Senin, 31 Desember 2018

Kemenangan dan Akhir Hayat


Pada saat Penaklukan Makkah, Muhammad sudah berusia enam puluh tahun, dianggap sepuh untuk ukuran masa itu. Melalui sabdanya dan wahyu Al-Qur’an yang terus diturunkan, ajaran Islam telah diformalkan, membahas segala sesuatu mulai dari rukun iman, tata cara peribadatan, sampao pedoman bagi pemerintahan Islam. Sebuah tatanan sosial baru telah dikukuhkan, nilai-nilai kesukuan dan nasionalisme digantikan oleh persatuan Islam di bawah hukum ilahiyah. Muhammad menyatakan hal ini dalam khutbah terakhirnya, yang bersabda, “Wahai manusia, ingatlah bahwa kamu adalah keturunan Adam dan Adam diciptakan dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Alloh adalah orang yang paling sholih. Orang Arab tidak menjadi lebih utama ketimbang non-Arab, kecuali karena ketakwaan.”

Pesan agama dan sosialnya saling terkait dengan pesan politik yang membentuk kerajaan Muslim bersatu yang membentang di seluruh Semenanjung Arab. Dan untuk pertam akalinya dalam sejarah, semua orang Arab bersatu. Ia bahkan berhasil membuat suku-suku yang tinggal di tepi selatan Kekaisaran Byzantium dan Persia memeluk Islam. Prestasi yang bukannya tidak disadari oleh kedua kerajaan besar tersebut yang akan segera memandang penyebaran Islam yang cepat dengan sangat serius.

Setelah Penaklukan Makkah, Muhammad kembali ke kampung halaman keduanya, Madinah. Bagaimana pun, ia telah berjanji untuk memimpin umat Islam dari oasis itu sejak delapan tahun sebelumnya ketika klan Auz dan Khozroj mengundangnya. Di sini, ia mulai melakukan persiapan bagi komunitas Muslim yang akan terus berlanjut lama setelah kematiannya. Ia terus-menerus membahas tentang kewajiban Mukmin sejati, kelestarian Al-Qur’an serta Sunnah-Nya. Pada awal tahun 632, Muhammad berangkat ke Makkah untuk ziarah akhir, haji. Ia berbicara kepada riabuan pengikutnya, yang sama-sama mengenakan jubah putih sederhana tanpa memandang status keuangan masing-masing, mengingatkan akan kesetaraan seluruh manusia. Ia memperingatkan para pengikutnya agar menghindari penindasan, memperlakukan para wanita dengan penuh hormat dan cinta, dan meninggalkan persaingan suku lama yang telah menjadi bencana bagi peradaban Arab selama berabad-abad. Khutbah Terakhir itu meringkas sejarah kenabiannya: revolusi lengkap dalam segala hal. Di mata para pengikutnya, tatanan baru terbit di dunia, salah satu yang akan didasarkan pada hukum Tuhan dan terilhami oleh teladan Muhammad.

Setelah melakukan ibadah haji, Muhammad kembali ke Madinah, tempat diletakkannya dasar untuk terus memperluas Islam. Para cendekiawan dikirim ke provinsi jauh seperti Yaman dan tepi timur Arab untuk mengajarkan dasar-dasar agama kepada umat yang baru memeluk Islam. Madinah, komunitas yang bersentuhan paling dekat dengan Rosululloh, akan beroperasi sebagai pusat pengetahuan Islam, berfungsi untuk mendidik seluruh Muslim dunia, bahkan setelah Nabi wafat. Pasukan militer melakukan perjalanan ke utara untuk melawan Kekaisaran Byzantium. Etika perang Islam, yang akan memandu ratusan tahun pasukan Muslim, kembali ditegaskan.

Menurut keyakinan Islam, peran Muhammad adalah sebagai utusan Tuhan, menyampaikan firman-Nya, Al-Qur’an, dan bertindak sebagai teladan bagi umat Islam. Setelah duapuluh tiga tahun bertindak sebagai Rosululloh, misinya berakhir. Al-Qur’an diselesaikan dan dicatat pada potongan perkamen, kulit, serta tulang, dan juga dihafal dengan benar oleh banyak sahabat Muhammad. Tradisi pra-Islam yang mampu menghafal puisi-puisi panjang memberi orang-orang Arab ini kemampuan untuk menjaga serta menjamin pelestarian kitab suci Islam. Narasi dan tindakan serta ucapan Muhammad juga dipandang penting, dan disebarkan ke seluruh Arab dari mulut ke mulut. Menurut tradisi Islam, salah satu ayat terakhir Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad menyatakan, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Muhammad jatuh sakit pada musim panas tahun 632. Ia mengalami sakit kepala dan demam yang melemahkan, dan segera saja tak dapat berjalan tanpa bantuan sepupunya, ‘Ali, serta pamannya, Abbas. Ketiak ia tidak mampu memimpin sholat lima waktu di masjid, ia menunjuk sahabat terdekat sekaligus pendamping, Abu Bakar, untuk memimpin mereka menggantikan tempatnya. Ia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah istrinya, Aisya, putri Abu Bakar. Dari dinding yang membatasi rumah dengan masjid, Muhammad dapat menyaksikan umat Muslim mengikuti instruksinya untuk menyembah Tuhan, bahkan dalam ketidakhadirannya. Tak diragukan lagi, itu merupakan masa-masa yang emosional bagi para pengikutnya, yang telah mendampinginya melalui hari-hari yang sulit di Makkah, melalui pertempuran sengit melawan suku Quroisy di mana ia menegaskan kekuasaannya, dan penaklukannya yang gemilang tanpa menumpahkan darah atas Makkah. Mereka menjadikan Muhammad sebagai pembimbing sekaligus pemimpin dalam segala aspek kehidupan. Pembahasannya yang semakin sering tentang kematian, dan fakta bahwa sekarang ia bahkan tak dapat bangkit untuk memimpin mereka dalam sholat, memberatkan hati kaum Muslim.

Hari-hari terakhir dihabiskan dengan berbaring di rumah, dengan kepala di pangkuan sang istri, Aisyah. Anggota keluarga dekat dan teman-temannya menjenguk, berharap melihat tanda-tanda pemulihan pada diri pemimpin mereka. Tapi salah satu aspek utama Islam adalah ketauhidan tanpa kompromi. Muhammad mengajarkan bahwa tak ada Tuhan selain Alloh; menurut kepercayaan Islam, semua makhluk hidup, entah ia hewan, manusia, atau bahkan malaikat akan mengalami kematian. Sementara itu, meskipun sudah bersiap-siap untuk menghadapi kematian junjungannya, memgakui bahwa Islam memang akan terus hidup sepeninggal beliau, para pengikut Muhammad –yang telah sangat emosional mendampingi pria yang memimpin mereka keluar dari era jahiliyah pra-Islam dan perang suku ini− tetap tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirinya. Pada tanggal 8 Juni 632, era pertama dari sejarah Islam, yang mencakup duapuluh tiga tahun kenabian, berakhir saat Nabi Muhammad saw –dengan kepala di pangkuan Aisyah dan dengan para pengikut yang berkumpul di masjid berharap untuk mendengar kesembuhannya− mengembuskan napas terakhir.

Oleh: Firas Alkhateeb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar