“Saya kesini kebetulan sedang mencari kerja, pak.”
“... kebetulan saya dikasih amanah sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan.”
“... kebetulan saya dikasih amanah sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan.”
“... kebetulan saya ada disitu waktu ada kejadian itu.”
“... kebetulan saya mau berangkat umroh pas tanggal itu.”
Saudaraku,
Pemberian amanah dalam organisasi tidaklah datang tiba-tiba tanpa kita melakukan apa-apa. Pasti melalui proses kerja-kerja hingga kita dinilai layak untuk amanah yang lebih besar tersebut. Apakah proses-proses kerja selama ini kita lakukan secara kebetulan? Padahal suatu saat kita harus bangun dan berangkat lebih pagi, menyelesaikan pekerjaan dengan lembur, sering masuk angin karena begadang mengejar deadline, berkejaran dengan waktu memanfaatkan ojek, kesal hati menunggu saat gajian ketika letih raga dan jiwa telah merajai, dan sebagainya. Kebetulankah?
Saudaraku,
Langkah kaki kita yang mengantarkan kita berada di tempat yang berbeda-beda, akan menyertai kita dalam setiap momen. Keberadaan kita di suatu tempat yang menempatkan kita sebagai saksi suatu kejadian, bukanlah “kebetulan”. Jalan kita, kepindahan kita, keluarnya ongkos untuk kepindahan kita, berkejaran waktu kita hingga kita ada di tempat itu adalah bentuk upaya-upaya kita. Bukan “kebetulan”.
Saudaraku,
Menabungnya kita empat digit, lima digit, bahkan mungkin enam digit, waktu menunggu yang kita sabari, sujud-sujud di kala yang lain belum terbangun untuk dapat berangkat umroh, bukanlah “kebetulan”.
Lisan kita terlalu mudah meluncur licin ketika mengucapkan “kebetulan” dalam setiap penjelasan. Seolah-olah Alloh tak punya tempat berperan secelah pun pada peran-peran kita.
Daun tua yang kering dan lunglai di pohon, lepas dan melayang jatuh ke bumi bukanlah “kebetulan”.
Ankle kaki yang tak di nyana mematah keseleo di jalan yang mulus, pun bukan “kebetulan”.
Ban motor yang terbilang baru kemudian bocor di tengah malam dalam perjalanan pulang pun bukanlah “kebetulan”.
Jika kita cermati, istilah “kebetulan” sering disandarkan pada sesuatu yang menggembirakan. Kita sangat asing ketika mendengar ungkapan, “Kebetulan dosen memarahi saya”, “Kebetulan saya didemo pegawai saya”, “Kebetulan perampok itu menebas tangan saya”, “Kebetulan ibu saya meninggal”...
Teori “Kebetulan” ini saya pungkasi dengan saya menukil penjelasan pak Mario Teguh dalam acara Super Show-nya, “Jika di dunia ini ada ‘kebetulan’, Tuhan pasti kaget. Padahal Tuhan itu Maha Mengetahui. Kalau ada ‘kebetulan’, berarti Tuhan yang Maha Mengetahui itu tidak tahu kalau akan terjadi sesuatu.”
“Apakah Alloh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk [67]: 14)
“Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Alloh?” (QS. Al-Baqoroh [2]: 140)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar