Senin, 10 Februari 2014

Mengejek Peluh yang Mulia

Slide 1

Seorang ayah yang sedang berupaya menangkap ikan dengan alat bubu di pagi hari.
Usia yang tak muda lagi, tetap tak menyurutkan upayanya untuk tetap bertahan demi kesuksesan keluarganya.

Slide 2

Upaya seorang ayah yang gigih tetap memanen getah karet.
Meski harga per-kilo tak seberapa, tapi beliau tetap menanamkan harapan untuk memetik rezeki dari jalan itu.

Slide 3

Seorang bapak yang dengan segenap upayanya tetap semangat untuk memindahkan water torn di pegunungan.

Slide 4

Dalam slide tersebut terdapat foto aktivitas Latihan Dasar Ketarunaan (Latsartar) Lembaga Pendidikan dan Latihan Penerbangan Tetuko institute Yogyakarta. Taruna yang terlihat paling depan berasal dari lereng Merapi (Magelang). Amanah beliau dalam ketarunaan adalah sebagai Polisi Taruna. Di balik tampilan gagahnya, tersimpan perjuangan orangtua yang begitu memprihatinkan.

Demi suksesnya anak-anaknya (salah satunya dia), orangtuanya bekerja sebagai kuli batu. Bekerja memecah batu di lereng Merapi yang jika dijual pun tak begitu terasa harganya (Slide 5 ilustrasi kuli).

Erupsi Merapi 2009 melantakkan rumah dan tempat mencari nafkahnya diterjang lahar.

Taruna yang berdiri di belakangnya pun tak jauh berbeda. Bahkan lebih memprihatinkan. Karena posisi rumah tempat berkumpulnya keluarga dia lebih mendekati puncak Merapi di banding sang Polisi Taruna.

Ketika erupsi terjadi, mereka menjadi relawan utusan kampus membantu masyarakat sekitar Merapi. Bahkan mereka kebingungan mencari orangtua masing-masing ada di pengungsian mana.

Alhamdulillah, salah satu dari mereka sudah lulus dan bekerja di perusahaan penerbangan.

Slide 6

Perhatikan! Ada yang berbeda?
Ya. Pemulung di foto itu menggunakan kaos Pandu SIT (Sekolah Islam Terpadu) Al-Husna Sukabumi. Momen ini ditemukan ketika pulang dari perkemahan Hari Pramuka tanpa disengaja.
Bukan. Ini bukan lulusan dari SDIT Al-Husna. Dengan husnuzhon, bisa jadi lulusan SDIT Al-Husna sudah tidak membutuhkan kaos itu lagi kemudian dihibahkan kepada beliau dan digunakan untuk mencari nafkah. Dan jalan rezeki beliau adalah dengan cara memulung.

Slide 7
Alloh berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Qs. Al-A’rof [7]: 12)

Apa yang menjadikan standar bahwa api lebih mulia dari tanah, atau sebaliknya?

Apakah karena Iblis diciptakan lebih dahulu daripada Adam kemudian hal itu dijadikan standar kemuliaan?

Bukan!

Pesan yang Alloh tekankan dari ayat ini adalah: Jangan ada kesombongan.

Perhatikan tayangan video berikut ini:

Slide 8 
Putarlah video tersebut apa adanya, tanpa diberikan penjelasannya. Setelah selesai, tanyakan kepada audiens tentang apa yang mereka pahami dari video tersebut.

Setelah sedikit menggali pemahaman, jelaskan isi kisah dalam video tadi: Video ini hasil garapan Singapura. Ini berkisah tentang keluarga yang sedikit terguncang karena ujian anak. Waktu yang dipunyai anaknya, dinilai ayahnya tidak produktif. Hingga suatu saat ayahnya tidak kuat menahan kekesalan dan menegur anaknya, dan terjadilah perkelahian antara ayah dan anak.

Sang anak pergi meninggalkan rumah dengan marah. Sang ayah pun mengkhawatirkan kepergian anaknya. Dan sang anak bekerja menjadi pegawai bangunan. Di sana terjadi musibah (jatuh).

Ayahnya pun tetap optimis menyehatkan anaknya kembali di tengah ketidakoptimisan sang anak.

Jika telah selesai menjelaskan, putar sekali lagi untuk lebih mengendapkan pemahaman audiens (dengan pemahaman yang seragam).


Slide 9 
Beritahukan kepada audiens bahwa video ini hasil garapan Malaysia (agar tak berisik ketika mengikuti isi kisahnya dengan bahasa Melayu). Putar apa adanya seperti video sebelumnya.

Setelah sedikit brainstorming, jelaskan tentang isi video tadi: Kisah ini diawali dengan pulangnya putra-putri dari menziarahi makam ibunya.

15 tahun yang lalu, seorang ibu membesarkan 2 orang anaknya. Anak pertama, putra. Punya cita-cita sebagai fotografer. Anak keduanya, putri. Dia mempunyai cita-cita sebagai dokter.

Sang ibu memotivasi anak-anaknya melalui kegiatan di rumah. Sang kakak mengekspresikan dalam gambar sekeluarga yang diwarnai dengan indah. Sang adik mempelajari bacaan tentang kedokteran.

15 tahun kemudian, cita-cita itu pun tercapai. Anak laki-lakinya menjadi fotografer, anak perempuannya menjadi dokter.

Sayangnya, hingga ibunya meninggal dengan meninggalkan surat dan beberapa barang kenangan semasa kecil anak-anaknya, sang anak pertama sebagai fotografer kenamaan belum sempat berfoto sekeluarga dengan ibunya. Anak kedua yang menjadi dokter di rumah sakit terkenal pun sibuk mengobati banyak pasien tapi tidak sempat menyembuhkan ibunya sendiri.

Putar sekali lagi video tadi.

Kita rangkum dari slide 1 tentang foto bapak-bapak yang bekerja mencari ikan hingga video-video yang berkisah tentang kepedulian seorang ayah kepada anaknya, dan seorang ibu yang menahan kangen karena takut mengganggu kesibukan anaknya hingga membawa kekangenan itu ke liang lahat.


Slide 10

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ  

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diejek) itu lebih baik dari mereka (yang mengejek). Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan (menghina) kumpulan lainnya, (karena) boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik (daripada yang merendahkan). Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar-gelar yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zholim. (Qs. Al-Hujurot [49]: 11)

Alloh secara langsung melarang orang beriman melontarkan ejekan kepada saudaranya yang seiman.

Akan lebih menyakitkan lagi jika kita mengejek teman kita dengan sekaligus mengejek orangtuanya. Satu pertanyaan: apa salah orangtuanya hingga kita dengan leluasa menghina orangtuanya? Kita kenal juga tidak. Jika kita berani, kita datangi bapaknya kemudian kita hina langsung di depannya. Berani?

Mengapa kita tega menghina orangtuanya? Apakah jika orangtua teman kita bekerja seperti gambar-gambar tadi adalah pekerjaan hina? Tidak! Dia bekerja semampunya untuk kesejahteraan keluarganya. Kepayahannya dia persembahkan untuk keluarganya. Kulitnya rela dia habiskan untuk diperas demi kebahagiaan keluarganya.

Bayangkan jika itu adalah orangtua kita, dan teman kita menghina kita sekaligus menghina orangtua kita. Apakah kita rela?

Janganlah kita bergandengan mesra dengan Iblis yang menyombongkan diri karena menganggap api lebih mulia dari tanah!

Ada satu kisah yang menggambarkan bahayanya menghina saudara seiman.

Hafshoh dan Aisyah adalah istri Rosululloh saw sedang berkumpul dan membicarakan istri Rosululloh saw bernama Shofiyah binti Huyay. Dalam obrolannya itu, Hafshoh dan Aisyah menyebut Shofiyah dengan “Perempuan Yahudi!”. Dengan sedih, Shofiyah mengadu kepada Rosululloh saw tentang perlakuan Aisyah dan Hafshoh kepadanya, “Ya Rosululloh, aku memang keturunan Yahudi. Tapi aku telah ridho dengan keislamanku. Apakah setelah berislam dan menjadi istrimu, aku masih sehina sebelumnya hingga aku dipanggil ‘perempuan Yahudi’?”. Seketika Rosululloh saw menghibur dengan saran, “Mengapa tak kau katakan ‘Bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa. Apalagi yang dapat kau banggakan?’” Kemudian Rosululloh saw mendatangi Hafshoh dan menegur bahwa jika perkataan hinaan tadi dicelupkan ke lautan, maka air laut seketika akan berubah jadi hitam tersebab kata-kata hinaan tersebut.

Begitu berbahayanya menghina, hingga Alloh sendiri menurunkan ayat tentang larangan menghina!

Bayangkan akibat saling mengejek: kita akan saling bermusuhan dengan teman kita. Tak cukup dengan itu, orangtua kita dan orangtua teman kita dapat berperang! Keluarga besar kita dapat menghujat keluarga besar teman kita. Semua berawal dari mulut kecil kita.

Pertempuran/tawuran antar kampung pun seringkali di awali oleh tidak pandainya kita menjaga mulut mungil kita.
Padahal Alloh telah melarang menumpahkan darah orang-orang yang telah beriman kepada-Nya.

Bagi kita yang sudah terlanjur menghina saudara seiman kita, ingatlah perintah Alloh di akhir ayat 11 surat al-Hujurot tadi: bertaubatlah! Istighfar dan minta maaf kepada saudara yang pernah kita hina.

Pesan:
Sesampainya di rumah, bercerminlah! Perhatikan baik-baik wajah kalian.
Jika kalian lihat wajah kalian begitu cakap, jangan kalian kotori dengan perbuatan yang hina.
Jika kalian temui wajah kalian kurang cakap, jangan kalian perparah lagi dengan perilaku hina.

Subhanakallohumma wa bihamdika asyhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.
------
Disampaikan dalam kegiatan mabit kelas 4, mentoring kelas 5, dan taujih kelas 6 SDIT al-Husna Parungkuda kab. Sukabumi.

Note:
Gambar, narasi, dan atau video, silakan diubah menyesuaikan situasi dan kondisi tempat masing-masing. Narasi di atas sebagian sengaja mengangkat pengalaman mentor sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar