Jumat, 08 Agustus 2014

Teknik Konseling

TERAPI BEHAVIORAL
Pengertian Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia, yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika sebagai reaksi psikodinamika. Prespektif behavioral ini berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya di tentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan secara cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.

Nye (1975), dalam pembahasannya tentang behaviorisme radikal-nya B.F. Skinner, menyebutkan bahwa para behavioris radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deterministik mereka yang kuat berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang diamati. Mereka menjabarkan melalui rincian spesifik berbagai faktor yang dapat diamati yang mempengaruhi belajar serta membuat argumen bahwa manusia dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan eksternal.

Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan, tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi. Karena tingkah laku yang dituju sangat jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dan metode-metode teraputik[1] diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi. Terapi tingkah laku menekankan evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses teraputik.

• Tujuan Konseling Behavioral
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya:
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar;
2.        Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif;
3.         Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari;
4.        Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive);
5.         Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan;
6.        Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.

• Tahap-tahap Konseling Behavioral
1)  Tahap Penilaian (Assesmen)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu untuk memahami karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh (mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai, dan pemikirannya). Sehubungan dengan hal ini, maka konselor harus terampil dalam mengumpulkan berbagai informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
2) Tahap Penetapan tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan tujuan konseling berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien dalam rangka memecahkan masalahnya.
3) Tahap Penerapan Teknik (Techniques implementation)
Yaitu penerapan keterampilan dan teknik-teknik konseling dalam upaya membantu klien mengatasi masalahnya (mengubah perilakunya). Dalam hal ini, di samping harus menguasai konsep dasar konseling behavior, konselor harus benar-benar mampu menerapkan berbagai teknik konseling.
4) Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan perilaku klien sebagai tolok ukur proses konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses konseling yang bertujuan untuk:
a. Menguji apa yang dilakukan klien pada dekade terakhir;
b. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan;
c.  Membantu klien mentransfer apa yang dipelajari klien;
d. Memberi jalan untuk memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.

• Teknik-teknik Konseling Behavioral
1.  Desentisasi sistematik (Systematic desensitization)
Teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2. Latihan Asertif (Assertive training)
Teknik ini menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain peran).
3. Terapi Aversi (Aversion therapy)
Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku konseli yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik. Secara sederhana, anak yang suka berbohong dihukum dengan memberi pertunjukan film yang disenanginya lalu di listrik tangannya dan film dimatikan.
4. Terapi implosif dan pembanjiran
Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Konselor memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan konselor berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5. Pekerjaan Rumah (Home work)
Teknik ini berbentuk suatu latihan/tugas rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien dimarahi ibunya atau bapaknya. Klien menandai hari apa dia yang menjawab, jika selama seminggu dia tidak menjawab selama lima hari, berarti dia diberi lagi tugas tambahan sehingga selama tujuh hari tak menjawab jika dimarahi. Pekerjaan rumah terus diberikan hingga tujuan konseling yang dikendaki tercapai.

PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan sekaligus metode psikoterapi yang dipelopori oleh seorang doctor psikiatri Sigmund Freud (6 Mei 1856 – 23 September 1939) adalah seorang neurolog Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi, gerakan yang mempopulerkan teori bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketidaksadaran, sedangkan alam kesadarannya dapat diumpamakan puncak gunung es yang muncul di tengah laut. Sebagian besar gunung es yang terbenam itu diibaratkan pikiran ketidaksadaran manusia, atau motif tak sadar mengendalikan sebagian besar perilaku.

Menurut pandangan psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri atas id, ego, dan super ego.
v Id merupakan komponen kepribadian yang dikendalikan oleh prinsip kesenangan yang tujuannya untuk mengurangi ketegangan, menghindari penderitaan, dan mendapatkan kesenangan, maka id adalah tidak rasional, tidak bermoral, dan didorong oleh satu pertimbangan demi terpenuhinya kepuasan kebutuhan yang bersifat insting sesuai dengan prinsip kesenangan.
v Ego bertugas sebagai pelaksana, sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia. Ego berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian. Di bawah perintah prinsip realitas, ego berpikir secara logis dan realitas serta memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan.
v Super ego merupakan filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak sesuatu dilakukan oleh dorogan ego. Fungsinya adalah sebagai wadah impuls id, terutama dorongan seksual dan agresivitas yang bertentangan dengan moral dan agama.

Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan peran naluri-naluri. Seksual dan impuls-impuls agresif ia melihat tingkah laku sebagai dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan.

• Tujuan Konseling Psikoanalisis
1. Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri;
2.        Membantu konseli membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari;
3.         Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.

• Langkah-langkah Konseling Psikoanalisis
1) Menciptakan hubungan kerja dengan klien;
2) Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi;
3) Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya;
4) Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri;
5) Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor;
6) Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi;
7) Menutup wawancara konseling.

• Teknik-teknik Konseling Psikoanalisis
1.  Asosiasi bebas
Yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
2.        Analisis mimpi
Klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
3.         Interpretasi
Yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan transferensi.
4.        Analisis resistensi
Resistensi berarti penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi.
5.         Analisis transferensi
Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.

TERAPI REALITAS
Pendiri terapi Realitas adalah William Glasser. Ia lahir tahun 1925. Terapi Realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.

Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan-penerapan institusional, merupakan tipe pengkondisian operan yang tidak ketat. Sebab mengapa glasser meraih popularitas adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi tingkah laku ke dalam model praktik yang relatif sederhana dan tidak berbelit-belit.

Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi Realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga, dan perkembangan masyarakat.

• Tujuan Konseling Realitas
1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2.        Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3.         Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4.        Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
5.         Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

• Tahap-tahap Konseling Realitas
1) Penciptaan hubungan baik
2) Identifikasi keinginan saat ini
3) Identifikasi dan evaluasi tingkah laku saat ini
4) Perencanaan tingkah laku yang bertanggung jawab
5) Terminasi dan Tindak-Lanjut

• Teknik-teknik Konseling realitas
1.  Terlibat pada permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalil apapun;
4. Membantu klien dengan merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5. Bertindak sebagai model dan guru;
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.

TERAPI GESALT
Konseling Gestalt (Gestalt Therapy) dikembangkan oleh Federick Perls yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fritz Perls. Terapi Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di sini dan sekarang dengan memadukan bagian-bagian yang terpecah dan tak diketahui.

Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif. Terapi Gestalt pada dasarnya noninterpretatif dan sedapat mungkin, klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka menciptakan pernyataan-pernyataannya sendiri, dan menemukan sendiri. Akhirnya, klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan disini dan sekarang terhadap urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.

Bagi perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanan pada di sini dan sekarang serta pada belajar menghargai dan mengalami sepenuhnya saat sekarang. Berfokus pada masa lampau dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang sepenuhnya.

• Tujuan Konseling Gestalt
1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself).
4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfinished business) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

• Tahap-tahap Konseling Gestalt
Joyce dan Sill (2001) mengatakan bahwa proses konseling Gestalt terjadi dalam tahapan tertentu yang fleksibel. Tahap-tahap tersebut, yaitu:
1)  Tahap pertama (the beginning phase)
Konselor menggunakan metode fenomenologi untuk meningkatkan kesadaran konseli, menciptakan hubungan dialogis mendorong keberfungsian konseli secara sehat dan menstimulasi konseli untuk mengembangkan dukungan pribadi (Personal Support) dan lingkungannya (Joyce & Sill 2001 dalam Safari 2005, p. 84-85).
Secara garis besar proses yang dilalui dalam konseling tahap pertama adalah:
   Menciptakan tempat yang aman dan nyaman (safe container) untuk proses konseling.
  Mengembangkan hubungan kolaboratif (working alliance).
   Mengumpulkan data, pengalaman konseli, dan keseluruhan gambaran kepribadiannya dengan menggunakan pendekatan fenomenologis.
Ø  Meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab pribadi konseli.
Ø  Membangun sebuah hubungan yang dialogis.
Ø  Membuat prioritas dan kesimpulan diagnosis terhadap konseli.
2) Tahap kedua (clearing the ground)
Pada tahap ini proses konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih spesifik. Konselor mengeksplorasi berbagai introyeksi, berbagai modifikasi kontak yang dilakukan dan unfinished business. Disini peran konselor adalah secara berkelanjutan mendorong dan membangkitkan keberanian konseli mengungkapkan ekspresi pengalaman dan emosi-emosinya dalam rangka untuk meningkatkan kesadarannya, tanggung jawab pribadi, dan memahami unfinished business.
3) Tahap ketiga (the existensial encounter)
Pada tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan secara signifikan. Tahap ini merupakan fase tersulit karena pada saat ini konseli menghadapi kecemasan-kecemasannya sendiri, ketidakpastian, dan ketakutan-ketakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Selain itu, konseli menghadapi perasaan terancam yang kuat disertai dengan perasaan kehilangan harapan untuk hidup yang lebih mapan. Pada fase ini, konselor memberikan dukungan dan motivasi berusaha memberikan keyakinan ketika konseli cemas dan ragu-ragu menghadapi masalahnya ( Joyce & Sill 2001 dalam Safari 2002, p. 86-87).
4) Tahap keempat (integration)
Pada tahap ini konseli sudah mulai dapat mengatasi krisis-krisis yang dieksplorasi sebelumnya dan mulai mengintegrasikan keseluruhan diri (self), pengalaman, dan emosi-emosinya dalam perspektif yang baru. Konseli telah mampu menerima ketidakpastian, kecemasan, dan ketakutannya serta menerima tanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, diantaranya:
1)  Membentuk kembali pola-pola hidup dalam bimbingan pemahaman baru dan insight baru.
2) Memfokuskan pada pembuatan kontrak relasi yang memuaskan.
3) Berhubungan dengan masyarakat dan komonitas secara luas. Menerima ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menghasilkan makna-makna baru.
4) Menerima tanggungjawab untuk hidup (Joyce & Sill 2001 dalam Safaria 2005, p. 88).
5) Tahap kelima (ending)
Pada tahap ini konseli siap untuk memulai kehidupan secara mandiri tanpa supervise konselor. Tahap pengakhiran ditandai dengan proses-proses sebagai berikut:
   Berusaha untuk melakukan tindakan antisipasi akibat hubungan konseling yang telah selesai.
   Memberikan proses pembahasan kembali isu-isu yang ada.
   Merayakan apa yang telah dicapai.
   Menerima apa yang belum tercapai.
   Melakukan antisipasi dan perencanaan terhadap krisis di masa depan.
   Membiarkan pergi dan melanjutkan kehidupan (Joyce & Sill 2001 dalam Safaria, p. 89).

• Teknik-teknik Konseling Gestalt
1. Pendekatan Gestalt terhadap kerja mimpi
Seperti halnya psikoanalisa, dalam konseling Gestalt juga digunakan interpretasi impian. Namun dalam konseling Gestalt impian bukanlah sebagai jalan lebar menuju ketidaksadaran” seperti yang diungkapkan oleh konseling psikoanalisa, tetapi impian adalah ” jalan yang lebar menuju integrasi diri”. Dengan memahami impian konseli lebih mungkin memperoleh kasadaran, mengambil tanggungjawab bagi impian-impiannya, melihat impiannya sebagai bagian dari dirinya, memiliki perasaaan integrasi yang lebih besar, dan menjadi lebih sadar tentang pikiran-pikiran dan emosinya yang direfleksikan dalam impian tersebut.
2.        Permainan melebih-lebihkan
Permainan ini meningkatkan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirim oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Terapis bisa meminta klien agar mangulang pertanyaan yang telah dicoba dibelokkannya dan setiap mengulang pertanyaan itu diucapkan lebih keras. Sehingga klien sungguh-sungguh mendengar dan didegar dirinya sendiri.
3. Permainan ulangan
Menurut perls, banyak pemikiran kita yang merupakan pengulangan. Dalam fantasi, lita mengulang-ngulang peran yang kita anggap masyarakat menghadapkan kita memainkannya. Pengulangan internal menghabiskan banyak energi serta acap kali menghambat spontalitas dan kesediaan kita untuk beresperimen dengan tingkah laku yang baru.
4. Berkeliling
Suatu latihan terapi Gestalt di mana klien diminta untuk berkeliling ke anggota-anggota kelompoknya dan berbicara sesuatu dengan setiap anggota itu, maksud teknik ini adalah untuk menghadapi, memberanikan diri, berekspresikan dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah.
5.         Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya:
a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak;
b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh;
c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”;
d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
6. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat: “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya:
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”.
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
7.         Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
8. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya.Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
• Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
9.        Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

TERAPI RASIONAL-EMOTIF
Rational Emotive Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ocial menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. RET menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara simultan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.

Menurut Elis, manusia bukanlah mahluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai mahluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderunagan menolak diri sendiri.

Teori A-B-C tentang kepribadian
Teori abc tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktik terapi rasional emotif.

Yang dimaksud teori abc adalah
a. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
b. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau Rb) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau Ib). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
c.  Emotional consequence merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang Rb maupun yang Ib.
     Contoh: jika seorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab timbulnya reaksi depresif,melainkan keyainan orang itu tentang perceraian sebagai kegagalan,penolakan atau kehilangan teman hidup.

• Tujuan konseling RET
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Rational Emotive Therapy (RET) yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu: “meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih ocial en”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.

Ringkasnya, proses teraputik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional ocial ent sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar.

• Langka-langka konseling RET
1. Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alaminya.
2.        Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa jika ia mempertahankan perilakunya maka ia akan terganggu dengan cara berpikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3.         Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis.
4.        Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.

• Teknik-teknik Konseling RET
Ø Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan ocial e) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negative.

Ø Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ocial tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Eknik ini dimaksudkan untuk membongkar ocial nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan ocial nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan ocial nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model ocial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam ocial model ocial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

Ø Teknik-teknik Kognitif
a. Home work ocial ent,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan ocial nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work ocial ent yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor.
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model ocial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah: (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

PENDEKATAN EKSISTENSIAL-HUMANISTIK
Psikologi eksisensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia. Terutama suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempegaruhi klien. Konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktik teraputik
Kesadaran diri
- Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
- Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang , maka semakin besar pula kebebasannya untuk memilih alternatif-alternatif.
- Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai dengan tanggung jawab.
- Manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
- Manusia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang deterministic dari pengondisian.
Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
- Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia.
- Kecemasan juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (Nonbeing).

Penciptaan Makna
- Manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
- Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian.
- Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna.
- Manusia juga berusaha untuk mengaktualisasikan diri, yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Apabila gagal mengaktualisasikan dirinya, maka ia bisa menjadi “sakit”.

• Tujuan konseling Eksistensial-Humanistik
Membantu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan tanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. Terutama, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaannya dan potensi-potensiserta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
Meluaskan kesadaran diri klien, dan meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan tanggung jawab atas arah hidupnya. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi.

• Penerapan : Teknik dan Prosedur teraputik
Dalam buku Gerald Corey (1988:63), Pendekatan eksistensial humanistic tidak memiliki tekik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur – prosedur teraputik bisa diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestah dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial humanistik.

Tema-tema dan dalil-dalil utama eksistensial: penerapan-penerapan pada praktik terapi

Dalil 1: Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.

Kesadaran diri membedakan manusia dengan makhluk-makluk lain. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, factor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling.

Dalil 2: Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah mahluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara alternatif-alternatif. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien sama sekali menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien itu untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.

Dalil 3: Keterpusatan dari kebutuhan akan orang lain
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.

Keberanian untuk ada
Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.

Pengalaman kesendirian
Bahwa kita memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita berikut hasil-hasilnya, bahwa komunikasi total dari individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak pernah bisa dicapai, bahwa kita adalah individu-individu yang terpisah dari orang lain, dan bahwa kita adalah unik.

Pengalaman keberhubungan
Bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain untuk kemanusiaan kita, dan kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, yang mana kehadiran orang lain penting dalam dunia kita, dan kita memperbolehkan orang lain memiliki arti dalam dunia kita, maka kita mengalami keberhubungan yang bermakna.

Dalil 4: Pencarian makna
Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri.

Masalah penyisihan nilai-nilai lama
Nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya.

Belajar untuk menemukan maknadalam hidup
Hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup itu. Tugas proses teraputik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu klien dalam membuat makna dari dunia yang kacau.

Pandangan eksistensial tentang psikopatologi
Adanya konsep psikopatologi yang menyatakan tentang dosa eksistensial yang timbul dari perasaan tidak lengkap atau dari kesadaran seseorang bahwa tindakan-tindakan dan pilihan-pilihannya tidak bisa menyatakan potensi-potensinya secara penuh sebagai pribadi.

Dalil 5: Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan.

Kecemasan sebagai sumber pertumbuhan
Kita mengalami kecemasan dengan meningkatnyakesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu.

Pelarian dari kecemasan
Suatu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan, meskipun kita bisa menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita pada dasarnya tetap sendirian.

Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan
Membantu klien untuk menyadari bahwa belajar menoleransi keberdwiartian dan ketidaktentuan serta belajar bagaimana hidup tanpa sandaran dapat merupakan fase yang penting dalam perjalanan dari hidup yang bergantung kepada menjadi pribadiyang lebih otonom.

Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non ada
Para eksistensialis tidak memandang kematian secara negative, dan mengungkapkan bahwa hidup memiliki makna karena memiliki keterbatasan waktu. Karena kita bersifat lahiriah, bagaimanapun, kematian menjadi pendesak bagi kita agar menganggap hidup dengan serius. Ketakuatan terhadap kamatian membayangi mereka yang takut mengulurkan tangan dan benar-benar merangkul kehidupan.

Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungan kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi – potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka ia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat.

PENDEKATAN CLIENT-CENTERED
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pendekatan client-centered adalah cabang dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya . Pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan klien merupakan katalisator bagi perubahan.

Pendekatan client-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Ia memandang tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menulu keadaan psikologis yang sehat.

Pendekatan client-centered difokuskan pada kenyataan secara lebih penuh, yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya. Pribadi yang kontruktif yaitu yang bersikap menerima dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan teraputik bagi klien. Suatu cara ada dan sebagai perjalanan bersama di mana baik terapis maupun klien memperlibatkan kemanusiawiannya dan berpartisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.

• Tujuan Konseling Client-Centered
Menurut Rogers (1961), pertanyan “Siapa Saya?” mengantarkan kebanyakan orang kepada psikoterapi. Mereka tampaknya bertanya: Bagaimana saya bisa menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya bisa menjadi apa yang sangat saya inginkan? Bagaimana saya bisa memahami apa yang ada dibalik dinding saya dan menjadi diri sendiri?.

Tujuan dasar terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai teraputik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan, dalam usahanya menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.

Apabila dinding itu runtuh selama proses teraputik, orang macam apa yang muncul dari balik kepura-puraan itu? Rogers menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi bertambah teraktualkan: keterbukaan kepada pengalaman, kepercayaan terhadap organismenya sendiri, tempat evaluasi internal, dan kesediaan untuk menjadi suatu proses. Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi. Client Centered yaitu sebagai berikut:

a. Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b. Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c. Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.

• Proses konseling Client-Centered
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut:
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.

• Teknik Konseling Client-Centered
Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers tentang psikoterapi memberi penekanan yang lebih besar pada tekhnik-tekhnik. Perkembangan pendekatan Client-Centered disetai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik teraputik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan teraputik. Hubungan teraputik, yang selanjutnya menjadi variabel yang sangat penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh terapis. Dalam kerangka Client-Centered, teknik-tekniknya adalah pengungkapkan dan pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan Client-Centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasikan hubungan terapis klien.

ANALISIS TRANSAKSIONAL
Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok.AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain dalam arti ia adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisisn Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arti proses terapi, juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien, dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru.

Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenan dengan analisis structural dan transaksional. Teori Berne menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti dan dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas.

AT berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang mampu memahami putusan-putusan masa lampau dan bahwa orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang.

• Tujuan Konseling Analisia Transaksional
Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministi.
Harris (1967, hlm. 82) melihar tujuan AT untuk membantu individu agar “memiliki kebebasan memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan mengubah respon-respon terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun yang baru”.

• Prosedur- prosedur Teraputik
Dalam konseling yang menggunakan pendekatan analisis transaksional, digunakan teknik-teknik tertentu.

a. Analisis Struktur (Structural Analysis)
Analisis struktur sebagai alat yang dapat membantu klien agar menjadi sadar atas isi dan fungsi ego orang tua, dewasa, dan anak yang dimilikinya. Analisis structural membantu klien dalam mengubah pola-pola yang dirasakan menghambat. Ia juga membantu dalam menemukan perwakilan ego yang mana menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan hal tersebut maka, klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
Terdapat dua tipe masalah yang berkaitan dengan struktur kepribadian yang dapat diselidiki dengan analisis structural:
1. Pencemaran, terjadi apabila isi perwakilan ego yang satu bercampur dengan isi perwakilan ego yang lainnya. Misalnya: ego orang tua terhadap ego dewasa yang menembus batas ego dewasa dan mencampuri pemikiran dan fungsinya. Hal-hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan, al: “jangan bergaul dengan orang-orang yang bukan berasal dari kalangan kita”.
2. Penyisihan (eksklusi), ketika ego anak yang tersisih bisa “merintangi” ego orang tua, atau apabila ego orang tua yang tersisih “meringtangi” ego anak. Penyisihan meliputi:
b. Metode-metode didaktif
Karena AT menekankan domain kognitif, prosedur-prosedur beliau menganjar menjadi prosedur-prosedur dasar bagi AT. Para anggota kelompok AT diharapkan sepenuhnya mengenai analisis struktural denagn menguasai landasan-landasan perwakilan ego.
c. Analisis Transaksional
Suatu penjabaran yang dilakukan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Ketika pesan-pesan disampaikan, diharapkan ada respon, ada tiga tipe transaksi:
- Komplementer: suatu pesan yang disampaikan oleh satuan perwakilan ego seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego seseorang yang lainnya.
- Menyilang: terjadi apabila respon yang tidak diharapkan diberikan kepada suatu pesan yang disampaikan oleh seseorang.
- Terselubung: suatu transaksi yang kompleks, terjadi apabila lebih dari satu perwakilan ego terliba serta seseorang menyampaikan pesan terselubung kepada seseorang yang lainnya.
d. Kursi kosong
Alat yang efektif untuk membantu klien dalam memecahkan konflik-konflik masa lampau dengan orang tuanya atau dengan orang lain yang ada di lingkungan tempat dia dibesarkan.
e. Permainan peran
Permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tuayang konstan, ego orang dewasa yang konstan, dan ego anak yang konstan, atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
f. Percontohan keluarga
Klien menjadi sutradara, produser, dan aktor. Dia menetapkan situasi dan menggunakan para anggota kelompok sebagai pemeran para anggota keluarga serta menempatkan mereka pada situasi yang dibayangkan. Diskusi, tindakan dan evaluasi selanjutnya bisa mempertinggi kesadaran tentang suatu situasi yang spesifik dan makna-makna pribadi yang masih berlaku pada klien.
g. Analisis permainan dan ketegangan
Berne (1964, hlm. 48) menjabarkan permainan sebagai “rangkaian transaksi terselubung komplementer yang terus berlangsung menuju hasi yang didefinisikan dengan baik dan dapat diperkirakan” hasil dari kebanyakan permainan adalah perasaan “tidak enak” yang dialami oleh pemain. Penting bagi terapis untuk mengamati dan memahami mengapa permainan-permainan dimainkan, dan skenario-skenario hidup adalah suatu proses yang penting dalam terapi AT.
h. Analisis skenario
Membuka alternatif-alternatif baru yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan tentang yang dilaksanakan menurut plot skenario.
Analisis skenario bisa dilaksanakan dengan menggunakan suatu daftar skenario yang berkaitan dengan posisi-posisi hidup, penipuan-penipuan, permainan-permainan yang kesemuanya merupakan kompunen-komponen fungsional utama pada scenario kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Dahlan, syarifuddin. 2011. Konseling Individu Konsep dan Aplikasi. Bandarlampung:



[1] Teraputik: komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar