Jumat, 23 November 2018

Resensi: Bung Tomo


Baiklah.
Kali ini, saya angkat resensi buku biografi tentang Bung Tomo; tokoh simbol perlawanan Surabaya terhadap Sekutu.

Buku ini merupakan kumpulan karangan dari keluarga Bung Tomo yang sempat diterbitkan oleh Penerbit Balapan –milik keluarga Bung Tomo– sebanyak tujuh karangan, dan satu karangan berjudul “Kini Terserah pada Bung Karno” untuk diterbitkan oleh PT Gramedia. Hingga pada akhirnya, kedelapan karangan tersebut dikumpulkan oleh Gramedia dan diterbitkan dalam satu buku ini.

Kedelapan karangan tersebut dikelompokkan sesuai semangat yang terkandung dalam isinya, yakni:
Bagian pertama: Perjuangan dalam Revolusi Fisik yang memuat 3 (tiga) karangan:
1. 10 Nopember 1945; yang berkisah tentang detik-detik Proklamasi, kisah cerita heroiknya menjadikan bendera triwarna menjadi dwiwarna, hingga drama tewasnya Mallaby.
2. Kenangan Bahagia; berkisah tentang kenaikan pangkat kemiliteran Bung Tomo menjadi Jenderal Mayor di bawah kepemimpinan Jenderal Sudirman, meninggalnya Jenderal Sudirman dan Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, hingga terjadinya agresi Belanda yang pertama.
3. Ke mana Bekas Pejuang Bersenjata? Pada bab ini, begitu ironi nasib mereka-mereka yang pernah berjuang demi negeri.

Bagian kedua: Dalam Pergolakan Demokrasi yang memuat 3 (tiga) karangan:
4. Koordinasi dalam Republik Indonesia; mengisahkan kondisi di lapangan yang timpang. Di mana di garis depan pertahanan kekurangan asupan makanan, tetapi di dapur umum malah makanan terbuang sebab berlimpah.
5. Bung Tomo Menggugat Kabinet Kerja, yang Dipimpin oleh Ir. Dr. Sukarno; kisah ini sangat unik dan baru pertama kali terjadi di Indonesia di mana warga negara menggugat pemerintah dan gugatan tersebut diucapkan di muka sidang pengadilan.
6. Kini Terserah pada Bung Karno. “Apakah generasi yang akan datang harus menghadapi lagi kebiadaban dan keganasan suatu partai yang sudah dua kali mengkhianati negara?”

Bagian ketiga: Pada Awal Orde Baru memuat 2 (dua) karangan:
7. Sesudah “Madiun” dan “Gestapu” Lantas Apa?; ada pesan kuat dalam bab ini, yakni senjata ampuh apa untuk menghadapi PKI.
8. Surat Terbuka kepada Mao Che Ting dan Chiang Kai Shek; ini adalah surat terbuka yang menggemparkan –terutama bagi WNI keturunan Cina, yakni pemulangan 2 juta WNI keturunan Cina ke Tiongkok.

Kelebihan buku ini adalah paparannya yang rinci tentang jengkal demi jengkal peristiwa yang jarang diungkap dalam buku sejarah.

Ada pesan yang menarik pada Bab 7:
“...Karena itulah saya terpaksa mengumpulkan senjata sebanyak mungkin untuk mempertahankan diri; dan senjata yang terbaik untuk menghadapi PKI adalah pengetahuan tentang PKI itu sendiri.”

Saya tak bisa menemukan kekurangan dalam buku ini, sebab ia adalah kumpulan karangan kisah.

Secara umum, buku ini mengisahkan begitu heroik dan massifnya perjuangan rakyat Indonesia –khususnya Surabaya– memerdekakan Indonesia tanpa hitung-hitung siapa manusia terbaik yang berhak memimpin negara. Tetapi hasil perjuangan itu seolah ‘dikhianati’ oleh pemerintah.

Saran saya: buku ini saya recommend untuk dibaca bagi sesiapa yang mengharapkan Indonesia lebih mandiri di masa depan; bukan pada tokohnya, tetapi muatan pesan yang akan menjadi serum bagi virus bangsa.

Judul: Bung Tomo; dari 10 Nopember 1945 ke Orde Baru
Penyunting: Frans M. Parera
Tebal: xx+448 halaman
Dimensi: 14x20,5 cm
Cetakan: tahun 1982
Penerbit: Gramedia 82.121, Jakarta
Resentator: Harmasto Hendro Kusworo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar