Pada
saat Penaklukan Makkah, Muhammad sudah berusia enam puluh tahun, dianggap sepuh
untuk ukuran masa itu. Melalui sabdanya dan wahyu Al-Qur’an yang terus
diturunkan, ajaran Islam telah diformalkan, membahas segala sesuatu mulai dari
rukun iman, tata cara peribadatan, sampao pedoman bagi pemerintahan Islam. Sebuah
tatanan sosial baru telah dikukuhkan, nilai-nilai kesukuan dan nasionalisme
digantikan oleh persatuan Islam di bawah hukum ilahiyah. Muhammad menyatakan
hal ini dalam khutbah terakhirnya, yang bersabda, “Wahai manusia, ingatlah bahwa kamu adalah keturunan Adam dan Adam
diciptakan dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Alloh
adalah orang yang paling sholih. Orang Arab tidak menjadi lebih utama ketimbang
non-Arab, kecuali karena ketakwaan.”
Pesan agama dan
sosialnya saling terkait dengan pesan politik yang membentuk kerajaan Muslim
bersatu yang membentang di seluruh Semenanjung Arab. Dan untuk pertam akalinya
dalam sejarah, semua orang Arab bersatu. Ia bahkan berhasil membuat suku-suku yang
tinggal di tepi selatan Kekaisaran Byzantium dan Persia memeluk Islam. Prestasi
yang bukannya tidak disadari oleh kedua kerajaan besar tersebut yang akan segera
memandang penyebaran Islam yang cepat dengan sangat serius.
Setelah Penaklukan
Makkah, Muhammad kembali ke kampung halaman keduanya, Madinah. Bagaimana pun,
ia telah berjanji untuk memimpin umat Islam dari oasis itu sejak delapan tahun
sebelumnya ketika klan Auz dan Khozroj mengundangnya. Di sini, ia mulai
melakukan persiapan bagi komunitas Muslim yang akan terus berlanjut lama
setelah kematiannya. Ia terus-menerus membahas tentang kewajiban Mukmin sejati,
kelestarian Al-Qur’an serta Sunnah-Nya. Pada awal tahun 632, Muhammad berangkat
ke Makkah untuk ziarah akhir, haji. Ia
berbicara kepada riabuan pengikutnya, yang sama-sama mengenakan jubah putih
sederhana tanpa memandang status keuangan masing-masing, mengingatkan akan
kesetaraan seluruh manusia. Ia memperingatkan para pengikutnya agar menghindari
penindasan, memperlakukan para wanita dengan penuh hormat dan cinta, dan
meninggalkan persaingan suku lama yang telah menjadi bencana bagi peradaban
Arab selama berabad-abad. Khutbah Terakhir itu meringkas sejarah kenabiannya:
revolusi lengkap dalam segala hal. Di mata para pengikutnya, tatanan baru
terbit di dunia, salah satu yang akan didasarkan pada hukum Tuhan dan terilhami
oleh teladan Muhammad.
Setelah melakukan ibadah
haji, Muhammad kembali ke Madinah, tempat diletakkannya dasar untuk terus
memperluas Islam. Para cendekiawan dikirim ke provinsi jauh seperti Yaman dan
tepi timur Arab untuk mengajarkan dasar-dasar agama kepada umat yang baru
memeluk Islam. Madinah, komunitas yang bersentuhan paling dekat dengan
Rosululloh, akan beroperasi sebagai pusat pengetahuan Islam, berfungsi untuk
mendidik seluruh Muslim dunia, bahkan setelah Nabi wafat. Pasukan militer
melakukan perjalanan ke utara untuk melawan Kekaisaran Byzantium. Etika perang
Islam, yang akan memandu ratusan tahun pasukan Muslim, kembali ditegaskan.
Menurut keyakinan Islam,
peran Muhammad adalah sebagai utusan Tuhan, menyampaikan firman-Nya, Al-Qur’an,
dan bertindak sebagai teladan bagi umat Islam. Setelah duapuluh tiga tahun
bertindak sebagai Rosululloh, misinya berakhir. Al-Qur’an diselesaikan dan
dicatat pada potongan perkamen, kulit, serta tulang, dan juga dihafal dengan
benar oleh banyak sahabat Muhammad. Tradisi pra-Islam yang mampu menghafal
puisi-puisi panjang memberi orang-orang Arab ini kemampuan untuk menjaga serta
menjamin pelestarian kitab suci Islam. Narasi dan tindakan serta ucapan
Muhammad juga dipandang penting, dan disebarkan ke seluruh Arab dari mulut ke
mulut. Menurut tradisi Islam, salah satu ayat terakhir Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Muhammad menyatakan, “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah
[5]: 3)
Muhammad jatuh sakit pada
musim panas tahun 632. Ia mengalami sakit kepala dan demam yang melemahkan, dan
segera saja tak dapat berjalan tanpa bantuan sepupunya, ‘Ali, serta pamannya,
Abbas. Ketiak ia tidak mampu memimpin sholat lima waktu di masjid, ia menunjuk
sahabat terdekat sekaligus pendamping, Abu Bakar, untuk memimpin mereka
menggantikan tempatnya. Ia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah
istrinya, Aisya, putri Abu Bakar. Dari dinding yang membatasi rumah dengan
masjid, Muhammad dapat menyaksikan umat Muslim mengikuti instruksinya untuk
menyembah Tuhan, bahkan dalam ketidakhadirannya. Tak diragukan lagi, itu
merupakan masa-masa yang emosional bagi para pengikutnya, yang telah
mendampinginya melalui hari-hari yang sulit di Makkah, melalui pertempuran
sengit melawan suku Quroisy di mana ia menegaskan kekuasaannya, dan
penaklukannya yang gemilang tanpa menumpahkan darah atas Makkah. Mereka menjadikan
Muhammad sebagai pembimbing sekaligus pemimpin dalam segala aspek kehidupan. Pembahasannya
yang semakin sering tentang kematian, dan fakta bahwa sekarang ia bahkan tak
dapat bangkit untuk memimpin mereka dalam sholat, memberatkan hati kaum Muslim.
Hari-hari terakhir
dihabiskan dengan berbaring di rumah, dengan kepala di pangkuan sang istri,
Aisyah. Anggota keluarga dekat dan teman-temannya menjenguk, berharap melihat
tanda-tanda pemulihan pada diri pemimpin mereka. Tapi salah satu aspek utama
Islam adalah ketauhidan tanpa kompromi. Muhammad mengajarkan bahwa tak ada
Tuhan selain Alloh; menurut kepercayaan Islam, semua makhluk hidup, entah ia
hewan, manusia, atau bahkan malaikat akan mengalami kematian. Sementara itu,
meskipun sudah bersiap-siap untuk menghadapi kematian junjungannya, memgakui
bahwa Islam memang akan terus hidup sepeninggal beliau, para pengikut Muhammad –yang
telah sangat emosional mendampingi pria yang memimpin mereka keluar dari era
jahiliyah pra-Islam dan perang suku ini− tetap tidak bisa membayangkan hidup
tanpa dirinya. Pada tanggal 8 Juni 632, era pertama dari sejarah Islam, yang
mencakup duapuluh tiga tahun kenabian, berakhir saat Nabi Muhammad saw –dengan kepala
di pangkuan Aisyah dan dengan para pengikut yang berkumpul di masjid berharap
untuk mendengar kesembuhannya− mengembuskan napas terakhir.
Oleh:
Firas Alkhateeb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar