Ada tiga jenis thibbun nabawi, yakni menggunakan obat alami, obat ilahiyah, serta menggabungkan kedua unsur tersebut.
Habatussauda, minyak zaitun, madu, dan bekam menjadi
alternatif pengobatan pada era modern kini. Bahkan, kedokteran modern mulai
tertarik meneliti karena kandungannya yang mujarab sebagai obat. Itu hanyalah
beberapa dari sekian banyak thibbun nabawi atau pengobatan nabi yang pernah
diajarkan Rosululloh. “Tidaklah Alloh menurunkan penyakit melainkan beserta
penawarnya,” hadits riwayat Imam Bukhori.
Istilah thibbun nabawi sebenarnya tak dikenal pada masa kerosulan.
Penggunaan istilah tersebut baru familiar pada abad ke-13 oleh Ibnul Qoyyim
dalam kitabnya Zaadul Ma’ad. Dalam bahasa Arab, thibb berasal dari thobba -
yathubbu - thobban yang bermakna kemahiran, memperbaiki, mengobati. Dari akar
kata yang sama, thabbib berarti pelaku yang mengobati atau dokter. Sehingga,
thibb-an-nabawi secara bahasa berarti pengobatan nabi.
Adapun Ibnul Qoyyim memaknai secara istilah thibb bermakna
ilmu untuk mengetahui kondisi tubuh manusia dari aspek kesehatan, baik untuk
memelihara kesehatan maupun mengobatinya. Metode pengobatannya tidak seperti
pengobatan yang dilakukan dokter. Thibbun nabawi bersifat qoth’i dan ilahi yang
bersumber dari wahyu kenabian dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lain
secara umum hanya berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan.
Ibnul Qoyyim pun mengatakan, kemujaraban thibbun nabawi akan
dirasakan manfaatnya jika menerima dan meyakini Alloh akan memberikan
kesembuhan baginya. Sehingga, pengobatan thibbun nabawi hanya cocok bagi jiwa
yang baik sebagaimana pengobatan dengan al-Qur’an yang tak cocok kecuali bagi
jiwa yang baik dan hati yang hidup. “Hal-hal tersebut bukanlah disebabkan
kekurangan pada obat. Namun lebih disebabkan buruknya karakter, rusaknya
tempat, dan tidak adanya penerimaan,” demikian penjelasan Ibnul Qoyyim dalam
thibbun nabawi.
***
Dalam siroh Rosul, banyak sekali Rosululloh memberikan
anjuran obat bagi sahabat yang sakit. Dalam kehidupan sehari-hari Rosululloh
pun mengandung tuntutan hidup sehat yang patut menjadi uswah. Beberapa jenis
obat-obatan yang pernah dianjurkan Rosul di antaranya habatussauda atau jintan
hitam, madu, minyak zaitun, kurma, air zam-zam, bawang putih, ismid, dan kam’ah.
Rosul juga mengajarkan pengobatan seberti bekam (hijamah), khitan, wudhu, dan
gurah. Selain itu, ayat-ayat al-Qur’an juga sering kali digunakan untuk
pengobatan. Dikenal juga pengobatan dengan ruqyah.
Secara garis besar, Ibnul Qoyyim membagi tiga jenis pengobatan nabi, yakni pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alami (natural), pengobatan dengan menggunakan obat-obatan ilahiyah (petunjuk ketuhanan), serta pengobatan dengan menggabungkan kedua unsur tersebut.
Penjelasan lebih terperinci menurut Abu Nafi’ Abdul Ghoffar al-Atsary dalam Mengenal Pengobatan Cara Nabi, pengobatan menggunakan bahan obat alami, yakni seperti madu, minyak zaitun, habbatussauda, kurma, siwak, kam’ah, bawang, dan sebagainya. Syaratnya harus halal dan thoyyib. Kemudian pengobatan dengan cara terapi, misalnya, hijamah, khitan, gurah (sannuq), al-fashdu (pengeluaran darah melalui vena), mencukur rambut, muntah, dan mandi. Dengan mencontoh Rosululloh sesuai dengan sunnah. Adapun pengobatan dengan ritual ibadah, misalnya, wudhu, ruqyah syar’iyyah, doa, zikir, muhasabah, taubat, dan pengobatan jiwa lainnya. Kemudian dengan menyinergikan seluruh hal telah disebutkan di atas. Maksudnya, dibekam ketika sakit, diruqyah untuk menghilangkan sihir, kemudian mandi dengan daun bidara (sidr), serta minum habbatussauda, madu, dan makan kurma ajwa. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari maslahat kesembuhan.
Dalam sejarah, beberapa pengobatan yang dipraktikkan nabi sebenarnya merupakan peninggalan masyarakat tradisional pada masa silam. Ketika Rosululloh diutus, metode pengobatan tersebut berkembang dengan petunjuk dari wahyu Alloh. Maka, dihapuslah beberapa pengobatan jahiliyah yang mengandung kesyirikan. Adapun pengobatan yang tak melanggar syari’at dan dibenarkan wahyu, dipraktikkan oleh Rosululloh.
Secara garis besar, Ibnul Qoyyim membagi tiga jenis pengobatan nabi, yakni pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alami (natural), pengobatan dengan menggunakan obat-obatan ilahiyah (petunjuk ketuhanan), serta pengobatan dengan menggabungkan kedua unsur tersebut.
Penjelasan lebih terperinci menurut Abu Nafi’ Abdul Ghoffar al-Atsary dalam Mengenal Pengobatan Cara Nabi, pengobatan menggunakan bahan obat alami, yakni seperti madu, minyak zaitun, habbatussauda, kurma, siwak, kam’ah, bawang, dan sebagainya. Syaratnya harus halal dan thoyyib. Kemudian pengobatan dengan cara terapi, misalnya, hijamah, khitan, gurah (sannuq), al-fashdu (pengeluaran darah melalui vena), mencukur rambut, muntah, dan mandi. Dengan mencontoh Rosululloh sesuai dengan sunnah. Adapun pengobatan dengan ritual ibadah, misalnya, wudhu, ruqyah syar’iyyah, doa, zikir, muhasabah, taubat, dan pengobatan jiwa lainnya. Kemudian dengan menyinergikan seluruh hal telah disebutkan di atas. Maksudnya, dibekam ketika sakit, diruqyah untuk menghilangkan sihir, kemudian mandi dengan daun bidara (sidr), serta minum habbatussauda, madu, dan makan kurma ajwa. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari maslahat kesembuhan.
Dalam sejarah, beberapa pengobatan yang dipraktikkan nabi sebenarnya merupakan peninggalan masyarakat tradisional pada masa silam. Ketika Rosululloh diutus, metode pengobatan tersebut berkembang dengan petunjuk dari wahyu Alloh. Maka, dihapuslah beberapa pengobatan jahiliyah yang mengandung kesyirikan. Adapun pengobatan yang tak melanggar syari’at dan dibenarkan wahyu, dipraktikkan oleh Rosululloh.
***
Jenis pengobatan yang merupakan warisan masa lalu di
antaranya bekam. Pengobatan ini telah lama dipraktikkan bangsa-bansa dunia.
Sejak 4000 sebelum masehi, bangsa Sumeria di Babilonia (Irak) telah mengenal
bekam untuk mengobati para raja. Pada 3000 sebelum Masehi, bangsa Persia pun
mengembangkan pengobatan bekam. Kemudian pada 2500 sebelum Masehi, bangsa Cina
pun mempraktikkan bekam dengan mengandalkan titik akupuntur. Mesir era Fir’aun
sekitar 1200 sebelum masehi pun telah mengenal bekam sebagai pengobatan.
Bahkan, pada era Nabi Yusuf, umatnya terkenal sangat mahir melakukan bekam.
Bangsa Mesir pun mengembangkan dengan memahami titik-titik
tubuh yang perlu dikeluarkan darahnya. Pembelajaran titik-titik tersebut terus
berkembang di Mesir hingga kemudian diadopsi oleh Yunani dan Romawi. Pada asa Rosululloh,
bekam pun menjadi pengobatan bahkan kebiasaan Rosul dan para sahabat. Pengobatan
ini terus dikembangkan seiring perkembangan dunia Islam. Bahkan, pada masa
Umayyah, bekam menjadi pengobatan yang paling maju.
Thibbun nabawi yang diajarkan Rosululloh disebut-sebut
sebagai pemersatu pengobatan tradisonal dan modern kala itu. Tak heran pada
kemudian hari, thibbun nabawi menjadi titik mula berkembangnya ilmu kedokteran.
Dalam sejarah Islam, lahir kemudian dokter-dokter Muslim seperti Ibnu Sina yang
kemudian menjadi acuan pengobatan modern yang terus berkembang hingga kini di
seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar