Entah sudah berapa
kali saya mengunggah buku ini dalam status saya, tetapi bukan membahas keseluruhan isinya. Kali ini kita coba kupas
tentang penjagaan hati dari penyakit-penyakit yang dapat menggerogoti amal dan
keikhlasan.
Buku ini pertama kali dijumpai sekitar
tahun 1999 (atau 2000) milik Murobbi. Dipinjam tetapi belum tuntas dibaca,
meski sempat dilakukan aksi scanning keseluruhan isi bukunya. Dan peran kertas
memang belum bisa tergantikan.
Ada 14 penyakit yang dibahas dalam buku
ini, mulai dari makna, sebab, (tanda), akibat,
dan terapinya. Sengaja saya tuangkan semua poin-poin dalam buku ini dalam resensi saya
kali ini agar memudahkan teman-teman memahami esensinya.
1. Futur
» Makna: menjadi malas setelah sebelumnya
rajin.
» Sebab: Berlebih-lebihan dan terlalu
bersemangat dalam beragama | Berlebihan
dalam hal yang mubah | Suka
menyendiri dan meninggalkan jama’ah | Sedikit
mengingat mati dan kampung akhirat | Bersikap
sembrono dalam amal keseharian | Perutnya
kemasukan barang haram atau syubhat | Membatasi
kegiatan hanya pada satu bagian agama | Melupakan
sunnah terhadap alam dan kehidupan | Tidak
memperhatikan hak-hak badan karena banyaknya kewajiban yang harus digarap | Tidak adanya persiapan untuk
menghadapi rintangan | Berteman
dengan orang yang lemah kemauannya dan rendah cita-citanya | Serabutan dalam melaksanakan
sesuatu | Jatuh
dalam lembah maksiat dan menganggap ringan dosa-dosa kecil.
» Akibat: Tidak bersungguh-sungguh atau
sembrono dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh.
» Mengobati: Jauhi maksiat | Rajin lakukan amalan siang dan
malam |
Cermati
waktu-waktu utama dan istiqomah | Membebaskan
diri dari berlebihan dalam beragama | Melebur
dalam jama’ah atau komunitas | Selalu
ingat hukum Alloh | Beramal secara
cermat dan sistematis | Bersahabat
dengan hamba Alloh yang sholih | Memberikan
hak tubuh | Menghibur
diri dengan hal mubah | Rajin
mengkaji kitab siroh, kisah, dan biografi tokoh | Mengingat mati | Mengingat surga dan neraka | Menghadiri majelis ilmu | Ambil seluruh ajaran agama,
tidak parsial | Selalu
muhasabah.
2. Isrof
» Makna: melampaui batas.
» Sebab: Lingkungan keluarga | Memperoleh kelapangan setelah
kesempitan | Berkawan
dengan orang-orang isrof | Lupa
mencari bekal perjalanan (akhirat) | Istri
dan anak | Lupa pada
tabiat dunia | Memandang
rendah terhadap nafsu | Lupa
terhadap dahsyatnya kiamat | Lupa
terhadap realita kehidupan | Tidak
menghiraukan akibatnya.
» Dampak: Penyakit tubuh | Hati yang keras | Lambannya berpikir | Besarnya dorongan bermaksiat | Mudah tertekan ketika
menghadapi ujian | Tidak
menghiraukan orang lain | Banyak
permasalahan di hadapan Alloh | Terjatuh
dalam permasalahan yang haram | Menjadi
saudara setan | Terhalang
untuk peroleh cinta Alloh.
» Terapi: Renungkan akibat dan bahaya isrof | Kendalikan nafsu | Memperhatikan amalan sunnah | Bercermin dari pola hidup
orang-orang salaf | Tidak
bersahabat dengan orang isrof | Miliki
keinginan kuat untuk membina kepribadian | Memikirkan
realita lingkungan agar tumbuh kepedulian | Selalu mengingat kematian | Pahami bahwa tabiat kehidupan
adalah penuh ujian.
3. Isti’jal
» Makna: ingin mengubah sesuatu dalam
sekejab, terburu-buru, dengan mengabaikan banyak faktor.
» Sebab: Dorongan nafsu | Semangat yang menggebu-gebu | Tabiat waktu | Karena musuh-musuh Islam | Tidak mengetahui taktik musuh
Islam |
Banyak
kemungkaran tetapi tak tahu metode mengubahnya | Tidak mampu menanggung beban dan derita | Mengandalkan sarana tapi abai
dalam akibat | Tak adanya
program yang matang | Bekerja
dengan tidak bercermin pada yang sudah berpengalaman | Melupakan sunnatulloh terhadap
alam semesta | Melupakan
tujuan yang hendak dicapai | Melupakan
sunnatulloh terhadap para pelanggar | Terbiasa
bergaul dengan orang yang suka buru-buru.
» Akibat: Menyebabkan futur | Menyebabkan kematiannya tak
terhormat | Menjadikan
pekerjaan tersia-sia.
» Terapi: Memperhatikan akibat dari isti’jal | Selalu memperhatikan kitab
Alloh |
Rajin menelaah
sunnah dan siroh | Mengkaji
kitab-kitab siroh | Bertindak
di bawah bimbingan yang sudah berpengalaman | Bertindak sesuai manhaj | Memahami program musuh | Tidak takut dikuasai musuh | Berjuang mengendalikan hawa
nafsu |
Selalu ingat
tujuan dalam hidup | Menyadari
posisi politik.
4. ‘Uzlah
» Makna: lebih mengutamakan hidup sendirian
daripada hidup berjama’ah.
» Sebab: Mengambil sebagian dalil syar’i pada
hidup bersendirian | Asal
mencontoh ‘uzlah sebagian ulama dengan mengabaikan kehidupan mereka dalam
jama’ah | Menganggap
hidup berjama’ah akan mengganggu privasinya | Lupa dengan tugas-tugas insan sosial | Beralasan bahwa bergaul dengan
banyak orang akan mengganggu ibadahnya | Beralasan
bahwa terjadi kerusakan dan keburukan dalam komunitas | Karena beratnya ujian | Bergaul dengan orang-orang
yang suka menyendiri | Banyaknya
organisasi agama | Lupa
terhadap akibat dari ‘uzlah.
» Bahaya: Tidak mengetahui keadaan dirinya yang
sebenarnya | Menghalangi
orang lain yang dapat membetulkan kesalahannya | Menyia-nyiakan sebagian potensi sosialnya | Kurang pengalaman dalam
menghadapi kesulitan | Menimbulkan
rasa pesimis | Mempersempit
peluang beramal | Kehilangan
kemampuan untuk menegakkan agama pada dirinya | Mencampakkan dirinya pada kebencian Alloh
(perintah berjama’ah).
» Akibat: Dilecehkan, Terhalang dari pertolongan Ilahi.
» Terapi: Memiliki pemahaman yang sempurna tentang
dalil syar’i | Memahami
latar belakang ‘uzlahnya pada salaf | Memahami
manhaj Islam | Memahami
pengertian ibadah dengan benar | Menundukkan
dan mengendalikan nafsu dengan ketat | Memahami
tugas seorang Muslim ketika fitnah melanda | Memohon
perlindungan dan pertolongan Alloh | Tidak
bersahabat dengan orang yang memilih ‘uzlah | Memiliki pemahaman tentang organisasi-organisasi
keagamaan | Mengikuti
manhaj yang ditempuh Rosululloh saw | Mengerti
dan mengetahui sifat kegotong-royongan kaum kafir | Merenungkan kehidupan makhluk yang ada di
sekitar kita | Memperhatikan
dampak negatif ‘uzlah.
5. I’jab bin-Nafsi
» Makna: kagum atau membanggakan diri
dari segala sesuatu yang timbul darinya dengan tidak berbuat melampaui batas
terhadap orang lain.
» Sebab: Faktor nasab (keturunan) | Disanjung dan dipuji di
hadapannya dengan mengabaikan adab-adab syar’i | Bersahabat dengan orang-orang ‘ujub | Terpesona dengan nikmat dan
melupakan yang memberi nikmat | Tampil
beramal sebelum matang kepribadian dan sempurna pendidikannya | Lupa atau bodoh terhadap
hakikat dirinya | Karena
nasab orang terhormat | Penghormatan
yang berlebihan | Kepatuhan
dan ketaatan yang berlebihan | Lupa
akibat buruk yang ditimbulkan oleh i’jab bin-nafsi.
» Akibat: Menjadikannya
terpedaya | Terhalang
dari taufik Alloh | Hancur berantakan
ketika menghadapi ujian | Ditinggalkan
dan dibenci orang lain | Mudah
rusak, rapuh, tidak produktif | Terhentinya
‘amal Islami, atau setidaknya tidak mendapat simpati.
» Tanda-tanda: Menganggap dirinya suci | Sukar menerima nasihat | Merasa senang mendengar aib
orang lain, terlebih aib saingannya.
» Terapi: Senantiasa mengingat hakikat diri manusia | Senantiasa mengingat hakikat
dunia dan akhirat | Mengingat
nikmat-nikmat Alloh | Memikirkan
kematian | Rajin
menghadiri majelis ilmu | Memperhatikan
dan merenungkan keadaan orang-orang sakit | Nasihat
orangtua tentang menjauhi sifat i’jab bin-nafsi | Memutuskan hubungan dengan orang-orang
berpenyakit i’jab bin-nafsi | Memperhatikan
adab-adab menyanjung | Menjauhi
peluang promosi | Merenungkan
jalan hidup para salafush sholih | Berlaku
tawadhu’ (rendah hati) dengan melayani | Introspeksi
diri | Memahami akibat dari i’jab
bin-nafsi | Memohon
pertolongan Alloh | Menekankan
tanggung jawab pribadi dengan mengabaikan nasab.
6. Ghurur
» Makna: rasa ‘ujub dengan meremehkan
segala yang timbul dari orang lain, tetapi tidak sampai merendahkan orang lain.
» Sebab: Tidak melakukan muhasabah (introspeksi
diri) |
Tidak adanya
bimbingan dari orang lain | Berlebihan
dalam beragama | Berlebih-lebihan
dalam mendalami suatu ilmu | Terpaku
pada ketaatan dan melupakan kemaksiatan dan keburukannya | Cenderung kepada dunia | Karena melihat salah satu sisi
kehidupan yang kurang baik dari seorang tokoh | Karena sebagian aktivis berlebih-lebihan
menyembunyikan amalannya | Diskriminatif
terhadap pengikutnya.
» Akibat: Suka berdebat | Takabbur | Memaksakan pendapatnya dan
berlaku sewenang-wenang | Rentan
dirusak musuh Alloh | Menjadikan
orang awam enggan mendekat.
» Tanda: Selalu merendahkan dan menyepelekan amal
orang lain | Suka
membicarakan amal yang dilakukannya dengan sanjungan dan pujian | Enggan patuh pada kebenaran.
» Terapi: Memperhatikan dampak buruk yang
ditimbulkan dari ghurur | Selalu
mengingat pentingnya sikap moderat | Amalan
semata-mata tidak menyelamatkan | Senantiasa
mengkaji kitab Alloh | Bercermin
dengan tata kehidupan orang-orang salaf | Memusatkan
pada masalah-masalah penting | Menjauhi
pergaulan dengan orang-orang ghurur | Selalu
koreksi diri sendiri | Mengundurkan
diri dari posisi terdepan | Orang
sekelilingnya harus mengikuti adab syar’iyah dalam memuji | Orang sekitar hendaknya menampakkan
sebagian amal baiknya | Orang
yang menjadi panutan hendaklah memperlakukan pengikutnya secara sama rata | Selalulah memohon pertolongan
Alloh.
7. Takabbur
» Makna: kagum dengan dirinya,
merendahkan orang lain sekaligus menolak kebenaran.
» Sebab: Sikap tawadhu’ orang lain yang berlebihan | Rusaknya penilaian dan tolok
ukur kemuliaan manusia | Membandingkan nikmat yang
diperoleh orang lain | Mengira
seluruh nikmat adalah kekal | Mengungguli
prestasi orang lain | Melupakan
akibat buruk takabbur.
» Tanda: Berjalan dengan congkak | Membuat kerusakan, tak mau
terima nasihat, memandang rendah nilai kebenaran | Cara berbicara dibuat sedemikian rupa | Menampakkan dari sisi pakaian | Senang orang lain mendatangi, tapi
ia enggan untuk mendatangi | Ingin
selalu terlihat.
» Akibat: Terhalang untuk mengambil pelajaran dari
tiap kejadian | Keguncangan
jiwa | Selalu dalam keadaan aib dan
kekurangan | Terhalang
untuk masuk surga.
» Terapi: Mengingat akibat buruk dan bahayanya
sifat takabbur | Tidak
berteman dengan orang-orang yang takabbur | Menengok
orang sakit dan juga yang meninggal | Seringlah
berkumpul dengan fakir-miskin | Seringlah
memikirkan diri di tengah alam semesta | Memperhatikan
riwayat orang-orang yang takabbur | Menghadiri
majelis taklim | Melatih
diri melakukan pekerjaan yang dilakukan orang lain | Meminta maaf kepada orang yang
disombongi | Menampakkan
nikmat yang diberikan Alloh | Rajin
melakukan ketaatan | Introspeksi
atas diri sendiri | Senantiasa
meminta pertolongan Alloh.
8. Riya’ dan Sum’ah
» Makna: Riya’ adalah memamerkan amal
sholih yang diperbuat dengan pamrih mencari kedudukan di depan umum. Jika amal
sholih yang dipamerkan tersebut dimaksudkan agar orang lain mendengar, ia
disebut Sum’ah.
» Sebab: Kultur yang dibangun di dalam keluarga | Kawan yang buruk perangainya | Tak mengenal Alloh | Menuruti/permisif terhadap
ambisi orang lain | Menginginkan
milik orang lain | Nafsu
ingin dipuji | Bertindak
sok (over acting) | Mencari
popularitas di masyarakat | Khawatir
dibicarakan orang lain.
» Tanda: Bila disanjung, semangat beramal. Tetapi
tak profesional ketika tak disanjung | Giat beramal jika di tengah khalayak, tetapi malas ketika sendirian | Berpura-pura sholih ketika di
depan orang, tetapi melanggar larangan ketika sendirian.
» Akibat: Penderitanya tak mendapatkan taufik dan
hidayah | Gangguan
psikologis | Tidak
berwibawa | Tidak
dipedulikan orang lain | Tidak
tekun dan mapan dalam beramal | Terungkap
kejelekannya di dunia | Terjerumus
dalam tipu daya ‘ujub | Amal yang bathil | Siksa yang besar di akhirat.
» Terapi: Harus mengingat akibat-akibat yang dapat
ditimbulkan dari sifat riya’ | Menjauhkan
diri dari berteman dengan orang-orang yang riya’ | Mengenal Alloh dengan sebenar-benarnya | Melawan hawa nafsu | Bersikap welas asih agar
bawahan tidak berbuat riya’ | Tetap
beradab dalam pergaulan | Menyimak
akhir kisah orang-orang yang suka riya’ | Senantiasa
mendengar nasihat dari ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang ikhlas beramal | Mengoreksi diri sendiri
sebelum mengoreksi orang lain | Bersandar
sepenuhnya pada Alloh dan memohon pertolongan-Nya | Ingat, bahwa segala sesuatu dalam
pengaturan Alloh.
9. Ittiba’ul Hawa
» Makna: mengikuti hawa nafsu.
» Sebab: Sejak kecil tidak terbiasa mengatur hawa
nafsu |
Suka bergaul
dengan orang yang mengumbar hawa nafsu | Lingkungan
yang masih membiarkan terjadinya memperturutkan hawa nafsu | Cinta dunia dan lupa akhirat | Buta terhadap akibat
memperturutkan hawa nafsu.
» Akibat: Hilangnya sifat taat dalam dirinya | Menimbulkan penyakit hati:
angkuh dan mati hati | Hina
dengan dosa-dosa | Menolak
nasihat | Melakukan
bid’ah dalam agama | Sesat dan
tiada hidayah | Masuk
jahannam | Lemah
dalam kaderisasi potensial | Memecah
belah |
Tak mendapat
pertolongan Alloh.
» Terapi: Diingatkan akan akibat buruk dari
mengikuti hawa nafsu | Harus
berjuang menolak perbudakan syahwat | Mengenal
Alloh dengan sebaik-baik pengenalan | Adanya
kepedulian lingkungan akan anggota yang dikuasai hawa nafsu | Halangi budak nafsu agar ia
terselamatkan | Menampilkan
kisah teladan | Waspada
terhadap kecenderungan dunia | Memohon
pertolongan Alloh | Berjuang
sungguh-sungguh untuk membebaskan diri dari perbudakan nafsu.
10. At-Tatholi’u ilaash-Shodaaroh
wath-Tholabur-Riyaadah
» Makna: keinginan hati (ambisi) untuk menjadi pemimpin secara
terang-terangan dan berlomba untuk mendapatkannya.
» Sebab: Keinginan bebas dari kekuasaan orang lain | Keinginan mendapatkan
kenikmatan dunia | Lalai dengan
konsekuensi menjadi pimpinan | Lupa
terhadap akibat negatif dari shodaroh dan riyadah | Ambisi berkuasa dan meremehkan orang
lain.
» Akibat: Tidak memperoleh taufik dan pertolongan
Alloh |
Mudah terkena
fitnah dan amarah Alloh | Melipatgandakan
dosa dan masalah yang berat | Diskriminasi,
pembunuhan, penyingkiran, dan pengusiran.
» Terapi: Selalu mengikuti dan memperhatikan sunnah
Nabi saw | Senantiasa
mengingat hal-hal/risiko yang
menyertainya | Membiasakan
taat dan mendidik jiwa sesini mungkin | Kasih
sayang dalam muamalah | Diingatkan
dengan perilaku kaum salaf dan pendirian mereka tentang kepemimpinan | Mengingatkan perbandingan
antara kekuasaan di dunia dan di akhirat.
11. Dhoyyiqul Afaq aw Qoshirun Nadzar
» Makna: sempitnya wawasan dan pendeknya
pandangan.
» Sebab: Lingkungan pembentuk | Berteman dengan orang
berwawasan sempit dan berpandangan pendek | Menjauhkan
diri (‘uzlah) | Kurang
paham dengan tujuan penciptaan manusia | Tidak
paham dengan hakikat dan
kandungan Islam | Tidak
mendalami musuh dan tidak mengetahui strategi mereka | ‘Ujub, ghurur, dan takabbur | Lalai akan dampak negatif dari
sempitnya wawasan dan pendeknya pandangan | Tidak
mengetahui informasi dan peristiwa kekinian | Lemah hubungan dengan Alloh.
» Tanda: Terlalu kaku dalam manhaj dakwah atau
harokah | Membatasi
masalah-masalah yang bersifat sampingan | Menengahi
tapi tak mengetahui duduk masalahnya | Memetik
buah sebelum waktunya.
» Akibat: Hancurnya semangat dan borosnya energi | Timbulnya frustasi dan
keputusasaan | Tidak
mendapat dukungan | Tidak
mendapat taufik dari Alloh | Penghinaan
dan pelecehan | Bentrok | Pukulan.
» Terapi: Membiasakan memikul tanggung jawab dari
sejak dini | Menjauhkan
diri dari bergaul dengan yang berwawasan sempit | Memahami hakikat diciptakannya manusia | Tahu dan paham apa yang
dikandung Islam | Teliti
dengan detail tentang ciri-ciri musuh Islam | Pelajari siroh Rosululloh saw | Berhubungan baik dengan Alloh | Selalu pelajari dan ambil
hikmah dari sejarah hidup orang terdahulu | Memantau
secara seksama akibat-akibat negatif yang disebabkan oleh wawasan sempit.
12. Dho’fu aw Talasyi al-Iltizam
» Makna: lemah dan sirnanya tekad.
» Sebab: Tak memahami pengertian dan pentingnya
iltizam | Setengah-setengah
dalam iltizam atau tidak sama sekali | Lemah
iman | Tergantung dengan kebutuhan
dunia |
Ujian dan
kesulitan | Terlalu banyak
beban dan sukarnya jalan | Kedua
orangtua | Terlalu memperturutkan
rasa was-was | Karena
tidak diikuti orang lain | Lalai
terhadap akibat lemahnya iltizam.
» Akibat: Terhalang dari ibadah yang benar | Hilangnya kepercayaan dari
orang lain | Ragu dan
goncang jiwa | Tidak
mendapat ganjaran dan pahala.
» Terapi: Mengetahui secara mendalam tanda-tanda
iltizam | Memperkokoh
kehalusan iltizam | Senantiasa
memperbarui iman | Memahami
secara mendalam hakikat dunia dan akhirat | Memahami
tabiat jalan dakwah | Memikul
tanggung jawab sesuai kemampuan | Waspada
dari tipu daya setan | Meneladani
tokoh-tokoh yang teguh dalam iltizam | Perhatian
serius terhadap jama’ah | Memohon
pertolongan Alloh | Sering
mengoreksi diri | Berbakti
kepada orangtua | Selalu ingat
motivasi dari faedah iltizam | Syukuri
segala nikmat Alloh | Selalu
berpegang pada hadits dan sunnah.
13. Tiadanya Tatsabbut dan Tabayyun
» Makna: mudah/menyepelekan bukti atau
dalil penguat dan mengesampingkan kebenaran sebuah berita.
» Sebab: Hasil didikan keluarga | Berteman dengan orang yang
tidak memiliki akhlak Islami | Sembrono | Tertipu oleh kefasihan kata | Jahil akan metode tatsabbut
dan tabayyun | Kaku dan
cenderung ekstrem | Lalai akan
akibat penting dari tiadanya tatsabbut dan tabayyun.
» Tanda: Banyak terjadi permusuhan | Berfokus pada bentuk dan
penampilan, lalai dengan pengetahuan dan inti | Tak mau menerima alasan dari orang lain | Ambisi mendominasi dengan
pendapatnya sendiri | Renggangnya
shof/barisan | Lesu dalam
beraktivitas | Meluasnya
celah bagi para infiltran | Kerugian
bagi kader dan pendukung | Nyaris
semua bermula dari asumsi | Tidak
memperoleh pertolongan dari Alloh.
» Akibat: Menuduh orang-orang baik atau bersih
dengan dusta | Timbulnya
pertumpahan darah dan perampasan harta | Timbul
kecemasan dan penyesalan | Hilangnya
kepercayaan | Menghadapi
murka Alloh.
» Terapi: Perkuat rasa takwa pada Alloh | Memperingatkan pertanggungjawaban
di hadapan Alloh | Hidup dalam
naungan Al Qur’an dan Sunnah | Senantiasa
belajar dari keteladanan para salaf | Mengambil
pelajaran dari peristiwa nyata | Diperingatkan
tentang kaidah dan cara tatsabbut dan tabayyun | Mengevaluasi dampak negatif bagi yang
meninggalkan tatsabbut dan tabayyun | Bijaksana
dalam bermuamalah | Membiasakan
untuk selalu berprasangka baik.
14. Tafrith
» Makna: malas dan lalai dalam
peribadahan.
» Sebab: Mengotori dengan kemaksiatan | Memperluas hal-hal mubah | Tak mampu merasakan kenikmatan
beribadah | Lalai
terhadap pentingnya beramal | Disiplin
yang rendah | Lupa
terhadap kematian | Mengira
sudah pada taraf sempurna | Terlalu
banyak beban dan kewajiban | Akan...
akan... (Pemberi Harapan Palsu) | Meniru
tokoh yang melakukan tafrith.
» Akibat: Menjadikan jiwa bimbang | Enggan melaksanakan kewajiban | Berani berbuat maksiat | Lemah fisik | Tak memperoleh pertolongan
Alloh |
Hilangnya wibawa | Sirnanya kekuatan berjama’ah.
» Terapi: Kembali berpegang teguh pada Kitabulloh
dan Sunnah Rosul | Membebaskan
diri dari kemaksiatan dan dosa | Memperbanyak
amalan mubah | Mencanangkan
disiplin sehari-hari dalam bertindak | Mensyukuri
nikmat
| Memohon
pertolongan Alloh | Melawan
hawa nafsu | Menimbang
sisi negatif sikap lalai | Membuat
suatu kelompok | Menyadari
bahwa dirinya adalah lahan bercocok tanam pahala | Menyadari bahwa dirinya layak
jadi teladan | Berteladan
pada Nabi | Mempelajari
amalan salafush sholih | Muhasabah
terhadap dosa masa lampau | Mengingat
datangnya mau selalu tiba-tiba.
Penulis: Dr. Sayyid Muhammad Nuh
Penerjemah: Drs. As’ad Yasin, ust. Salim
Bazemool
Tebal:
396 hal.
Dimensi: 12,5x18 cm
Cetakan: III, Agustus 1994
Penerbit: Pustaka Mantiq, Solo
Resentator: Harmasto Hendro Kusworo
makasihi om, sangat membantu kami dalam memahami buku. semoga kita tetap bersemangat dalam kebaikan dan dakwah..
BalasHapus