Minggu, 28 Februari 2016

Menyimpan 'Silet' dalam Mulut

Jangan merasa aman dan yakin di dunia apalagi di akhirat karena merasa sudah rajin sholat, mengaji dan berpuasa jikalau tak mampu menjaga lisan.  Maksudnya?

Abu Huroiroh r.a pernah menyampaikan, ada yang menanyakan kepada Rosululloh SAW begini, “Wahai Rosululloh, sesungguhnya si Fulanah suka sholat malam, shoum di siang hari, mengerjakan (berbagai kebaikan) dan bersedekah, hanya saja ia suka mengganggu para tetangganya dengan lisannya?”

Dijawab oleh beliau, “Tiada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka”. Nah Mereka pun bertanya lagi, “Sesungguhnya si Fulanah (yang lain) mengerjakan (hanya) sholat wajib dan bersedekah dengan sepotong keju, namun tidak pernah mengganggu seorangpun?” Bersabda Rosululloh, “Dia termasuk penghuni surga”. [HR al-Bukhri)

Berarti soal menjaga lisan ini bukan perkara kecil bukan? Amat menentukan nasib seorang hamba di dunia, terlebih-lebih di akhirat kelak. Intinya Ibadah vertikal sesorang juga harus dimplementasikan dengan ibadah horizontal dia kepada sesama. Terutama saudara terdekat seperti tetangga dengan menjaga lisannya.

Urusan lisan buat perempuan memang bukan perkara gampang. Banyak yang mengatakan memang dari “sono”nya perempuan dilahirkan sebagai sosok cerewet dan banyak omong. Betulkah?

Sebenarnya tak 100% valid,  tapi setidaknya kalau ada penyebutan “perempuan” secara khusus oleh Alloh SWT dalam kaitannya menjaga lisan, itu tandanya para wanita harus lebih berhati-hati.

Di Surat Al Hujurot ayat 11 disebut jelas, “…dan janganlah perempuan-perempuan (mengolok-ngolok) perempuan lain, kerena boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-ngolok)”.

Nah, peringatan Alloh ini pertanda bahwa siapa saja khususnya perempuan harus benar-benar menjaga lisannya dengan baik. Karena ada istilah mengatakan lidah lebih tajam daripada pedang. Pukulan hanya membekas di badan barang sebentar tapi omongan bisa terpendam di hati hingga terbawa mati. Seram kan?

Tahukah apa saja petaka lisan yang bisa menjauhkan wanita dari surga?

Mencibir atau mengolok-ngolok. Ini masuk petaka besar karena dibalik cibiran biasanya tersembunyi kesombongan. Orang yang mengolok-ngolok seringnya merasa dirinya lebih baik dan sempurna dari orang lain. Padahal barang siapa membawa kesombongan atau ujub maka ia tak akan diperkenankan masuk surga.

Menggunjing atau membicarakan aib orang. Wah ini juga jangan dianggap sepele karena jatuhnya bisa ghibah maupun fitnah. Ghibah jika apa yang disampaikan benar, fitnah jika ternyata salah. Bila tak ingin amal yang sudah kita kumpulkan susah payah di’debet’ orang lain, maka mulai dari sekarang berhentilah menggunjing.

Banyak mengeluh. Konon perempuan gudangnya keluhan terutama mengeluhkan pasangan hidup alias suaminya. Waspadalah. Waspadalah. Jangan sampai tercecer keluhan mengenai pasangan hidup kita di depan teman hatta urusan sepele sekalipun. “Suami saya orangnya ceroboh. Naroh barang suka sembarangan. Sudah gitu malas bangun pagi sekalinya bangun pengennya sudah tersedia kopi!”

Karena mendengar keluhan menantunya mengenai kondisi perekonomian keluarga tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, diriwayatkan Nabi Ibrohim AS akhirnya menyuruh Nabi Ismail menceraikan istrinya.  Bagaimanapun seorang istri harus menjaga kehormatan suaminya.

Keluhan istri juga bisa diartikan ia tidak ikhlas dengan keadaan. Mengeluhkan suami sama saja ia tidak ikhlas mendampingi. Itulah yang kata Rosululloh SAW mengapa banyak wanita jadi penghuni neraka karena sering berkeluh kesah mengenai suaminya baik soal uang maupun tabiatnya.

Dalam hadits riwayat Al Bukhori dikatakan banyaknya wanita dalam neraka karena mereka kufur terhadap suaminya. Kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Meskipun suaminya berbuat baik sebanyak apa pun namun tatkala sedikit saja seorang istri menemukan kekurangannya yang tidak ia sukai para istri ini dengan mudahnya mengucap, “Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.”

Pernahkah terucap demikian? Buru-buru minta maaf segera deh para istri.

Gampang mencela dan ngata-ngatain orang. Perempuan juga paling jago memberi label jelek pada sesama perempuan. “Dasar jablay. Sundel bolong…, perusak rumah tangga orang” dan sederetan cap jelek lainnya. Sss..ingatlah pepatah “Mulutmu harimaumu.”

Nyinyir dan over penilaian. Nah ini dia penyakit lisan lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Bukan karena perfeksionis, tapi dasarnya perempuan memang doyan menilai. “Makanan di situ nggak enak. Asiiin. Ih amit-amit mampir ke situ lagi”. Tapi ludes juga tuh masuk ke perut. Apalagi kalau arisan, “Ah, bu. Bajunya ini sudah bagus. Sayangnya kerudungnya kurang matching...” Adaaaa saja yang dinilai dan kadang tidak prinsipil.

Basa-basi tapi tak mengenakkan. Menanyakan sesuatu boleh-boleh saja asal jangan berlebihan dan kadang kala bikin susah orang untuk menjawab. Basa-basi tapi minus empati. Contohnya begini:
“Kapan menikah? Saya nggak sabar nih pengen jadi panitia.” Padahal tahu dia lagi nunggu jodoh.

“Kapan punya anak? Sudah setahun belum isi juga?”

“Kapan nambah anak lagi? Cuma dua mah masih sepi rumah.”

“Kapan mantu?”

Bla…bla…

Tidak tahukah kadang basa-basi terkesan sepele bisa membekas dalam pikiran seseorang dan membuatnya stress? Berempati sajalah dan doakan saja secara diam-diam tak usah menanyakan berulang-ulang kayak siaran iklan.

Menghasut dan manas-manasi teman.  

“Bu, jangan biarkan anaknya main sama anaknya si A. Dia itu celamitan persis kayak ibunya.”

“Ibu harus segera menurunkan berat badan biar nggak gampang sakit. Tetangga saya kemarin meninggal di usia 45 tahun. Masih muda kan, sakit jantung karena kegemukan.”

Yakin deh sahabat, bukannya mengena malah antipati. Kadang ada orang yang dijauhi karena sikap dan ucapannya tidak memberi kenyamanan bagi yang mendengar.

Betapa lisan yang tak terjaga akan menjatuhkan seseorang ke dalam neraka sudah sering diingatkan oleh Rosululloh SAW di hadits yang lain.

“Tiada lain yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka itu hanyalah karena hal-hal yang diucapkan oleh lidah mereka.” (HR. Ashhabus Sunan dan Ahmad)

Lalu bagaimana cara mencegah lisan dari perkataan yang menyakitkan?

Jawaban tergampang adalah latihan mengendalikan diri. Jangan berdalih ucapan buruk itu karena karakter (sifat) bawaan, atau kesukuan. Tidak, lisan itu merupakan gambaran karakter seseorang. Karenanya saring-saringlah dulu ucapan sebelum kelepasan. Berfikir sebelum bicara, bukan di balik ngomong dulu baru mikir.  

Cara lain adalah mulai berkomitmen untuk tidak berdusta, menggunjing, mencela dan lainnya yang berindikasi menyakiti orang lain. Hal yang juga memungkinkan adalah meninggalkan lingkungan pergaulan yang tidak kondusif.

Banyak di kalangan kita ikutan ghibah karena teman-teman sekeliling kita biasa demikian. Tinggalkan pergaulan yang buruk dan bergantilah mencari kawan-kawan yang mendukung kita dalam kebaikan.

Tentunya dengan cara mensiasatinya karena pada dasarnya kita pun dilarang pilah pilih teman karena kesombongan atau merasa lebih suci. Dan terakhir, isilah waktu dengan kesibukan yang bermanfaat. Insya Alloh dengan banyak beraktivitas positif akan menghindarkan kita dari waktu luang yang kadang sia-sia.

Semoga berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar