Kamis, 15 Oktober 2015

Dzulqornain dan Puncak Peradaban

Dzulqornain adalah kisah tentang peradaban ketika mencapai puncaknya. Siapapun nama sebenarnya, tidaklah penting. Kapan ia hidup, apakah di masa Nabi Ibrohim, atau di masa Al Masih, juga bukan soal. Dzulqornain adalah peradaban gemilang yang diawali pemberian kesempatan dari Alloh lalu ia ditindaklanjuti dengan mengikuti proses dan tahapannya secara benar. "Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun menempuh suatu jalan." (QS. Al-Kahfi [18]: 84-85)

Peradaban Dzulqornain membuka akses ke dunia timur dan barat, merekonstruksi dan merehabilitasi dunia agar lebih baik, serta petualangan ke suatu tempat di antara dua bukit. Sayyid Quthb menjelaskan, "Alloh telah memberikan kekuasaan padanya di muka bumi. Dia menganugerahkan kepadanya kekuasaan memerintah yang pondasinya sangat kokoh. Dia mudahkan baginya jalan kemengangan dan kekuasaan, dan jalan-jalan membangun dan meraih karunia. Alhasil, Alloh menganugerahkan padanya segala sesuatu yang menjadikan seseorang dapat berkuasa di bumi manapun ia pijak."

Pertama kali, Dzulqornain pergi ke arah tempat terbenamnya matahari, dan di sana ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam. "Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenamnya matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata, "Hai Dzulqornain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka." (QS. Al Kahfi [18]: 86)

Ekspedisi ini menggambarkan sisi dunia yang sedang mengalami kejatuhan peradaban. Di sana Dzulqornain menunjukkan kapasitas kepemimpinannya. Dimulai dari kepemimpinan yang sangat bijaksana, kekuatan, dan kekuasaan yang dibarengi penaklukan tak serta merta membuatnya bertingkah semena-mena di hadapan kaum yang jelas-jelas sudah tunduk. Beginilah sikap pemimpin yang berperadaban tinggi. Dzulqornain berkata, "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya." (QS. Al Kahfi [18]: 87)

Kemudian Dzulqornain melakukan ekspedisi yang berbeda ke tempat terbitnya matahari di sebelah timur, yang barangkali melambangkan peradaban yang masih pada titik nol. Nash Al Qur'an mengisyaratkan bahwa tidak ada penghalang antara mereka dengan matahari. "Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu." (QS. Al Kahfi [18]: 90)

Ungkapan ini ditafsirkan bahwa mereka berada di sebuah padang safana yang terbentang luas, penduduknya nomaden, belum mengenal kehidupan yang menetap. Kemudahan penaklukan disertai penegakan sendi-sendi sosial ilahiyah terus dikembangkan oleh Dzulqornain. Tujuannya, agar terbangun peradaban gemilang di seantero jagad yang dikunjunginya. Sampailah ia di antara dua kutub dan menemukan kaum yang mengasingkan diri. Mereka bertahan hidup di antara dua gunung. Mereka mengira dengan cara seperti ini dapat membertahankan diri. Tetapi akibatnya mereka sangat tertutup sehingga tidak memahami bahasa bangsa lain. "Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan." (QS. Al Kahfi [18]: 93)

Kaum terbelakang ini merasa terancam oleh kekejaman bangsa lain yang tiran, yaitu kelompok Ya'juj dan Ma'juj. Kehadiran Dzulqornain di sana adalah untuk membawa solusi. Sekali lagi Dzulqornain menunjukkan kapasitasnya selalu pemimpin peradaban kemanusiaan yang tinggi. Bukan hanya dalam tataran normatif, ia juga memiliki kecakapan aplikatif dalam membentengi kaum lemah dengan membuatkan cairan logam yang dicampur dengan proses ilmiah dan memiliki kekuatan luar biasa. Yang lebih menarik adalah ketika mereka menawarkan "harga" untuk membayar aksi heroisme Dzulqornain, namun ia menolaknya, karena ini adalah tanggung jawab. Selain itu, ini bukan hanya tanggung jawab Dzulqornain, tetapi juga tanggung jawab mereka. Karena itu ia meminta mereka terlibat di dalamnya. "Dzulqornain berkata, "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka." (QS. Al Kahfi [18]: 95). Tidak hanya menuntut. Di sini kita juga melihat bagaimana kepentingan individu dan bangsa melebur menjadi satu. Mereka pun terlibat dalam mencari solusi.

Sebuah peradaban gemilang memerlukan faktor kepemimpinan. Dalam sosok Dzulqornain terangkum pondasi ideal yang realistis dan aplikatif, seperti; bertangan di atas, memenuhi kesejahteraan publik dengan tanpa pamrih, memberikan dengan yang terbaik lalu mengatakan bahwa semuanya anugerah Alloh yang Maha Kuasa. Tak sedikitpun terselip kesombongan apalagi merasa berjasa. Dzulqornain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabiila sudah datang janji Tuhanku, dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar." (QS. Al Kahfi [18]: 98).

(Dikutip dari: Bachtiar Nasir, "Dzulqarnain dan Puncak Peradaban".Tarbawi Edisi 246 Th.12.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar