Minggu, 29 September 2013

Dari Jogokariyan

Dari Jogokariyan, kami bercita membawakan cahaya tuk gelap semesta dengan da'wah di 3 pilar utama: al-Qur'an, Masjid, dan Siroh Nabawiyah. Pertama: al-Qur'an. Di tahun 1980-an, H.M. Jazir ASP -ayah dari sahabat kami Shofwan al-Banna- mewakafkan diri menyusur pelosok negeri. Beliau menemukan fakta: rendahnya ketahanan aqidah ummat bukan semata faktor ekonomi, melainkan 'rasa memiliki terhadap agama'.

Mereka ringan berpindah agama. Sebab selama ini meski ber-KTP Islam, tapi tak ada rasa memiliki terhadap agamanya. Di mana 'rasa memiliki agama' ini terasas muncul? Observasi H.M. Jazir ASP menunjukkan: dalam kemampuan melafalkan Kitab Suci.

Di zaman itu, pembelajaran melafalkan al-Qur'an masih rumit, dengan metode turutan (Baghdadiyyah), dan lain sebagainya yang disertai pengejaan. H.M. Jazir ASP lalu menginisiasi satu cara pembelajaran melafalkan al-Qur'an yang didasarkan pada satu tujuan asas: CEPAT BISA. Metode baru yang berasaskan "langsung baca tanpa dieja' dan 'cara belajar santri aktif' itu diujicobakan di PAJ (Pengajian Anak Jogokariyan).

Suatu hari, K.H. As'ad Humam RA dari Kota Gede berkunjung dan melihat cara H.M. Jazir ASP mengajar al-Qur'an dengan metodenya itu. Mereka berdua pun akhirnya duduk bersama, menyempurnakan metode dan menyusun buku ajar al-Qur'an yang lalu dinamai: IQRO. Bermula dari Pengajian Anak Jogokariyan, IQRO -Cara Cepat Belajar Membaca al-Qur'an- telah lahirkan 160 ribu TPA di seluruh Indonesia.

Generasi seusia kita berutang pada IQRO yang -walau tak lepas dari kekurangan- telah merevolusi pembelajaran baca al-Qur'an. Kini, IQRO yang di awal kehadirannya disambut tak ramah, dengan kegigihan H.M. Jazir ASP berkeliling negeri, diterima luas. IQRO telah menjadi sistem ajar al-Qur'an resmi Malaysia, Brunei, dan Singapura. Kini bahkan dirintis di UEA, Qatar, dan Oman. Tak lupa tujuan awal IQRO: membangun ketahanan aqidah dengan menguatkan rasa memiliki agama melalui kemampuan baca al-Qur'an.

Tahun demi tahun, metode IQRO terus dikembangkan, diperbaiki, dan disempurnakan; pelatihannya menjangkau aneka pelosok. Maka sejak pertengahan 1990-an, H.M. Jazir ASP mulai menggarap pilar da'wah kedua: MASJID. Dan beliau memulainya dari Masjid Jogokariyan.

Datanya: negeri kita memiliki lebih dari 1 juta Masjid; besar dan kecil. Berapa yang jadi BEBAN dibanding yang MEMBERDAYAKAN? Ratusan ribu Masjid membebani jama'ah tuk listrik, air, dan kebersihan. Padahal pemanfaatannya hanya sholat dan tak pernah penuh. Aset Masjid berupa jutaan meter persegi tanah dan bangunan dinilai dari aspek apa pun; Spiritual, Sosial, dan Ekonomi sangat tak produktif. Padahal, soal Masjid adalah ideologi sekaligus substansi Peradaban Islam. Lawannya: ideologi dan substansi Peradaban Pasar.

Sebaik-baik tempat di muka bumi dan yang paling dicinta Alloh adalah Masjid. Seburuk-buruknya ialah Pasar. Rumus Abu Bakr ash-Shiddiq: "Jika Pasar mengalahkan Masjid, maka Masjid MATI. Jika Masjid mengalahkan Pasar, maka Pasar HIDUP!" Istilah Masjid dan Pasar sejatinya tak cuma mewakili tempat. Namun juga nilai Peradaban, Ekonomi Pasar vs Ekonomi Masjid.

Tapi baiklah tidak kita panjangkan bahasan itu, kita masuk pada langkah strategis dan praktis yang ditempuh H.M. Jazir ASP di Jogokariyan. Secara sederhana apa yang kemudian hari disebut Manajemen Masjid ada 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, Pemberdayaan.

Pemetaan, artinya setiap Masjid harus memiliki peta da'wah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jama'ah yang terdata. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama'ah mencakup potensi dan kebutuhan; peluang dan tantangan; kekuatan dan kelemahan.

H.M. Jazir ASP di Jogokariyan menginisiasi Sensus Masjid: pendataan tahunan yang hasilnya menjadi Database dan Peta Da'wah komprehensif. Database dan Peta Da'wah Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK dan warga, pendapatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Melainkan sampai pada siapa saja yang sholat dan yang belum; yang berjama'ah di Masjid dan yang tidak; yang sudah atau belum berqurban dan berzakat. Yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum; yang berkemampuan di bidang apa dan bekerja di mana. Detail sekali.

Dari Database Masjid Jogokariyan kita bisa tahu; dari 1030 KK (4.000-an penduduk), yang belum sholat tahun 2010 ada 17 orang. Lalu bandingkan dengan data tahun 2000, warga Jogokariyan yang belum sholat ada 127 orang. Dari sini, perkembangan da'wah 10 tahun terlihat.

Peta Da'wah Jogokariyan memperlihatkan gambar kampung yang rumah-rumahnya berwarna-warni: hijau, hijau muda, kuning, hingga merah. Di tiap rumah ada juga atribut ikonik: Ka'bah (sudah berhaji), Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci, dan lain sebagainya. Konfigurasi rumah sekampung itu dipakai untuk mengarahkan para da'i yang cari rumah. Ust. Salim misalnya ditempatkan di Barat Daya Jogokariyan.  Data potensi jama'ah dimanfaatkan sebaik-baiknya; segala kebutuhan Masjid Jogokariyan yang bisa disediakan jama'ah, di order dari mereka.

Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar tak menyakiti jama'ah yang memiliki bisnis serupa. Ini harus dijaga. Misalnya, tiap pekan Masjid Jogokariyan terima ratusan tamu. konsumsi tuk mereka diorderkan gilir pada jama'ah yang punya rumah makan.

Data jama'ah digunakan untuk Gerakan Shubuh Berjama'ah. Pada tahun 2004 dibuat Undangan Cetak layaknya pernkahan untuk itu; by name. UNDANGAN: "Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara... dalam acara Sholat Shubuh Berjama'ah, besok pukul 04:15 WIB di Masjid Jogokariyan." Undangan itu dilengkapi hadits-hadits keutamaan Sholat Shubuh. Hasilnya? Silakan mampir di Masjid Jogokariyan untuk merasakan Shubuh sepertiga Jum'atan!

Sistem keuangan Masjid Jogokariyan juga berbeda dari yang lain. Umumnya Masjid mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaqnya jutaan. Jogokariyan selalu berupaya keras agar di tiap pengumuman, saldo infaq harus sama dengan NOL! Infaq itu ditunggu pahalanya untuk jadi amal sholih. Bukan untuk disimpan di rekening Bank!

Pengumuman infaq jutaan akan sangat menyakitkan, jika tetangga Masjid ada yang tak bisa ke RS sebab tak punya biaya atau tak bisa sekolah. Masjid yang menyakiti jama'ah ialah tragedi da'wah. Dengan pengumuman saldo infaq sama dengan NOL, jama'ah lebih semangat mengamanahkan hartanya. Kalau saldo jutaan, ya maaf!

Masjid Jogokariyan pada 2005 juga menginisiasi Gerakan Jama'ah Mandiri. Jumlah biaya setahun dihitung, dibagi 52; ketemu biaya pekanan. Dibagi lagi dengan kapasitas Masjid; ketemu biaya per-tempat sholat. Lalu disosialisasikan. Jama'ah diberitahu bahwa jika dalam sepekan mereka berinfaq segitu, maka dia Jama'ah Mandiri. Jika lebih, maka dia Jama'ah Pensubsidi. Jika kurang maka dia Jama'ah Disubsidi. Sosialisasi ditutup kalimat: "Do'akan kami tetap mampu melayani ibadah Anda sebaik-baiknya."

Gerakan Jama'ah Mandiri sukses menaikkan infaq pekanan Masjid Jogokariyan hingga 400%! Ternyata orang malu jika ibadah saja disubsidi. Demikianlah jika peta, data, dan pertanggungjawaban keuangannya transparan (infaq 1000 pun kita tahu alirnya) tanpa diminta pun jama'ah akan berpartisipasi. Tiap kali renovasi, Masjid Jogokariyan berupaya tak membebani jama'ah dengan proposal. Ta'mir hanya pasang spanduk, "Mohon maaf, ibadah Anda terganggu. Masjid Jogokariyan sedang kami renovasi." Nomor rekening tertera di bawah.

Satu kisah lagi tuk menunjukkan pentingnya data dan dokumentasi. Masjid Jogokariyan punya foto pembangunannya di tahun 1967. Gambarnya: seorang bapak sepuh berpeci hitam, berbaju batik, dan bersarung sedang mengawasi para tukang mengaduk semen untuk Masjid Jogokariyan. Di tahun 2002/2003 Masjid Jogokariyan direnovasi besar-besaran. Foto itu dibawa kepada putra si kakek dalam gambar, seorang Juragan Kayu.

Dikatakan padanya, "Ini gambar Ayahanda Bapak ketika membangun Masjid Jogokariyan. Kini Masjid sudah tak mampu lagi menampung jama'ah. Kami bermaksud merenovasi Masjid. Jika berkenan untuk melanjutkan amal jariyah beliau, kami tunggu partisipasinya di Jogokariyan." Alhamdulillah, foto tahun 1967 itu membuat yang bersangkutan menyumbang Rp. 1 milyar dan mau jadi Ketua Tim Pembangunan Masjid Jogokariyan, sampai sekarang!

Dinukil dari buku Menyimak Kicau Merajut Makna karya Salim A. Fillah terbitan Pro-U Media

Download link untuk materi Manajemen Masjid
Download link untuk Form Sensus Potensi Masjid

1 komentar: