Jumat, 23 November 2018

Resensi: Terapi Mental Aktivis Harokah


Entah sudah berapa kali saya mengunggah buku ini dalam status saya, tetapi bukan membahas keseluruhan isinya. Kali ini kita coba kupas tentang penjagaan hati dari penyakit-penyakit yang dapat menggerogoti amal dan keikhlasan.

Buku ini pertama kali dijumpai sekitar tahun 1999 (atau 2000) milik Murobbi. Dipinjam tetapi belum tuntas dibaca, meski sempat dilakukan aksi scanning keseluruhan isi bukunya. Dan peran kertas memang belum bisa tergantikan.

Ada 14 penyakit yang dibahas dalam buku ini, mulai dari makna, sebab, (tanda), akibat, dan terapinya. Sengaja saya tuangkan semua poin-poin dalam buku ini dalam resensi saya kali ini agar memudahkan teman-teman memahami esensinya.

1. Futur
» Makna: menjadi malas setelah sebelumnya rajin.

» Sebab: Berlebih-lebihan dan terlalu bersemangat dalam beragama | Berlebihan dalam hal yang mubah | Suka menyendiri dan meninggalkan jama’ah | Sedikit mengingat mati dan kampung akhirat | Bersikap sembrono dalam amal keseharian | Perutnya kemasukan barang haram atau syubhat | Membatasi kegiatan hanya pada satu bagian agama | Melupakan sunnah terhadap alam dan kehidupan | Tidak memperhatikan hak-hak badan karena banyaknya kewajiban yang harus digarap | Tidak adanya persiapan untuk menghadapi rintangan | Berteman dengan orang yang lemah kemauannya dan rendah cita-citanya | Serabutan dalam melaksanakan sesuatu | Jatuh dalam lembah maksiat dan menganggap ringan dosa-dosa kecil.

» Akibat: Tidak bersungguh-sungguh atau sembrono dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh.

» Mengobati: Jauhi maksiat | Rajin lakukan amalan siang dan malam | Cermati waktu-waktu utama dan istiqomah | Membebaskan diri dari berlebihan dalam beragama | Melebur dalam jama’ah atau komunitas | Selalu ingat hukum Alloh | Beramal secara cermat dan sistematis | Bersahabat dengan hamba Alloh yang sholih | Memberikan hak tubuh | Menghibur diri dengan hal mubah | Rajin mengkaji kitab siroh, kisah, dan biografi tokoh | Mengingat mati | Mengingat surga dan neraka | Menghadiri majelis ilmu | Ambil seluruh ajaran agama, tidak parsial | Selalu muhasabah.

2. Isrof
» Makna: melampaui batas.

» Sebab: Lingkungan keluarga | Memperoleh kelapangan setelah kesempitan | Berkawan dengan orang-orang isrof | Lupa mencari bekal perjalanan (akhirat) | Istri dan anak | Lupa pada tabiat dunia | Memandang rendah terhadap nafsu | Lupa terhadap dahsyatnya kiamat | Lupa terhadap realita kehidupan | Tidak menghiraukan akibatnya.

» Dampak: Penyakit tubuh | Hati yang keras | Lambannya berpikir | Besarnya dorongan bermaksiat | Mudah tertekan ketika menghadapi ujian | Tidak menghiraukan orang lain | Banyak permasalahan di hadapan Alloh | Terjatuh dalam permasalahan yang haram | Menjadi saudara setan | Terhalang untuk peroleh cinta Alloh.

» Terapi: Renungkan akibat dan bahaya isrof | Kendalikan nafsu | Memperhatikan amalan sunnah | Bercermin dari pola hidup orang-orang salaf | Tidak bersahabat dengan orang isrof | Miliki keinginan kuat untuk membina kepribadian | Memikirkan realita lingkungan agar tumbuh kepedulian | Selalu mengingat kematian | Pahami bahwa tabiat kehidupan adalah penuh ujian.

3. Isti’jal
» Makna: ingin mengubah sesuatu dalam sekejab, terburu-buru, dengan mengabaikan banyak faktor.

» Sebab: Dorongan nafsu | Semangat yang menggebu-gebu | Tabiat waktu | Karena musuh-musuh Islam | Tidak mengetahui taktik musuh Islam | Banyak kemungkaran tetapi tak tahu metode mengubahnya | Tidak mampu menanggung beban dan derita | Mengandalkan sarana tapi abai dalam akibat | Tak adanya program yang matang | Bekerja dengan tidak bercermin pada yang sudah berpengalaman | Melupakan sunnatulloh terhadap alam semesta | Melupakan tujuan yang hendak dicapai | Melupakan sunnatulloh terhadap para pelanggar | Terbiasa bergaul dengan orang yang suka buru-buru.

» Akibat: Menyebabkan futur | Menyebabkan kematiannya tak terhormat | Menjadikan pekerjaan tersia-sia.

» Terapi: Memperhatikan akibat dari isti’jal | Selalu memperhatikan kitab Alloh | Rajin menelaah sunnah dan siroh | Mengkaji kitab-kitab siroh | Bertindak di bawah bimbingan yang sudah berpengalaman | Bertindak sesuai manhaj | Memahami program musuh | Tidak takut dikuasai musuh | Berjuang mengendalikan hawa nafsu | Selalu ingat tujuan dalam hidup | Menyadari posisi politik.

4. Uzlah
» Makna: lebih mengutamakan hidup sendirian daripada hidup berjama’ah.

» Sebab: Mengambil sebagian dalil syar’i pada hidup bersendirian | Asal mencontoh ‘uzlah sebagian ulama dengan mengabaikan kehidupan mereka dalam jama’ah | Menganggap hidup berjama’ah akan mengganggu privasinya | Lupa dengan tugas-tugas insan sosial | Beralasan bahwa bergaul dengan banyak orang akan mengganggu ibadahnya | Beralasan bahwa terjadi kerusakan dan keburukan dalam komunitas | Karena beratnya ujian | Bergaul dengan orang-orang yang suka menyendiri | Banyaknya organisasi agama | Lupa terhadap akibat dari ‘uzlah.

» Bahaya: Tidak mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya | Menghalangi orang lain yang dapat membetulkan kesalahannya | Menyia-nyiakan sebagian potensi sosialnya | Kurang pengalaman dalam menghadapi kesulitan | Menimbulkan rasa pesimis | Mempersempit peluang beramal | Kehilangan kemampuan untuk menegakkan agama pada dirinya | Mencampakkan dirinya pada kebencian Alloh (perintah berjama’ah).

» Akibat: Dilecehkan, Terhalang dari pertolongan Ilahi.

» Terapi: Memiliki pemahaman yang sempurna tentang dalil syar’i | Memahami latar belakang ‘uzlahnya pada salaf | Memahami manhaj Islam | Memahami pengertian ibadah dengan benar | Menundukkan dan mengendalikan nafsu dengan ketat | Memahami tugas seorang Muslim ketika fitnah melanda | Memohon perlindungan dan pertolongan Alloh | Tidak bersahabat dengan orang yang memilih ‘uzlah | Memiliki pemahaman tentang organisasi-organisasi keagamaan | Mengikuti manhaj yang ditempuh Rosululloh saw | Mengerti dan mengetahui sifat kegotong-royongan kaum kafir | Merenungkan kehidupan makhluk yang ada di sekitar kita | Memperhatikan dampak negatif ‘uzlah.

5. I’jab bin-Nafsi
» Makna: kagum atau membanggakan diri dari segala sesuatu yang timbul darinya dengan tidak berbuat melampaui batas terhadap orang lain.

» Sebab: Faktor nasab (keturunan) | Disanjung dan dipuji di hadapannya dengan mengabaikan adab-adab syar’i | Bersahabat dengan orang-orang ‘ujub | Terpesona dengan nikmat dan melupakan yang memberi nikmat | Tampil beramal sebelum matang kepribadian dan sempurna pendidikannya | Lupa atau bodoh terhadap hakikat dirinya | Karena nasab orang terhormat | Penghormatan yang berlebihan | Kepatuhan dan ketaatan yang berlebihan | Lupa akibat buruk yang ditimbulkan oleh i’jab bin-nafsi.

» Akibat: Menjadikannya terpedaya | Terhalang dari taufik Alloh | Hancur berantakan ketika menghadapi ujian | Ditinggalkan dan dibenci orang lain | Mudah rusak, rapuh, tidak produktif | Terhentinya ‘amal Islami, atau setidaknya tidak mendapat simpati.

» Tanda-tanda: Menganggap dirinya suci | Sukar menerima nasihat | Merasa senang mendengar aib orang lain, terlebih aib saingannya.

» Terapi: Senantiasa mengingat hakikat diri manusia | Senantiasa mengingat hakikat dunia dan akhirat | Mengingat nikmat-nikmat Alloh | Memikirkan kematian | Rajin menghadiri majelis ilmu | Memperhatikan dan merenungkan keadaan orang-orang sakit | Nasihat orangtua tentang menjauhi sifat i’jab bin-nafsi | Memutuskan hubungan dengan orang-orang berpenyakit i’jab bin-nafsi | Memperhatikan adab-adab menyanjung | Menjauhi peluang promosi | Merenungkan jalan hidup para salafush sholih | Berlaku tawadhu’ (rendah hati) dengan melayani | Introspeksi diri | Memahami akibat dari i’jab bin-nafsi | Memohon pertolongan Alloh | Menekankan tanggung jawab pribadi dengan mengabaikan nasab.

6. Ghurur
» Makna: rasa ‘ujub dengan meremehkan segala yang timbul dari orang lain, tetapi tidak sampai merendahkan orang lain.

» Sebab: Tidak melakukan muhasabah (introspeksi diri) | Tidak adanya bimbingan dari orang lain | Berlebihan dalam beragama | Berlebih-lebihan dalam mendalami suatu ilmu | Terpaku pada ketaatan dan melupakan kemaksiatan dan keburukannya | Cenderung kepada dunia | Karena melihat salah satu sisi kehidupan yang kurang baik dari seorang tokoh | Karena sebagian aktivis berlebih-lebihan menyembunyikan amalannya | Diskriminatif terhadap pengikutnya.

» Akibat: Suka berdebat | Takabbur | Memaksakan pendapatnya dan berlaku sewenang-wenang | Rentan dirusak musuh Alloh | Menjadikan orang awam enggan mendekat.

» Tanda: Selalu merendahkan dan menyepelekan amal orang lain | Suka membicarakan amal yang dilakukannya dengan sanjungan dan pujian | Enggan patuh pada kebenaran.

» Terapi: Memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkan dari ghurur | Selalu mengingat pentingnya sikap moderat | Amalan semata-mata tidak menyelamatkan | Senantiasa mengkaji kitab Alloh | Bercermin dengan tata kehidupan orang-orang salaf | Memusatkan pada masalah-masalah penting | Menjauhi pergaulan dengan orang-orang ghurur | Selalu koreksi diri sendiri | Mengundurkan diri dari posisi terdepan | Orang sekelilingnya harus mengikuti adab syar’iyah dalam memuji | Orang sekitar hendaknya menampakkan sebagian amal baiknya | Orang yang menjadi panutan hendaklah memperlakukan pengikutnya secara sama rata | Selalulah memohon pertolongan Alloh.

7. Takabbur
» Makna: kagum dengan dirinya, merendahkan orang lain sekaligus menolak kebenaran.

» Sebab: Sikap tawadhu’ orang lain yang berlebihan | Rusaknya penilaian dan tolok ukur kemuliaan manusia | Membandingkan nikmat yang diperoleh orang lain | Mengira seluruh nikmat adalah kekal | Mengungguli prestasi orang lain | Melupakan akibat buruk takabbur.

» Tanda: Berjalan dengan congkak | Membuat kerusakan, tak mau terima nasihat, memandang rendah nilai kebenaran | Cara berbicara dibuat sedemikian rupa | Menampakkan dari sisi pakaian | Senang orang lain mendatangi, tapi ia enggan untuk mendatangi | Ingin selalu terlihat.

» Akibat: Terhalang untuk mengambil pelajaran dari tiap kejadian | Keguncangan jiwa | Selalu dalam keadaan aib dan kekurangan | Terhalang untuk masuk surga.

» Terapi: Mengingat akibat buruk dan bahayanya sifat takabbur | Tidak berteman dengan orang-orang yang takabbur | Menengok orang sakit dan juga yang meninggal | Seringlah berkumpul dengan fakir-miskin | Seringlah memikirkan diri di tengah alam semesta | Memperhatikan riwayat orang-orang yang takabbur | Menghadiri majelis taklim | Melatih diri melakukan pekerjaan yang dilakukan orang lain | Meminta maaf kepada orang yang disombongi | Menampakkan nikmat yang diberikan Alloh | Rajin melakukan ketaatan | Introspeksi atas diri sendiri | Senantiasa meminta pertolongan Alloh.

8. Riya’ dan Sum’ah
» Makna: Riya’ adalah memamerkan amal sholih yang diperbuat dengan pamrih mencari kedudukan di depan umum. Jika amal sholih yang dipamerkan tersebut dimaksudkan agar orang lain mendengar, ia disebut Sum’ah.

» Sebab: Kultur yang dibangun di dalam keluarga | Kawan yang buruk perangainya | Tak mengenal Alloh | Menuruti/permisif terhadap ambisi orang lain | Menginginkan milik orang lain | Nafsu ingin dipuji | Bertindak sok (over acting) | Mencari popularitas di masyarakat | Khawatir dibicarakan orang lain.

» Tanda: Bila disanjung, semangat beramal. Tetapi tak profesional ketika tak disanjung | Giat beramal jika di tengah khalayak, tetapi malas ketika sendirian | Berpura-pura sholih ketika di depan orang, tetapi melanggar larangan ketika sendirian.

» Akibat: Penderitanya tak mendapatkan taufik dan hidayah | Gangguan psikologis | Tidak berwibawa | Tidak dipedulikan orang lain | Tidak tekun dan mapan dalam beramal | Terungkap kejelekannya di dunia | Terjerumus dalam tipu daya ujub | Amal yang bathil | Siksa yang besar di akhirat.

» Terapi: Harus mengingat akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari sifat riya’ | Menjauhkan diri dari berteman dengan orang-orang yang riya’ | Mengenal Alloh dengan sebenar-benarnya | Melawan hawa nafsu | Bersikap welas asih agar bawahan tidak berbuat riya’ | Tetap beradab dalam pergaulan | Menyimak akhir kisah orang-orang yang suka riya’ | Senantiasa mendengar nasihat dari ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang ikhlas beramal | Mengoreksi diri sendiri sebelum mengoreksi orang lain | Bersandar sepenuhnya pada Alloh dan memohon pertolongan-Nya | Ingat, bahwa segala sesuatu dalam pengaturan Alloh.

9. Ittiba’ul Hawa
» Makna: mengikuti hawa nafsu.

» Sebab: Sejak kecil tidak terbiasa mengatur hawa nafsu | Suka bergaul dengan orang yang mengumbar hawa nafsu | Lingkungan yang masih membiarkan terjadinya memperturutkan hawa nafsu | Cinta dunia dan lupa akhirat | Buta terhadap akibat memperturutkan hawa nafsu.

» Akibat: Hilangnya sifat taat dalam dirinya | Menimbulkan penyakit hati: angkuh dan mati hati | Hina dengan dosa-dosa | Menolak nasihat | Melakukan bid’ah dalam agama | Sesat dan tiada hidayah | Masuk jahannam | Lemah dalam kaderisasi potensial | Memecah belah | Tak mendapat pertolongan Alloh.

» Terapi: Diingatkan akan akibat buruk dari mengikuti hawa nafsu | Harus berjuang menolak perbudakan syahwat | Mengenal Alloh dengan sebaik-baik pengenalan | Adanya kepedulian lingkungan akan anggota yang dikuasai hawa nafsu | Halangi budak nafsu agar ia terselamatkan | Menampilkan kisah teladan | Waspada terhadap kecenderungan dunia | Memohon pertolongan Alloh | Berjuang sungguh-sungguh untuk membebaskan diri dari perbudakan nafsu.

10. At-Tatholi’u ilaash-Shodaaroh wath-Tholabur-Riyaadah
» Makna: keinginan hati (ambisi) untuk menjadi pemimpin secara terang-terangan dan berlomba untuk mendapatkannya.

» Sebab: Keinginan bebas dari kekuasaan orang lain | Keinginan mendapatkan kenikmatan dunia | Lalai dengan konsekuensi menjadi pimpinan | Lupa terhadap akibat negatif dari shodaroh dan riyadah | Ambisi berkuasa dan meremehkan orang lain.

» Akibat: Tidak memperoleh taufik dan pertolongan Alloh | Mudah terkena fitnah dan amarah Alloh | Melipatgandakan dosa dan masalah yang berat | Diskriminasi, pembunuhan, penyingkiran, dan pengusiran.

» Terapi: Selalu mengikuti dan memperhatikan sunnah Nabi saw | Senantiasa mengingat hal-hal/risiko yang menyertainya | Membiasakan taat dan mendidik jiwa sesini mungkin | Kasih sayang dalam muamalah | Diingatkan dengan perilaku kaum salaf dan pendirian mereka tentang kepemimpinan | Mengingatkan perbandingan antara kekuasaan di dunia dan di akhirat.

11. Dhoyyiqul Afaq aw Qoshirun Nadzar
» Makna: sempitnya wawasan dan pendeknya pandangan.

» Sebab: Lingkungan pembentuk | Berteman dengan orang berwawasan sempit dan berpandangan pendek | Menjauhkan diri (‘uzlah) | Kurang paham dengan tujuan penciptaan manusia | Tidak paham dengan hakikat dan kandungan Islam | Tidak mendalami musuh dan tidak mengetahui strategi mereka | ‘Ujub, ghurur, dan takabbur | Lalai akan dampak negatif dari sempitnya wawasan dan pendeknya pandangan | Tidak mengetahui informasi dan peristiwa kekinian | Lemah hubungan dengan Alloh.

» Tanda: Terlalu kaku dalam manhaj dakwah atau harokah | Membatasi masalah-masalah yang bersifat sampingan | Menengahi tapi tak mengetahui duduk masalahnya | Memetik buah sebelum waktunya.

» Akibat: Hancurnya semangat dan borosnya energi | Timbulnya frustasi dan keputusasaan | Tidak mendapat dukungan | Tidak mendapat taufik dari Alloh | Penghinaan dan pelecehan | Bentrok | Pukulan.

» Terapi: Membiasakan memikul tanggung jawab dari sejak dini | Menjauhkan diri dari bergaul dengan yang berwawasan sempit | Memahami hakikat diciptakannya manusia | Tahu dan paham apa yang dikandung Islam | Teliti dengan detail tentang ciri-ciri musuh Islam | Pelajari siroh Rosululloh saw | Berhubungan baik dengan Alloh | Selalu pelajari dan ambil hikmah dari sejarah hidup orang terdahulu | Memantau secara seksama akibat-akibat negatif yang disebabkan oleh wawasan sempit.

12. Dho’fu aw Talasyi al-Iltizam
» Makna: lemah dan sirnanya tekad.

» Sebab: Tak memahami pengertian dan pentingnya iltizam | Setengah-setengah dalam iltizam atau tidak sama sekali | Lemah iman | Tergantung dengan kebutuhan dunia | Ujian dan kesulitan | Terlalu banyak beban dan sukarnya jalan | Kedua orangtua | Terlalu memperturutkan rasa was-was | Karena tidak diikuti orang lain | Lalai terhadap akibat lemahnya iltizam.

» Akibat: Terhalang dari ibadah yang benar | Hilangnya kepercayaan dari orang lain | Ragu dan goncang jiwa | Tidak mendapat ganjaran dan pahala.

» Terapi: Mengetahui secara mendalam tanda-tanda iltizam | Memperkokoh kehalusan iltizam | Senantiasa memperbarui iman | Memahami secara mendalam hakikat dunia dan akhirat | Memahami tabiat jalan dakwah | Memikul tanggung jawab sesuai kemampuan | Waspada dari tipu daya setan | Meneladani tokoh-tokoh yang teguh dalam iltizam | Perhatian serius terhadap jama’ah | Memohon pertolongan Alloh | Sering mengoreksi diri | Berbakti kepada orangtua | Selalu ingat motivasi dari faedah iltizam | Syukuri segala nikmat Alloh | Selalu berpegang pada hadits dan sunnah.

13. Tiadanya Tatsabbut dan Tabayyun
» Makna: mudah/menyepelekan bukti atau dalil penguat dan mengesampingkan kebenaran sebuah berita.

» Sebab: Hasil didikan keluarga | Berteman dengan orang yang tidak memiliki akhlak Islami | Sembrono | Tertipu oleh kefasihan kata | Jahil akan metode tatsabbut dan tabayyun | Kaku dan cenderung ekstrem | Lalai akan akibat penting dari tiadanya tatsabbut dan tabayyun.

» Tanda: Banyak terjadi permusuhan | Berfokus pada bentuk dan penampilan, lalai dengan pengetahuan dan inti | Tak mau menerima alasan dari orang lain | Ambisi mendominasi dengan pendapatnya sendiri | Renggangnya shof/barisan | Lesu dalam beraktivitas | Meluasnya celah bagi para infiltran | Kerugian bagi kader dan pendukung | Nyaris semua bermula dari asumsi | Tidak memperoleh pertolongan dari Alloh.

» Akibat: Menuduh orang-orang baik atau bersih dengan dusta | Timbulnya pertumpahan darah dan perampasan harta | Timbul kecemasan dan penyesalan | Hilangnya kepercayaan | Menghadapi murka Alloh.

» Terapi: Perkuat rasa takwa pada Alloh | Memperingatkan pertanggungjawaban di hadapan Alloh | Hidup dalam naungan Al Qur’an dan Sunnah | Senantiasa belajar dari keteladanan para salaf | Mengambil pelajaran dari peristiwa nyata | Diperingatkan tentang kaidah dan cara tatsabbut dan tabayyun | Mengevaluasi dampak negatif bagi yang meninggalkan tatsabbut dan tabayyun | Bijaksana dalam bermuamalah | Membiasakan untuk selalu berprasangka baik.

14. Tafrith
» Makna: malas dan lalai dalam peribadahan.

» Sebab: Mengotori dengan kemaksiatan | Memperluas hal-hal mubah | Tak mampu merasakan kenikmatan beribadah | Lalai terhadap pentingnya beramal | Disiplin yang rendah | Lupa terhadap kematian | Mengira sudah pada taraf sempurna | Terlalu banyak beban dan kewajiban | Akan... akan... (Pemberi Harapan Palsu) | Meniru tokoh yang melakukan tafrith.

» Akibat: Menjadikan jiwa bimbang | Enggan melaksanakan kewajiban | Berani berbuat maksiat | Lemah fisik | Tak memperoleh pertolongan Alloh | Hilangnya wibawa | Sirnanya kekuatan berjama’ah.

» Terapi: Kembali berpegang teguh pada Kitabulloh dan Sunnah Rosul | Membebaskan diri dari kemaksiatan dan dosa | Memperbanyak amalan mubah | Mencanangkan disiplin sehari-hari dalam bertindak | Mensyukuri nikmat | Memohon pertolongan Alloh | Melawan hawa nafsu | Menimbang sisi negatif sikap lalai | Membuat suatu kelompok | Menyadari bahwa dirinya adalah lahan bercocok tanam pahala | Menyadari bahwa dirinya layak jadi teladan | Berteladan pada Nabi | Mempelajari amalan salafush sholih | Muhasabah terhadap dosa masa lampau | Mengingat datangnya mau selalu tiba-tiba.

Penulis: Dr. Sayyid Muhammad Nuh
Penerjemah: Drs. As’ad Yasin, ust. Salim Bazemool
Tebal: 396 hal.
Dimensi: 12,5x18 cm
Cetakan: III, Agustus 1994
Penerbit: Pustaka Mantiq, Solo
Resentator: Harmasto Hendro Kusworo

1 komentar:

  1. makasihi om, sangat membantu kami dalam memahami buku. semoga kita tetap bersemangat dalam kebaikan dan dakwah..

    BalasHapus