu Moskow dan mengubah nama Perserikatan dengan
Partij.
PKI menjadi semakin
radikal-kiri. Tahun 1922, Tan Malaka dibuang. Semaun pada tahun 1923 dan
Darsono tahun 1925. Tahun itu juga Alimin, Muso, dan Sardjono karena
dikejar-kejar PID melarikan diri ke Singapura. Tan Malaka diangkat sebagai
Wakil Komintern untuk Asia Tenggara dan Australia berkedudukan di Manila.
Khusus untuk Indocina, diangkatlah Ho Chi Minh. Alimin merencanakan suatu
pemogokan buruh di seluruh Jawa dan pemberontakan bersenjata di Sumatera, Jawa,
dan Batavia sebagai sasaran pokok. Tetapi sebelum selesai, ia telah tercium
oleh PID, yang kemudian mengadakan razia besar-besaran. Walaupun para pimpinannya
sudah semua tak ada di tempat —dan organisasi lemah, pemberontakan toh akan
dilancarkan. Alimin Cs. yang lari ke Singapura minta supaya Wakil Komintern di
Manila; Tan Malaka; untuk datang.
Tetapi Tan Malaka tak
mau. Alimin terpaksa menghadap ke Manila, menjelaskan seluruh rencananya. Tan
Malaka tetap menganggap pemberontakan PKI tersebut gegabah. Pada saat ini,
mestinya belum waktunya. Mungkin nanti setelah PKI mampu menggerakkan suatu
semangat revolusioner di antara rakyat, dengan demonstrasi massa dan
pemogokan-pemogokan. Alimin sadar akan pendapa Tan Malaka sebagai tokoh massa
aksi. Sebelum menghancurkan Belanda, kita harus mampu menggerakkan massa rakyat
ke arah revolusi lebih dahulu, katanya. Kepada Alimin, Tan Malaka mengatakan,
“Kita sedapat mungkin harus mencegah kehancuran yang mengakibatkan runtuhnya
organisasi untuk wartu lama.”
Pada bulan Maret 1926,
Alimin dan Musa melapor ke Moskow. Sampai di Moskow, mereka menemukan
kepemimpinan Komintern yang sedang retak antara Stalin —yang menghendaki
konsolidasi Revolusi Rusia lebih dahulu— lawan Trotsky —yang ingin
mengembangkan revolusi permanen, revolusi dunia.
Alimin dan Muso tak
dapat merebut hati Stalin, dan menyetujui rencana Alimin. Malah disuruh pulang
cepat untuk mencegah.
Kembali ke Singapura,
Alimin telah ditunggui oleh yang berwajib, yaitu Inggris. Inggris memberi
kepadanya dua pilihan: penjara atau dibuang. Alimin memilih yang akhir, dan
diizinkan naik kapal ke China. Sementara itu, persiapan revolusi telah lanjut
di Indonesia. Markas besar partai dipindahkan dari Batavia ke Bandung. Bulan
November 1926 tanggal 13 pukul 12 malam, pasukan-pasukan bersenjata mulai
dengan pemberontakan dengan merebut kantor telepon dan telegram di Batavia dan
mematikan komunikasi. Idem di Bantam, rel kereta api dibongkar dan jalan-jalan
di barikade. Serentak pula di Jawa Barat, Jawa Tengah (Solo, Banyumas,
Pekalongan, Kedu), dan Jawa Timur meletus pemberontakan. Di Padang dan Padang
Panjang juga pada malam tahun baru 1927 bergolak. Moskow menyambut pemberontakan
di Indonesia dengan dukungan, “Kita sambut proletariat dan petani di daerah
kolonial Belanda di Indonesia dengan bangga. Kita dukung sepenuhnya rakyat
Indonesia.”
Dengan mudah, revolusi
Komunis itu dipatahkan oleh Belanda. Razia oleh Belanda menghasilkan 9 orang
digantung, 1.300 ditangkap, 5.000 dilepas kembali, 5.000 lainnya diberi hukuman
ringan, 1.300 ditahan, dan 823 di antara mereka dibuang ke Tanah Merah, Digul.
Menurut Belanda, sesungguhnya kira-kira hanya tak lebih dari 8.000 orang ikut aktif
dalam pemberontakan tersebut. Walaupun gagal —disebabkan persiapan-persiapan
kurang matang, para pemimpin hampir semua berada di luar negeri, dan organisasi
lemah, peristiwa tersebut dianggap berhasil membangkitkan semangat revolusi di
antara penduduk.
Sementara itu —di Eropa,
Semaun menemui Hatta dan Sjahrir; pimpinan PI (Perhimpunan Indonesia); yang
memang sedang merencanakan suatu perhimpunan partai nasional di Indonesia
sebagai wadah perjuangan. Bulan Desember 1926 itu, Semaun-Hatta mengadakan persetujuan.
Disepakati untuk menyerahkan kepemimpinan pergerakan nasional kepada kaum
nasionalis. Kaum komunis berjanji tak akan mencampuri pembentukan perhimpunan
nasional yang bertujuan kemerdekaan nasional, PKI menganggap persetujuan itu
sebagai daya upaya untuk membentuk front bersama. Semaun dipecat karena
menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Hatta di Netherland.
Kegagalan Partai Komunis
di Indonesia —dalam pemberontakannya, bersamaan waktu dengan kegagalan Mao
Tse-Tung di China.
Karena Moskow lebih suka
mendukung Kuo Min Tang dengan konsepnya San Min Tsu I yang menganggap lebih
cocok. Moskow mempunyai officer, yakni Borodin dan Maring pada Chiang Kai Sek.
Ini permulaan kekecewaan Mao kepada Stalin. Setback di Asia tersebut
menyebabkan Stalin mengubah pendirian semula, dan memerintahkan Semaun untuk
membatalkan kerjasama dengan kaum borjuis nasional. Desember 1927 Semaun
mencabut persetujuannya dengan Hatta, karena katanya semula ia tak meminta izin
Komintern lebih dulu. Sesungguhnya ia membatasi kebebasan bergeraknya. Semaun
dipecat dan dibuang ke Siberia.
Pada kongres Komintern
VI, Tan Malaka dan Darsono terpilih sebagai calon anggota Komite Central. Dalam
suatu debat tentang Asia, Bukharin (yang kelak disuruh bunuh oleh Stalin)
menuduh Tan Malaka bersimpati kepada Trotsky. Kedua-duanya kemudian dikeluarkan
dari Komintern. Tan Malaka —mungkin curiga terhadap Alimin yang bermuka dua,
diam-diam membentuk partai tandingan, yaitu PARI (Partai Republik Indonesia)
yang berorientasi nasional sekaligus regional.
Ini sejarah rivalitas
antara PKI lawan MURBA yang merupakan pengikut Tan Malaka dan umumnya
beranggotakan bekas Komunis atau nasionalis-revolusioner. Dalam dua kali
pemberontakan PKI —tahun 1948 dan tahun1965, unsur-unsur MURBA selalu menjadi
pencegahan utama dari konspirasi PKI. Maklum, karena MURBA banyak menguasai
teori Marxisme serta taktik dan strateginya, gerakan PKI yang mencurigakannya
mudah disadapnya terus dibeberkan kepada masyarakat.
Bintang Merah; media
massa PKI; sewot dan menuduh PARI mengkhianati PKI. Alimin setelah 20 tahun
ikut Mao di Yenan, tahun 1946 kembali ke Indonesia dan menetap di Solo sebagai
penasehat Kolonel Sutarto yang menjabat sebagai Panglima Divisi X Panembahan
Senopati. Darsono tetap tinggal di Moskow sampai tahun 1950, dan kembali ke
Indonesia di mana ia bertugas sebagai analis politik luar negeri di Deparlu.
Demikian pula Semaun. Mereka berdua sekembali di tanah air, keluar dari Partai
Komunis.
Kongres Komintern VI
betapa pun bisa mencatat kegembiraan seperti antara lain pemberontakan di
Indonesia, pematangan krisis di India, dan ke-3 revolusi besar di China.
Kongres Nasional Partai
Kunchantang yang diadakan di Moskow bulan September tahun 1927 itu mengeluarkan
Manifesto, bahwa “Kemenangan Komunis di China tentu akan berpengaruh di Asia,
khususnya India, Indocina, Jawa, dan Korea.”
Pemberontakan PKI di
Indonesia tahun 1926-1927 mengakibatkan lemahnya organisasi yang kemudian
terpaksa bergerak di bawah tanah. Para pimpinannya juga terpaksa pada lari ke
luar negeri. Dengan kekosongan kepemimpinan Komunis ini, gerakan nasional dan
Islam tak terganggu lagi. Sampai detik-detik proklamasi, Soekarno-Hatta keluar
sebagai pemimpin-pemimpin nasional yang tak tergoyahkan.
Terkait: Kesadaran Nasional, Cita-cita kemerdekaan, dan Keadilan Sosial
Terkait: Kesadaran Nasional, Cita-cita kemerdekaan, dan Keadilan Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar