Tak ada urusan yang remeh. Setiap perkara dapat menjadi jalan menuju kebaikan jika ia kita lakukan dalam rangka meraih kedekatan dengan Alloh Ta’ala sesuai cara yang diperintahkan-Nya serta dituntunkan melalui petunjuk langsung Rosululloh Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Hanya kepada Alloh Ta’ala kita menyembah dan hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan.
Sesungguhnya do’a itu adalah ibadah. Memperbanyaknya merupakan kebaikan. Merasa cukup sehingga menjauhkan diri dari berdo’a kepadanya merupakan kesombongan. Dan ini merupakan kehinaan yang sangat besar. Jika menyombongkan diri di hadapan manusia saja tercela, apalagi menyombongkan diri di hadapan Alloh subhanahu wa ta’ala, terhadap Alloh ‘Azza wa Jalla. Na’udzubillahi min dzaalik.
Dalam urusan apa pun, kita menghajatkan pertolongan Alloh subhanahu wa ta’ala. Saat kita mampu mengerjakan kebaikan, kita bersyukur sekaligus berdo’a memohon barokah atas apa yang telah kita lakukan. Kita juga memohon perlindungan kepada Alloh ‘Azza wa Jalla dari keburukan diri sendiri serta tipu daya syaithon yang terkutuk. Adapun saat kita meraih keberhasilan, utamanya keberhasilan dakwah, maka bukan merayakan yang harus kita lakukan. Bukan. Tetapi mensucikan nama Alloh Ta’ala dengan cara memuji-Nya secara sempurna, memohon ampun kepada-Nya serta bertaubat. Semoga Alloh Ta’ala senantiasa menjaga kita dan tidak membiarkan kita terjatuh pada keburukan disebabkan sibuk berbangga dengan keberhasilan sampai lupa bahwa keberhasilan itu sesungguhnya semata berkat rohmat, taufiq, dan hidayah-Nya semata.
Dalam urusan apa kita berdo’a? Dalam urusan apa pun. Bahkan hingga persoalan yang tampaknya sangat kecil, semisal putusnya sandal rusaknya kasut saat kita sedang bergegas. Teringatlah saya kepada sabda Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mari sejenak kita renungi:
لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ حَتَّى يَسْأَلَهُ الْمِلْحَ وَحَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ
“Hendaklah salah seorang dari kalian senantiasa meminta kebutuhannya kepada Tuhan, sampai pun ketika meminta garam, sampai pun meminta tali sandalnya ketika putus.” (HR. at-Tirmidzi).
Mintalah pertolongan kepada Alloh Ta’ala ketika ingin melakukan apa pun selama itu bukan kejahatan. Mintalah pertolongan dan perlindungan kepada Alloh Ta’ala meskipun itu untuk urusan yang sangat kecil. Semoga apa pun yang kita lakukan senantiasa Alloh Ta’ala limpahi barokah dan menjadikannya sebagai penambah timbangan kebaikan di Yaumil-Qiyamah.
Teringat ketika suatu hari sandal saya putus saat di bandara. Waktu boarding sudah sangat dekat, tetapi istri masih belum datang membawa sandal. Ketika itu tas yang berisi laptop dan gadget yang saya bawa saya tinggal begitu saja. Saya keluar bandara menunggu istri datang mengantarkan sandal (saya memang lebih suka bepergian dengan sandal daripada sepatu). Tak putus saya berdo’a. Tepat ketika sudah memasuki waktu yang kritis untuk segera naik pesawat, istri saya datang membawakan sandal pengganti. Alhamdulillah, saya dapat berangkat dengan mengenakan sandal dan barang-barang berharga yang saya tinggal di ruang tunggu tetap aman tanpa ada yang berkurang sedikit pun. Sungguh, inilah pertolongan Alloh Ta’ala. Semoga sandal itu menjadi salah satu harta yang Alloh Ta’ala barokahi.
Sebagaimana tuntunan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut, berdo’a itu untuk segala urusan. Tetapi yang harus diperhatikan, semua ada adabnya. Jika kita memang benar meminta hanya kepada Alloh Ta’ala dan beribadah hanya kepada-Nya, maka tidak ada tuntunan yang lebih patut untuk kita pegangi sepenuh rasa hormat melebihi tuntunan yang diberikan-Nya secara langsung dalam Al-Qur’anul Kariim maupun melalui ucapan serta contoh dari Rosululloh Muhammad shollallohu 'alaihi wa sallam.
Mintalah apa pun kepada-Nya, termasuk dunia, tapi jangan jadikan amal dan ‘ibadah sebagai penukarnya. Mintalah apa pun kepada Alloh Ta’ala meski itu untuk urusan sandal. Tetapi jagalah adab agar tidak terjatuh pada tindakan melampaui batas. Di antara tindakan melampaui batas yang sangat tercela adalah merinci-rinci saat berdo’a serta melakukan visualisasi, yakni menggambarkan apa yang kita minta secara detail.
Jika aqidah new age bernama Law of Attraction memerintahkan kita untuk memvisualisasikan do’a agar lebih mudah terkabul, maka Alloh Tuhan Seru Sekalian Alam yang Maha Mengabulkan do’a justru melarangnya. Mari kita ingat firman Alloh subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdo’alah kepada Robb-mu dengan berendah diri dan suara lembut. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’roof, 7: 55).
Seperti apa melampaui batas itu? Mari sejenak kita renungi hadits dari Abi Na’aamah berikut ini:
عَنْأَبِي نَعَامَةَ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ، سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّإِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا،فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ، سَلِ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنَ النَّارِ، فَإِنِّيسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّهُسَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ"
Dari Abi Na’aamah ia berkata bahwa ‘Abdulloh bin Mughoffal mendengar anaknya berdo’a, “Ya Alloh, aku memohon kepada-Mu sebuah istana putih yang terletak di sisi kanan surga, jika kelak aku masuk surga.”
Maka ia (‘Abdulloh bin Mughoffal) berkata, “Wahai Anakku, mohonlah kepada Alloh surga dan mohonlah kepada-Nya perlindungan dari api neraka. Karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya kelak akan ada satu kaum dari umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdo’a.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang lainnya).
Inilah nash yang menegaskan larangan memvisualisasikan do’a. Perhatikanlah! ‘Abdulloh bin Mughoffal rodhiyallohu ‘anhu menegur keras ketika anaknya memvisualisasikan surga yang diharapkan. Padahal itu pun masih sederhana jika ditakar menurut ajaran paganisme baru NAM yang termaktub dalam Law of Attraction. Maka, apakah yang dapat kita simpulkan ketika seseorang bersimpuh memandangi foto mobil dan menggambarkan mobil yang ia minta dengan penuh detail hingga kelembutan tekstur kemudinya? Na’udzubillahi min dzaalik. Sungguh yang demikian ini sangat melampaui batas; keluar dari adab berdo’a dalam Islam hingga amat jauh, sejauh-jauhnya.
Bagaimana dengan merinci-rinci do’a? Sama tercelanya dengan visualisasi do’a. Sama buruknya. Ini termasuk tindakan yang melampaui batas sebagaimana dapat kita simak dalam hadits berikut ini:
عَنْأَبِي نَعَامَةَ، عَنْ ابْنٍ لِسَعْدٍ، أَنَّهُ قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا أَقُولُ:اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَبَهْجَتَهَا، وَكَذَا، وَكَذَا،وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا وَأَغْلَالِهَا، وَكَذَا، وَكَذَا، فَقَالَ:يَا بُنَيَّ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:" سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ " فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَمِنْهُمْ، إِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَ الْجَنَّةَ أُعْطِيتَهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الْخَيْرِ،وَإِنْ أُعِذْتَ مِنَ النَّارِ أُعِذْتَ مِنْهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الشَّرِّ
Dari Abi Na’aamah dari anaknya Sa’d (bin Abi Waqqosh), ia berkata: Ayahku mendengarku ketika aku berdoa, “Ya Alloh, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu surga, kenikmatannya, lalu ini, dan itu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka, rantai-rantainya, belenggu-belenggunya, lalu ini, dan itu”.
Lalu ayahku berkata, “Wahai Anakku, sesungguhnya aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Kelak akan ada satu kaum yang melampaui batas dalam berdo’a’. Waspadalah agar engkau jangan sampai termasuk kaum tersebut. Seandainya engkau diberikan surga, maka akan diberikan pula segala yang ada di dalamnya dari kebaikan. Dan jika engkau dijauhkan dari neraka, maka akan dijauhkan pula segala apa yang ada di dalamnya dari kejelekan.” (HR. Abu Dawud).
Jika hari ini ada yang mengajarkan berdo’a dengan sangat rinci, itu bukanlah terobosan ilmiah. Bukan. Tetapi itu semua menegaskan kebenaran seluruh apa yang telah disabdakan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Maka, cukuplah bagi kita untuk menjaga diri dan menjauh sejauh-jauhnya dari tata-cara berdo’a yang bahkan telah diperingatkan berabad-abad silam, yakni merinci-rinci saat berdo'a sebagaimana terlarangnya visualisasi dalam berdo’a.
Jadi, berdo’alah untuk segala urusan, selama itu bukan untuk bermaksiat kepada Alloh Ta’ala. Berdo’alah meski hanya untuk urusan tali sepatu yang putus. Tetapi janganlah melampaui batas dengan memvisualisasikan permintaan dan merinci-rinci keinginan dengan berucap misalnya, “Ya Alloh, berikanlah kepada kami sandal yang warnanya serasi dengan pakaianku, terbuat dari kulit...” dan yang lebih rinci lagi dari itu.
Tidak tercela kita berdo’a meminta rezeki, tapi janganlah melampaui batas dengan merinci-rinci seraya memvisualisasi, “Ya Alloh, aku memohon kepada-Mu berikanlah aku mobil SUV terbaru yang matic, warnanya hitam 4000 cc seperti di gambar ini...”
Ini merupakan su’ul adab alias adab yang buruk. Bahasa Jawa Timurannya: kurang ajar kepada Alloh Ta’ala.
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat. Semoga Alloh Ta’ala berikan rezeki kepada kita kelak berupa akhir kehidupan yang baik: husnul khotimah.
Mohammad Fauzil Adhim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar