Kelak akan ada masa, dan aku khawatir masa itu telah dekat
atau bahkan sedang menghampiri pintu-pintunya. Inilah masa ketika seseorang
yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, dan yang berdiri lebih baik
daripada yang berjalan. Ini bukan karena tak peduli, bukan pula karena
membiarkan kemungkaran dan kerusakan terjadi. Tetapi justru karena dahsyatnya
fitnah, sehingga melibatkan secara aktif untuk menangkal maupun memerangi yang
kita anggap sebagai keburukan yang nyata, justru memperbesar keburukan itu
sendiri. Inilah masa ketika ajakan untuk berhati-hati dalam masalah yang
berhubungan dengan kesesatan justru dianggap sebagai membela kesesatan dan
kekafiran, tidak peduli telah berapa jauh perjalanan yang ditempuh dan berapa
banyak upaya yang diperbuat oleh orang itu untuk mengajak manusia ke jalan yang
lurus.
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ
الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِـي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ
كَافِرًا، اَلْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِِمُ خَيْـرٌ مِنَ
الْمَاشِي، وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي، فَكَسِّرُوا قِسِيَّكُمْ
وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا بِسُيُوفِكُمُ الْحِجَارَةَ، فَإِنْ دُخِلَ
عَلَى أَحَدِكُمْ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ.
"Sesungguhnya menjelang datangnya
hari Kiamat akan muncul banyak fitnah besar bagaikan malam yang gelap gulita,
pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir di sore hari,
di sore hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari.
Orang yang duduk saat itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang
berdiri saat itu lebih baik daripada orang yang berjalan dan orang yang
berjalan saat itu lebih baik daripada orang yang berlari. Maka patahkanlah
busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah
pedang-pedang kalian ke batu. Jika salah seorang dari kalian dimasukinya
(fitnah), maka jadilah seperti salah seorang anak Adam yang paling baik
(Habil).’” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim).
Maksud dari "...pada pagi hari seseorang dalam keadaan
beriman, dan menjadi kafir di sore hari..." yaitu, pada pagi harinya ia
mengharamkan dirinya dari menumpahkan darah saudaranya (seiman), kehormatan dan
hartanya. Tetapi pada sore hari ia menghalalkannya. Ia menganggap halal darah,
kehormatan dan harta saudaranya karena menganggapnya kafir.
Wallohu a'lam bish-showab.
Inilah masa yang penuh kejutan. Gegar. Seseorang yang
beriman, tiba-tiba berubah menjadi kafir disebabkan oleh gelapnya fitnah.
Kekafiran itu sendiri banyak sebabnya; ada yang disadari sepenuhnya bahwa ia
telah terjatuh pada kekafiran, ada yang ia sepenuhnya tidak sadar bahwa dirinya
telah terjatuh kepada keburukan yang sangat besar itu. Maka, sangat perlu bagi
kita memahami apa saja yang membatalkan syahadat dan merusaknya. Kita belajar
dengan sungguh-sungguh, sekaligus penuh kehati-hatian. Dan yang terbaik adalah
memahami sesuai pemahaman para salafush shalih; dari mereka yang telah melalui
ujian dalam menempuh jalan kebenaran ahlussunah wal jama'ah ini. Salah satu
yang paling samar dan mengkhawatirkan adalah memvonis kafir dalam berbagai
bentuknya kepada seorang mukmin sehingga vonis tuduhan itu berbalik kepada
dirinya, sedangkan ia tidak menyadari.
Inilah masa ketika memilih diam padahal kemungkaran dan
kerusakan itu telah sangat nyata, justru jauh lebih baik. Bukankah kita berdosa
apabila membiarkan kemungkaran padahal kita mampu mencegahnya, dengan kekuatan
atau lisan kita? Betul. Dan ketentuan ini tidak berubah. Tetapi di zaman
fitnah, tindakan yang kita maksudkan untuk amru bil ma'ruf serta
mencegah kemungkaran justru semakin mengobarkan kemungkaran dan memadamkan yang
ma'ruf. Maka, sungguh, ini masa-masa yang sangat sulit. Perlu ilmu, keteguhan
hati dan kesabaran dalam melaluinya. Kita memohon pertolongan kepada Alloh
Ta'ala agar tidak termasuk yang menyulut dan mengobarkan api fitnah.
Tapi bukankah penggugur syahadat dan pembatal keislaman itu
salah satunya adalah tidak meyakini kekafiran orang kafir dan kesesatan
orang-orang yang sesat? Benar dan ini pun tidak berubah. Bahkan setiap hari
kita berdo'a di dalam sholat kita, di setiap penghujung Al-Fatihah yang kita
baca, memohon ditunjuki jalan yang lurus dan bukan jalan orang-orang yang
dimurkai, bukan pula jalan orang yang sesat. Maka, meyakini adanya kesesatan
dan membenci kesesatan itu merupakan bagian sangat penting di setiap sholat kita.
Tetapi itu bukan berarti kita dapat dengan mudah menghukumi seseorang sebagai
sosok yang sesat dan kafir tanpa bukti yang utuh dan lengkap. Begitu pula kita
tidak dapat menghukumi orang yang tidak ikut memvonis sesat terhadap seseorang
yang dianggap sesat, sebagai orang yang rusak syahadatnya. Bukankah telah
banyak berlalu sebelum kita orang yang dinyatakan sesat, tetapi kelak ternyata
kita tahu bahwa ia justru seorang yang sangat lurus? Imam Bukhori salah
satunya.
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam memberi
gambaran yang sangat terang dan rinci tentang sikap yang seharusnya kita ambil
saat fitnah agama ini meluas. Yang duduk saat itu lebih baik daripada yang
berdiri. Yang duduk, tidak lalai, tidak lengah, tetapi memilih diam tidak turut
dalam gejolak silang sengkarut fitnah dan kerusakan, justru itulah cara terbaik
untuk memadamkan fitnah dan kerusakan. Diam dan menjaga kejernihan, tidak
tergesa-gesa turut membenarkan tuduhan yang boleh jadi benar dan boleh jadi
salah, menahan diri dari ikut saling menghujat dan melaknat, justru merupakan
jalan yang paling selamat. Ia seolah pasif, padahal sesungguhnya harus menahan
diri lebih dari yang lain. Ia justru sedang bersabar sesabar-sabarnya agar
tidak tergesa-gesa dalam bersikap.
Yang berdiri lebih baik daripada yang berlari. Yang memilih
untuk tetap mengingatkan, meluruskan yang menurutnya bengkok, lebih baik
daripada yang aktif dalam gelombang perlawanan terhadap apa yang dirasakannya
sebagai kemungkaran. Saya perlu menyebutnya sebagai "yang dirasakannya
sebagai kemungkaran" karena di masa fitnah begitu bercampur aduk antara
yang sungguh-sungguh lurus dengan yang bengkok; dan mudah kabur antara
memerangi kemungkaran dengan memerangi orang yang dituduh mungkar, sementara
belum jelas apakah ia sungguh-sungguh seseorang yang menjadi biang kemungkaran
ataukah justru sebaliknya.
Yang berjalan lebih baik daripada yang berlari...
Renungilah...
Imam Nawawi rohimahulloh ta'ala berkata, "Makna
hadits ini menjelaskan betapa besar bahaya fitnah dan dorongan untuk menjauhi
dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari fitnah tersebut, serta
dari sebab-sebabnya. Sesungguhnya, besarnya keburukan dan fitnah tersebut
tergantung dari seberapa dekatnya dia dengan fitnah itu. Semakin dia jauh dari
fitnah, maka semakin baik baginya."
Lalu, apa yang harus kita kerjakan kita masa itu tiba?
Patahkanlah busur-busur panah kalian sehingga tidak ada bekal maupun
perlengkapan kalian untuk turut berperang dan melakukan perlawanan terhadap apa
yang disangkakan sebagai kemungkaran. Putuskanlah tali-tali busur kalian
sehingga tidak ada lagi yang dapat kalian lontarkan untuk turut di kancah
perlawanan. Pukulkanlah pedang-pedang kalian ke batu sehingga habislah semua
yang dapat kalian pergunakan untuk memusuhi mereka yang dianggap sebagai musuh
berbahaya. Diam dan terus berusaha memperbaiki diri seraya memohon pertolongan
kepada Alloh Ta'ala untuk keselamatan diri, anak-anak, keluarga dan keturunan.
Tidak turut menyebar api fitnah.
Di saat api fitnah sangat besar, hal yang paling utama bagi
setiap orang adalah memastikan keselamatan agama bagi dirinya sendiri (catat:
bagi dirinya sendiri) dan tidak terlibat sama sekali dalam gelombang
fitnah yang sangat dahsyat. Ia menjaga keselamatan agama bagi dirinya sendiri
dan keluarga paling dekat yang ia mampu, dari anak, istri dan orangtuanya, lalu
saudara dan kerabatnya. Tetapi jika ini pun dapat menyebabkan meluasnya fitnah,
maka yang paling pokok adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarga paling dekat
yang ia mampu.
Berupaya mengubah sedangkan kekuatan lemah, padahal fitnah
amat besar, adalah tindakan membahayakan diri sendiri. Bukan saja secara fisik,
tetapi terutama bagi keselamatan agamanya. Selain itu, ini justru dapat semakin
mengobarkan api fitnah.
Diam bukan berarti tidak peduli. Kita diam justru karena
menetapi sunnah, menahan diri kuat-kuat meskipun amat risau dengannya agar
fitnah tidak semakin meluas. Kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
mengilmui sesuai tuntunan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam tentang
bagaimana cara tepat menghadapi fitnah. Tidaklah kita berbicara kecuali yang
benar-benar baik, berdasarkan ilmu yang haq, tidak menimbulkan keguncangan di
tengah-tengah ummat, tidak memuji kaum perusak meskipun mereka tampaknya
memperbaiki, tidak membenarkan perbuatan mereka dan berlepas diri darinya.
Berbicara hanya hal-hal yang baik dan tidak menimbulkan keguncangan berarti,
pada saat-saat fitnah memuncak kita lebih memilih membicarakan urusan lain yang
tidak bersinggungan dengan persoalan yang sedang mengobarkan api fitnah. Tetapi
jika ini pun tetap menyulut fitnah, diam itu lebih baik.
Sikap yang harus kita tegakkan adalah menetapi al-jama'ah.
Inilah garis tegas yang harus dipegangi oleh Ahlussunnah wa Jama'ah. Tetapi
apakah al-jama'ah itu, khususnya di saat sangat sulit itu? 'Abdulloh bin Mas'ud rodhiyallohu
'anhu berkata:
الجماعة
ما وافق الحق وإن كنت وحدك
“Al-Jama’ah adalah siapa saja yang
teguh di atas kebenaran meskipun engkau sendiri.”
Bagaimana jika dengan sikap itu kita justru dituduh sebagai
pembelanya sehingga ikut terkena fitnah? Na'udzubillahi min dzaalik.
Inilah keadaan paling sulit. Kita membenci kesesatan, tetapi kita justru
dituduh sebagai pendukung dan pejuang kesesatan. Tetapi jika itu terjadi,
ikutilah perintah Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam (semoga Alloh Ta'ala
menolong kita), ".... Jika salah seorang dari kalian dimasukinya
(fitnah), maka jadilah seperti salah seorang anak Adam yang paling baik (Habil)."
Bagaimanakah Habil itu? Alloh Ta'ala berfirman dalam
Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 27:
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَىْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا
فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ اْلأَخَرِ قَالَ
لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceritakanlah kepada mereka kisah
kedua putra Adam (Qobil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima
dari yang lainnya. Maka berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku
akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diterima kurbannya, ‘Sesungguhnya
Alloh hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’
Apakah Habil melawan ketika diancam oleh saudara lelakinya
ini? Tidak. Dan itu bukan karena takut. Alloh Ta'ala ceritakan perkataan Habil
kepada kita di ayat berikutnya:
لَئِن
بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآأَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأَقْتُلَكَ
إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“Sungguh kalau kamu menggerakkan
tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku untuk
membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Alloh, Tuhan seru sekalian
alam."
Tetapi Habil juga mengingatkan saudara laki-lakinya mengenai
dosa membunuh. Ia berkata, sebagaimana kita baca di ayat berikutnya lagi:
إِنِّي
أُرِيدُ أَن تَبُوأَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
وَذَلِكَ جَزَآؤُا الظَّالِمِينَ
"Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain,
maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itu adalah pembalasan bagi
orang-orang yang zholim.”
Semoga catatan ringkas ini bermanfaat. Semoga kita dapat mengambil
pelajaran darinya. Semoga pula Alloh Ta'ala menolong kita, menyelamatkan kita
dan keluarga kita dari api fitnah yang menyala-nyala sekiranya fitnah itu
sempat kita jumpai masanya.
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar