Kedua, orangtua mengharapkan pendidikan yang sepenuh waktu dari pagi hingga subuh, setiap hari, memberi kesempatan kepada anak untuk mematangkan ilmu dalam soal agama dan menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Ini pun berkait dengan akhlak, tetapi menekankan perlunya anak memahami ilmunya.
Memasukkan anak ke sekolah berasrama berarti mempercayakan penuh kepada pengelola sekolah sekaligus pendamping asrama untuk mendidik anak sehingga menjadi pribadi seperti yang diharapkan. Orangtua memiliki harapan yang sangat tinggi karena menganggap ustadz/ustadzah maupun pendamping asrama merupakan sosok pilihan yang memiliki perhatian, kepedulian, tanggung jawab, kemauan mendidik sekaligus bekal ilmu yang memadai.
Sekolah berasrama (boarding school) memiliki tanggung jawab besar untuk membentuk pribadi anak. Begitu masuk sekolah berasrama, pengaruh orangtua hampir tidak ada lagi. 24 jam sehari semalam, 7 hari seminggu, dan 12 bulan setahun anak di bawah pengaruh dan didikan sekolah berasrama. Pada saat masuk asrama —yang itu biasanya sudah melalui seleksi dan terkadang sangat ketat— anak memang beragam keadaannya. Tetapi begitu masuk sekolah berasrama, boleh dikata baik buruknya anak ditentukan oleh proses pengasuhan, pendidikan, dan pembimbingan anak oleh sekolah. Secara keseluruhan, ini merupakan proses ta’dib (pendidikan adab) yang berkelanjutan. Ini merupakan pilar penting sekolah berasrama. Salah satu ukuran keberhasilan sekolah berasrama ialah apabila anak-anak berubah menjadi lebih baik setelah masuk asrama. Bukan sebaliknya.
Nah, agar tidak terjadi hal yang kontra-produktif, sekolah berasrama perlu melakukan pengawasan terencana terhadap anak didik. Anak-anak perlu dipantau perkembangannya agar cepat terdeteksi manakala ada gejala yang tidak beres. Bahkan sesungguhnya, pemantauan anak ini merupakan bagian sangat penting dari proses pendidikan akhlak.
Boarding school hendaknya memantau perkembangan anak didik sehingga dapat menangani dengan segera jika sewaktu-waktu menjumpai masalah ataupun gejala masalah. Ini penting agar gejala tersebut tidak berkembang menjadi masalah yang serius, dan jika masalah sudah terjadi tidak semakin parah. Begitu mendapati masalah, sekolah berasrama harus segera melakukan koordinasi antara guru, wali kelas, wali asrama, dan pendamping kamar. Langkah ini diperlukan untuk memastikan akar masalah dan penanganannya. Wali asrama merupakan pengganti orangtua selama di boarding school.
Masing-masing pihak di sekolah berasrama mencari pemecahan masalah yang tepat. Langkah yang telah dirumuskan, kemudian dijalankan sesuai tugasnya. Selanjutnya, masih tetap perlu dipantau dan dievaluasi bersama. Evaluasi diperlukan untuk melakukan perbaikan jika hasil penanganan siswa belum sesuai yang diharapkan. Karena itulah, evaluasi perlu dilakukan dengan sangat cermat.
Dari evaluasi itu juga dapat diketahui langkah mana yang paling efektif dari serangkaian langkah yang diambil. Ini perlu dicatat dengan baik. Apa manfaat pencatatan tersebut? Sekolah mempunyai rujukan jika menghadapi kasus serupa di kemudian hari. Jadi, pencatatannya harus “hidup”.
Bagaimana jika penanganan yang dilakukan sudah membuahkan hasil sesuai yang diharapkan? Evaluasi tetap penting untuk memperkokoh hasil. Tetap penting juga untuk memahami langkah mana yang paling efektif serta apa saja yang berperan besar terhadap keberhasilan penanganan.
Bagaimana jika tidak ada program yang matang untuk pembinaan, pengendalian, dan pengawasan murid selama di asrama? Itu bukan boarding school. Berasrama tapi tanpa program yang jelas, berarti hanya sekolah yang dilengkapi rumah sewa. Anak-anak berada di asrama, tetapi tak memperoleh perlakuan edukatif yang mengubah sikap maupun perilaku mereka. Tak terbimbing. Auto pilot.
Saya pernah mengunjungi boarding school yang wali asramanya sangat jarang menunggui asrama. Padahal ini tanggung jawabnya. Akibatnya, program yang di atas kertas agak bagus, sama sekali tidak berjalan. Parahnya, di asrama tersebut disediakan TV non stop. Lebih ironis lagi, tidak ada pendamping asrama yang bertanggung jawab memantau dan mengarahkan tiap-tiap anak didik anggota kamar. Jika keadaan seperti ini dibiarkan, sangat mungkin asrama justru menjadi penyebab kemerosotan akhlak maupun etos belajar anak.
Kapan sekolah dapat melibatkan orangtua dalam menangani masalah? Pada saat awal muncul gejala masalah, sekolah dapat meminta informasi yang bersifat pribadi (personal information) berkaitan dengan diri anak, yakni hal-hal yang berkenaan dengan keunikan pribadi anak, termasuk peristiwa khusus yang pernah dialami anak. Ini merupakan bahan pertimbangan sekolah dalam mengambil kebijakan. Sampai di sini, penanganan masih dilakukan murni oleh sekolah berasrama, tetapi sebagian pertimbangannya menggunakan informasi dari orangtua. Meskipun demikian, bisa saja sekolah meminta masukan dan pendapat orangtua. Selanjutnya, sekolah melakukan perkembangan hasil penanganan kepada orangtua sebatas yang perlu diketahui orangtua.
Bagaimana jika misalnya sekolah merasa kewalahan menangani anak? Bicarakan dengan orangtua jauh-jauh hari sebelumnya, boleh jadi ada pemecahan masalah yang sangat berguna dan tak terpikirkan oleh sekolah. Komunikasikan perkembangannya, cari aspek yang dapat dikembangkan dari anak sebagai bahan rekomendasi kepada orangtua. Jika sekiranya sekolah sampai pada tingkat harus lempar handuk sebagai pernyataan gagal karena tak lagi sanggup mendidik anak tersebut, jangan lakukan secara tiba-tiba. Apalagi di saat yang sangat krusial. Serumit apa pun, ingatlah tugas sekolah berasrama untuk membentuk pribadi Islami.
Artinya, ketika anak terpaksa harus belajar di tempat lain, meskipun bukan jalan keluar yang baik, tetap saja sekolah sebelumnya perlu mengambil peran sehingga hubungan emosi anak tetap terjaga. Lebih mendasar lagi, tindakan tersebut membawa manfaat dakwah. Bukan sebaliknya, menimbulkan fitnah dakwah. Ingatlah, sesungguhnya tugas sekolah bukan hanya mengajarkan pengetahuan. Tugas sekolah adalah menegakkan dakwah pada diri anak. Ini salah satu tugas penting sekolah berasrama.
Khusus berkait dengan tugas dakwah bagi sekolah, silakan baca kembali tulisan saya bertajuk Jangan Remehkan Dakwah Kepada Anak.
Mohammad Fauzil Adhim
Sumber: hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar