Isro’ artinya perjalanan dari Masjidil Harom menuju Masjidil Aqsho pada malam hari. Hal ini sesuai ayat:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Mahasuci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Harom ke Al Masjidil Aqsho yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isro’ [17]: 1)
Mi’roj artinya perjalanan naiknya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Aqsho ke Sidrotul Muntaha di langit ke tujuh. Hal ini sesuai dengan ayat:
وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى(18)
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidrotil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An Najm [53]: 13-18)
II. Kapan Peristiwanya?
Tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan peristiwa ini terjadi. Ada yang menyebutnya Rojab, dikatakan Robi’ul Akhir, dan dikatakan pula Romadhon atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243)
Imam Ibnu Hazm mengatakan terjadinya pada bulan Rojab, di tahun keduabelas kenabian. Sementara Imam Al Hafizh ‘Abdul Ghoni Al Maqdisi mengatakan terjadinya pada malam 27 Rojab. (Al Qur’an Al Karim wa Tafsiruhu, 5/429)
Imam Ibnu Rojab Al Hambali mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isro’ terjadi pada bulan Rojab, sedangkan Ibrohim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Robi’ul Awal. (Ibid; hal. 95).
Beliau (Imam Ibnu Rojab) juga berkata:
و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره
“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rojab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shohih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shohih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shohih dari Al Qosim bin Muhammad bahwa peristiwa Isro’-nya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rojab, dan ini diingkari oleh Ibrohim Al Harbi dan lainnya.” (Lathoif Al Ma’arif; hal. 121. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Sementara, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengutip dari Ibnu Dhihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tibyanul ‘Ajab; hal. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan peristiwa Isro’ Mi’roj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.
III. Ruh dan jasad, atau ruh saja?
Mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa perjalanan Isro’ Mi’roj yang dialami Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah ruh dan jasad sekaligus. Hal ini berdasarkan nash ayat:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Mahasuci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Harom ke Al Masjidil Aqsho (QS. Al Isro’: 1)
Kata bi ‘abdihi – hambaNya, menunjukkan perjalanan tersebut adalah ruh dan jasad sekaligus, sebab seseorang dikatakan ‘abdu (hamba) jika terdapat unsur keduanya.
Inilah pendapat Ibnu Abbas, Jabir, Anas, Khudzaifah, ‘Umar, Abu Huroiroh, Malik bin Sho’sho’ah, Abu Habbah Al Badriyyi, Ibnu Mas’ud, Dhohak, Sa’id bin Jubair, Qotadah, Ibnu Musayyib, Ibnu Syihab, Ibnu Zaid, Al Hasan, Ibrohim, Masruq, Mujahid, Ikrimah, Ibnu Juroij, dengan dalil ucapan ‘Aisyah dan pendapat para ulama ahli fiqh Muta’akhirin, para ahli hadits, para ahli bahasa, dan para ahli tafsir.
Syaikh Sholih Fauzan Hafizhohulloh berkata:
الإسراء والمعراج كانا بالجسم والروح معًا، هذا قول الجمهور من أهل العلم، وذلك لقوله تعالى : { سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ } [ الإسراء : 1 . ] ، والعبد اسم للروح والجسم، وليس اسمًا للرُّوح فقط، وقد جاء في حديث النبي صلى الله عليه وسلم في ذكر الإسراء والمعراج ؛ أنه جاءه جبريل بدابَّة اسمها البُراق، وأركبه عليها، وذهب إلى بيت المقدس، وصلى بالأنبياء هنا . . . كل هذا يعطي أنه بالجسم والرُّوح معًا، وهذا قول الجماهير من أهل العلم، ولم يخالفهم فيه إلا طائفة يسيرة .
Isro’ Mi’roj terjadinya dengan jasad dan ruh secara bersamaan, inilah pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan ayat: Mahasuci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Harom ke Al Masjidil Aqsho. (QS. Al Isro’: 1).
Kata Al ‘Abdu merupakan nama bagi ruh dan jasad, bukan nama bagi ruh saja. Hadits Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menceritakan tentang Isro’ Mi’roj; bahwa Jibril mendatangi beliau dengan membawa hewan bernama Buroq, dia menungganginya, lalu dengannya pergi menuju Baitul Maqdis dan sholat di sana bersama para nabi. Semua ini menunjukkan terjadinya adalah ruh dan jasad sekaligus, dan inilah pendapat mayoritas ulama dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali kelompok yang sedikit saja. (Al Muntaqo min Fatawa Al Fauzan, 7/3)
Lalu kafirkah orang yang menyatakan bahwa Isro’ Mi’roj hanya ruh saja tanpa jasad? Syaikh Sholih Fauzan berkata lagi:
وأما من أنكر الإسراء بالجسم؛ فهو لا يكفر؛ لأنه قال به بعض السَّلف؛ قالوا : إنَّ الإسراء بالرُّوح فقط، يقظة لا منامًا . وإن كان هذا القول مرجوحًا وضعيفًا، لكن من أخذ به؛ فإنه يكون مُخطئًا، ولا يكفر بذلك
Ada pun orang yang mengingkari Isro’ Mi’roj dengan jasad, maka dia tidak dikafirkan, karena sesungguhnya sebagian salaf ada yang berpendapat demikian. Mereka mengatakan bahwa Isro’ itu hanya ruh saja, dalam keadaan sadar dan bukan mimpi. Ini adalah pendapat yang lemah, tetapi siapa pun yang mengambil pendapat ini maka dia termasuk berbuat salah, dan tidak dikafirkan karena itu. (Ibid)
IV. Hikmah Isro’ Mi’roj
1. Ujian Iman kepada Alloh, bahwa Alloh Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Bagi sebagian orang dahulu dan sekarang, tidak mempercayai kejadian ini. Mereka memandang dengan akal semata, bahwa mustahil manusia mengalami ini dalam waktu semalam saja.
Di tambah lagi berbagai kisah tentang berjumpanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dengan para nabi sebelumnya di masing-masing lapisan langit, serta pemandangan tentang surga dan neraka.
Ada pun bagi seorang mu’min amat meyakini wallohu ‘ala kulli syai’in qodiir, Alloh Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Jika saja ada peristiwa yang lebih besar dan lebih “tidak masuk akal” dari Isro’ Mi’roj, niscaya bagi seorang mu’min tetap akan meyakininya. Sebab, hal-hal seperti adalah peristiwa yang sangat mudah bagi Alloh Ta’ala untuk menjadikannya.
2. Ujian Iman kepada kebenaran risalah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Seorang mu’min wajib meyakini tanpa ragu sedikitpun, bahwa apa yang dibawa dan diberitakan oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah benar adanya. Lihatlah yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq Rodhiyallohu ‘Anhu tentang peristiwa ini.
‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha menceritakan dengan sanad yang shohih:
لما أسري بالنبي صلى الله عليه وسلم إلى المسجد الأقصى أصبح يتحدث الناس بذلك فارتد ناس فمن كان آمنوا به وصدقوه وسمعوا بذلك إلى أبي بكر رضى الله تعالى عنه فقالوا هل لك إلى صاحبك يزعم أنه أسري به الليلة إلى بيت المقدس قال أو قال ذلك قالوا نعم قال لئن كان قال ذلك لقد صدق قالوا أو تصدقه أنه ذهب الليلة إلى بيت المقدس وجاء قبل أن يصبح قال نعم أني لأصدقه فيما هو أبعد من ذلك أصدقه بخبر السماء في غدوة أو روحة فلذلك سمي أبو بكر الصديق
Ketika Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam Isro’ (perjalanan malam) menuju Masjidil Aqsho, paginya beliau menceritakan hal itu kepada manusia dan manusia mengingkarinya. Sedangkan bagi yang mempercayainya, membenarkannya, dan mendengarkan hal itu, mereka mendatangi Abu Bakar Rodhiyallohu ‘Anhu. Mereka mengatakan, “Apakah kau dengar sahabatmu bahwa dia menyangka melakukan perjalanan malam hari menuju Baitul Maqdis?” Beliau (Abu Bakar) menjawab, “Dia mengatakan demikian?” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Bakar berkata, “Jika benar dia berkata demikian maka dia telah benar (shodaqo).” Mereka mengatakan, “Apakah kau membenarkan bahwa dia pergi pada malam hari ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum shubuh?” Abu Bakar menjawab, “Ya, saya membenarkannya walau pun dalam jarak yang lebih jauh dari itu.” Beliau membenarkan berita dari langit baik pada pagi atau malam. Oleh karena itu, dia dinamakan Abu Bakar Ash Shiddiq. (HR. Al Hakim, Al Mustadrok no. 4407, Imam Al Hakim mengatakan: sanadnya shohih tetapi Bukhori – Muslim tidak meriwayatkannya. Imam Adz Dzahabi menyepakati keshohihan hadits ini. Abu Nu’aim, Ma’rifatush Shohabah no. 69. Syaikh Al Albani menyatakan shohih dalam As Silsilah Ash Shohihah, 1/615, no. 603)
3. Keagungan dan keistimewaan ibadah sholat
Sholat adalah ibadah yang diperintahkan ketika Rosululloh di langit, sementara ibadah lain diperintahkan ketika Rosulilloh di bumi. Sholat merupakan “mi’roj”-nya orang-orang mukmin di dunia. Sholat merupakan tiangnya agama, dan para sahabat nabi memandang pembeda antara kekafiran dan keislaman seseorang adalah sholat.
Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, dia berkata:
فُرِضَتْ عَلَى النّبِيّ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ الصَلوَاتُ خَمْسِينَ، ثُمّ نُقِصَتْ حَتّى جُعِلَتْ خَمْساً، ثُمّ نُودِيَ: يا محمدُ: إِنّهُ لاَ يُبَدّلُ الْقَوْلُ لَدَيّ وَإِنّ لَكِ بِهَذِهِ الْخَمْسِ خَمْسينَ .
“Telah difardhukan kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sholat pada malam beliau diisro’kan 50 sholat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 sholat saja. Lalu diserukan, Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima sholat ini sama bagimu dengan 50 kali sholat.” (HR. At Tirmidzi no. 213, katanya: hasan shohih ghorib. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi no. 213)
4. Kemuliaan Masjidil Harom dan Masjidil Aqsho
Keduanya dianjurkan untuk diziarahi, juga Masjid Nabawi. Keduanya adalah kiblat umat Islam; pertama adalah Al Aqsho, lalu dipindahkan ke Al Harom. Sholat di keduanya memiliki kelipatan yang sangat banyak dibanding masjid lain.
Demikian. Wallohu a'lam
Ust. Farid Nu'man Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar