Al-Arba’un An-Nawawiyah adalah sebuah kitab kecil yang berisi kumpulan hadits sebanyak empat puluh dua hadits yang disusun oleh seorang imam fiqih dan hadits, zahid, wiro’i, dan pemberani yakni Imam An-Nawawi rohimahulloh. Walaupun kitab ini bernama Arba’in (empat puluh) tetapi jumlah hadits yang terdapat di dalamnya adalah empat puluh dua hadits, bukan empat puluh.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahulloh menjelaskan tentang kitab tersebut:
وقد ألف مؤلفات كثيرة من أحسنها هذا الكتاب: الأربعون النووية، وهي ليست أربعين،بل هي اثنان وأربعون، لكن العرب يحذفون الكسر في الأعداد فيقولون: أربعون. وإن زاد واحداً أو اثنين، أونقص واحداً أواثنين.
Beliau (Imam An-Nawawi) telah banyak menyusun karya tulis, yang terbaik di antaranya adalah kitab ini: Al-Arba’un An-Nawawiyah. Buku tersebut bukan empat puluh hadits (arba’in), tetapi empat puluh dua hadits (itsnan wa arba’un), namun orang Arab menghilangkan kasroh dalam bilangan, maka mereka menyebut: arba’un (empat puluh), walaupun ditambahkan satu atau dua, atau dikurangi satu atau dua.” (Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin, Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 2. Mawqi’ Ruh Al-Islam).
Sebelum Imam An-Nawawi, sudah banyak para imam kaum muslimin menyusun kitab serupa seperti yang diceritakan oleh Imam An-Nawawi sendiri dalam muqoddimah kitab ini, mereka adalah ‘Abdulloh bin Mubarok, Muhammad bin Aslam Ath-Thusi, Hasan bin Sufyan An-Nasa’i, Abu Bakr Al-Ajuri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrohim Al-Ashfahani, Daruquthni, Al-Hakim, Abu Nu’aim, Abu ‘Abdurrohman As-Sulami, Abu Sa’id Al-Malini, Abu ‘Utsman Ash-Shobuni, ‘Abdulloh bin Muhammad Al-Anshori, Al-Baihaqi, dan ulama lain yang tak terhitung jumlahnya.
Besarnya perhatian para imam kaum muslimin terhadap upaya pengumpulan ‘empat puluh hadits’ ini karena didasari berbagai riwayat yang menunjukkan keutamaannya. Hanya saja -sebagaimana kata Imam An-Nawawi sendiri- semua riwayat tersebut adalah dho’if (lemah) menurut kesepakatan ahli hadits. Imam An-Nawawi mengatakan:
فقد روينا عن علي بن أبي طالب، وعبد الله بن مسعود، ومعاذ بن جبل، وأبي الدرداء، وابن عمر، وابن عباس، وأنس بن مالك، وأبي هريرة، وأبي سعيد الخدري رضي الله تعالى عنهم من طرق كثيرات بروايات متنوعات: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينها بعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء" وفي رواية: "بعثه الله فقيها عالما".
وفي رواية أبي الدرداء: "وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا".وفي رواية ابن مسعود: قيل له: "ادخل من أي أبوب الجنة شئت" وفي رواية ابن عمر "كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء". واتفق الحفاظ على أنه حديث ضعيف وإن كثرت طرقه.
“Kami telah meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholib, ‘Abdulloh bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Ad-Darda, Ibnu ‘Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Huroiroh, dan Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhum dari banyak jalan dan riwayat yang berbeda: bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa di antara umatku menghapal empat puluh hadits berupa perkara agamanya, maka Alloh akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama rombongan fuqoha dan ulama.” Dalam riwayat lain: “Alloh akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih (ahli fiqih) dan ‘alim.”
Dalam riwayat Abu Ad-Darda: “Maka aku (Nabi) pada hari kiamat nanti sebagai syafa’at dan saksi baginya.” Dalam riwayat Ibnu Mas’ud: “Dikatakan kepadanya: masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki.” Dalam riwayat Ibnu ‘Umar: “Dia dicatat termasuk golongan ulama dan dikumpulkan pada golongan syuhada.”
Para huffazh (ahli hadits) sepakat bahwa hadits-hadits ini dho’if walaupun diriwayatkan dari banyak jalan.” (Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id, Muqoddimah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 16-17. Maktabah Al-Misykat).
Hanya saja memang, jumhur (mayoritas) ulama –Imam An-Nawawi mengatakan kesepakatan ulama- membolehkan menggunakan hadits dho’if (seperti hadits-hadits di atas) hanya untuk tema-tema fadhoilul a’mal, targhib wat tarhib, dan hal-hal semisal demi menggalakkan amal sholih dan kelembutan hati dan akhlak. Tetapi pembolehan ini pun bersyarat, yakni: tidak ada rowi yang tertuduh sebagai pemalsu hadits atau pembohong, tidak bertentangan dengan tabiat umum agama Islam, dan jangan menyandarkan atau memastikan dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika mengamalkannya. Mereka yang membolehkan di antaranya adalah Imam Ahmad, Imam Al-Hakim, Imam Yahya Al-Qohthon, Imam ‘Abdurrohman bin Al-Mahdi, Imam Sufyan Ats-Tsauri, Imam An-Nawawi, Imam As-Suyuthi, Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam, Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id, dan lainnya.
Sedangkan yang menolak adalah Imam Al-Bukhori, Imam Muslim, Imam Yahya bin Ma’in, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnul ‘Arobi, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan lainnya dari kalangan hambaliyah kontemporer, juga yang nampak dari pandangan Syaikh Yusuf Al-Qorodhowi Hafizhohulloh.
Khusus untuk Al-Arba’un An-Nawawiyah ini, telah banyak ulama yang memberikan perhatian terhadapnya, yakni dengan memberikan syaroh (penjelasan) terhadap seluruh hadits yang ada di dalamnya, mereka adalah Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id, Al ‘Allamah Isma’il bin Muhammad Al-Anshori, Al-‘Allamah Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, dan lainnya. Juga diantara ulama, ada yang mentakhrij dan mentahqiq (meneliti) kualitas validitas hadits-hadits dalam kitab ini, yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh. Hal ini lantaran betapa lengkapnya muatan dan tema yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi, yakni berupa dasar-dasar agama, hukum, ibadah, muamalah, dan akhlak. Sedangkan ulama lain, ada yang menyusun empat puluh hadits tentang persoalan tertentu saja, ada yang akhlak saja, atau jihad, atau adab, atau zuhud. Inilah letak keistimewaan kitab ini.
Boleh dikatakan, kitab ini -dan kitab beliau lainnya, yakni Riyadhus Sholihin- adalah kitab beliau yang paling luas peredarannya dan paling besar perhatian umat Islam terhadapnya, baik kalangan ulama, dosen, mahasiswa, dan orang umum. Ini merupakan petunjuk atas keikhlasan penulisnya sehingga Alloh Ta’ala mengabadikan karya-karyanya di tengah manusia walau dirinya telah wafat berabad-abad lamanya.
Semoga kita semua bisa mengikuti jejak langkah para ulama robbani dan mengambil banyak manfaat dari karya dan keteladanan kehidupan mereka. Aamiin.
Kredit: ust. Farid Nu’man Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar