Rabu, 27 April 2016

Satu Senyum Saja

Apa yang kita lihat dari seorang penceramah yang penuh semangat, komedian yang jenaka atau motivator yang memukau? Mungkin sebagian kita menganggap bahwa mereka tak punya masalah, tidak memiliki beban hidup atau belum merasakan pahit getirnya problema. 

Bisa jadi sangkaan kita benar, karena saat ini banyak orator panggung yang dikagumi karena lihai beretorika. Tapi sangat mungkin juga sangkaan kita salah. Mereka pun penuh masalah, bebannya berat dan kondisinya rapuh. Tapi mereka masih terus berkarya menyebarkan energi positif, baik melalui lisan dan tulisan. Mereka menyimpan rapat-rapat masalahnya dan tidak mengumbarnya di ruang publik. Apa kira-kira hal yang melatarbelakanginya?

Pertama, Menjaga Aura Positif
Semakin ke atas cobaan semakin besar, masalah semakin kompleks, dan beban semakin berat. Itu sudah hukum alam. Karena itulah, para nabi adalah golongan orang yang paling berat cobaannya bila dibanding golongan manusia lain.

Mereka sungguh mengeluh atau bahkan menangis dalam munajatnya, namun senantiasa tegar dihadapan manusia. Karena ingin menjaga aura positif untuk terus bergerak dan berkarya bagi para pengikutnya, para shahabatnya serta rekan-rekan seperjuangannya. Karena wajah ceria dan bersemangat dari seorang pemimpin bisa memberikan suntikan psikologis dan dorongan moral bagi para pengikutnya.

Maka tidak mengherankan apabila Rosululloh begitu bersemangat untuk memotivasi para shahabat di medan Badar dengan surga dan kemenangan dari Alloh. Meski sebelumnya beliau berdoa dengan mengiba dan setengah mendesak kepada Alloh, dengan tangan diangkat tinggi hingga terlihat ketiaknya, dengan mata bercucuran mengadukan kelemahan diri. Segala kekurangan diadukan hanya kepada Alloh, sedang dihadapan manusia terus menerus mengobarkan ikhtiar tiada akhir.

Kedua, Menggentarkan Musuh
Siapapun kita, pasti memiliki pesaing atau bahkan musuh. Baik kita sebagai pebisnis, kontraktor, politisi atau bahkan ustadz sekalipun. Menampakkan kelemahan dan kekurangan dihadapan khalayak hanya membuat musuh menjadi tertawa riang dan bergembira menepuk dada.

Meski jumlahnya sedikit dan senantiasa dalam tekanan, tapi Rosululloh tidak minder, tidak meminta belas kasih musuh. Beliau bahkan mengabarkan neraka hingga membuat Abu Jahal ketakutan. Beliau mengingatkan tentang hari kebangkitan hingga membuat Umayyah bin Kholaf terperanjat. Dan seterusnya.

Bisa jadi kita tengah dihimpit berbagai macam masalah, berbagai macam tagihan hutang, berbagai macam deadline dll. Tapi jangan pernah memperlihatkan wajah muram dan melempar syair nestapa di ruang publik. Karena jauh disana, akan ada orang yang gembira dengan kekalahan kita, akan ada orang yang berpesta pora melihat kita menangis tak berdaya.

Ketiga, Keteguhan Memegang Prinsip
Ujian kehidupan akan menimpa siapa saja, termasuk para motivator, penceramah, pemberi nasehat, pengobar semangat dll. Disinilah kualitas seseorang akan diuji tentang segala hal yang disampaikan kepada khalayak. Apakah hanya di bibir saja atau benar-benar cerminan dari sikap hidupnya.

Kehidupan salafus sholih sungguh memberikan cermin bening untuk kita berkaca. Imam Ahmad bin Hambal tidak mau mengeluh atas sakit yang dideritanya, karena beliau meriwayatkan hadits larangan mengeluh ketika sakit. Imam Malik bin Anas langsung bangun dari tempatnya duduk atau berbaring (seperti sikap siap siaga seorang prajurit) jika ada orang datang dan berkata “Qola nabiyyu” atau “Sami’tu lii Rosulillah” disebabkan karena penghargaannya yang sangat tinggi terhadap hadits nabi. Dan hal itu dilakukan, baik ketika ia sehat maupun sakit. Contoh lainnya masih banyak.

Api berguna untuk memisahkan emas dari kotoran. Maka ujian berguna untuk memisahkan siapa pejuang sejati dan siapa pengamen panggung. Ikutilah seruan dari mereka yang sudah teruji, yang tetap istiqomah di tengah banyak masalah.

Khotimah
Kita tidak sedang memanipulasi perasaan, tapi sekedar memposisikan respon sesuai dengan tempatnya. Jika masalah datang bertubi-tubi hingga kita tak sanggup bicara, jika tekanan datang terus-menerus hingga jari tak sanggup menulis, jangan pernah melakukan hal-hal bodoh yang berimbas pada pribadi dan orang lain. Berupayalah untuk tetap tersenyum. Karena hati yang lapang itu sudah menyelesaikan setengah masalah.

Eko Junianto, SE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar