Rabu, 24 Februari 2016

Fiqih Bencana Nabi Yusuf

Kemampuan untuk melakukan perubahan sangat tergantung dari kapasitas yang dimilikinya. Ada orang yang hanya mampu melakukan perubahan bagi dirinya sendiri, ada yang mampu melakukan perubahan untuk masyarakat, tapi ada pula yang mampu merubah bangsa. Nabi Yusuf termasuk yang ketiga. Dengan izin Alloh, dia mampu menyelamatkan rakyat Mesir dari bencana kekeringan dan kelaparan.

Bencana kekeringan yang dialami terhitung sangat dahsyat. Langit tak menurunkan hujan, tanaman tak bisa tumbuh, binatang mati kehausan. Hal itu berlangsung terus menerus selama 7 tahun. Bagaimana cara Nabi Yusuf menghadapi bencana tersebut?

Pertama, Memiliki Ilmu
Pada masa itu, mimpi memiliki peran penting, karena mampu menyingkap tabir peristiwa gaib dimasa depan. Nabi Yusuf memiliki ilmu untuk menakwilkan mimpi. Panggung sejarah mulai terbuka kala Nabi Yusuf menakwilkan mimpi raja. Dia berkata:

قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلا قَلِيلا مِمَّا تَأْكُلُون

Dia (Yusuf) berkata: “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah dibiarkan pada tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan.” (QS. Yusuf: 47)

Nabi Yusuf mampu memprediksi bencana melalui ilmu yang pasti, dalam hal ini adalah ilmu menakwilkan mimpi. Zaman sekarang, kita dituntut bisa memprediksi potensi bencana dengan beragam ilmu dan peralatan. Mulai dari prakiraan cuaca hingga alat deteksi gempa dan tsunami. Semua perlu dipelajari sebagai alat bantu mengambil keputusan, khususnya untuk tindakan antisipatif.

Kedua, Memunculkan Diri
Seorang negarawan tidak sama dengan seorang pencari kerja. Seorang pencari kerja maju karena melihat kesempatan, sedangkan seorang negarawan maju karena tuntutan tanggung jawab. Karena motifnya berbeda, maka kiprah dan hasilnya juga berbeda. Nabi Yusuf berkata:

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ 

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)

Hal ini sekaligus menjadi pelajaran bagi pemimpin dan juga rakyat sebagai pemegang kedaulatan (demokrasi). Jika negerinya tengah dihadapkan pada masalah pelik, maka pilihlah orang yang cakap dan profesional untuk mengemban tugas, bukan karena faktor KKN atau lainnya. Dimanapun mereka berada, harus dicari. Termasuk di dalam penjara sekalipun, seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf.

Ketiga, Membuat Lumbung
Selama 7 tahun pertama, Mesir menjadi negeri yang subur makmur, alias gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Hasil bumi melimpah ruah. Nabi Yusuf membuat lumbung pangan untuk menyimpan hasil bumi tersebut. 

Dalam teori ekonomi, kebijakan tersebut dilakukan agar harga komoditi tidak jatuh karena hasil panen yang melimpah. Nabi Yusuf juga menganjurkan untuk hidup hemat dan sederhana sebagai sarana penyiapan mental menghadapi situasi paceklik. Karena panen melimpah, taraf hidup naik biasanya juga cenderung mengubah gaya hidup.

Selain itu, kebijakan tersebut tentu saja dimaksudkan untuk memenuhi lumbung pangan demi mewujudkan ketahanan pangan Mesir. Kedaulatan pangan menyumbang kemandirian dan eksistensi negaranya dimasa depan.

Ketiga, Melakukan Operasi Pasar
Pada tujuh tahun kedua, Mesir menjadi negeri yang tandus dan kering kerontang. Hujan tak turun, sungai tak mengalir. Pada saat inilah, Nabi Yusuf mengeluarkan hasil simpanan di lumbung pangan untuk dibagikan kepada rakyat Mesir dan sekitarnya.

Bangsa Mesir telah melakukan persiapan matang untuk menghadapi bencana paceklik, sehingga memiliki ketahanan pangan untuk menghidupi rakyatnya, tidak perlu mengimpor dari negara lain. Sedangkan negeri disekitarnya tidak tahu dan tidak melakukan persiapan sehingga harus datang ke Mesir untuk membeli bahan makanan.

Dalam teori ekonomi, operasi pasar bertujuan untuk menekan agar harga tidak membumbung tinggi karena langkanya komoditi. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menekan para spekulan yang mengambil keuntungan di tengah musibah. Tujuan lain adalah sebagai wujud tanggungjawab negara terhadap rakyatnya yang dilanda paceklik. Jika rakyat masih memiliki daya beli, maka dilakukan operasi pasar. Jika sudah tidak punya harta benda, maka komoditi diberikan secara cuma-cuma.

Khotimah
Nabi Yusuf seolah menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional untuk bangsa Mesir pada saat itu. Lebih khusus lagi, dia menjalankan kebijakan sebagai kepala Badan Urusan Logistik. Sayang, di Indonesia lembaga Bulog memiliki citra yang negatif, diantaranya: lahan basah yang jadi rebutan, menjadi sapi perah pejabat, dikuasai kartel beras sampai mengedarkan raskin yang kualitasnya buruk.

Tindakan Nabi Yusuf bisa kita lihat pada makhluk Alloh yang lain seperti semut. Semut tidak rakus menghabiskan seluruh makanan yang ditemuinya. Dia akan membawa dan menyimpan makanan secara bergotong-royong ke “gudang persediaan”, untuk dikonsumsi selama musim hujan.

Kelangkaan pangan juga bukan semata karena kemarau panjang. Tapi juga bisa karena bencana alam, peperangan dll. Semua perlu diantisipasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar