Mari sejenak kita berbincang tentang sholat tarawih, bukan tentang jumlah roka’atnya, tapi apa yang sebaiknya kita lakukan saat kita menjadi makmum. Ingatlah sejenak sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة
"Barangsiapa qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh)." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan lain-lain).
Berapa roka’at yang terhitung melakukan qiyamul lail semalam suntuk? Batasannya ialah melakukan tarawih hingga selesai bersama imam, termasuk melakukan sholat witir bersamanya. Maka jika imam sholat tarawih 11 (8 plus 3) roka’at, kita bermakmum sampai imam selesai witir. Begitu pula jika imam sholat tarawih 13 atau 23 roka’at. Bagi kita yang menjadi makmum, pilihan terbaik adalah sholat bersama imam sampai dengan selesai; bukan soal 11, 13, 21, 23 atau 39 roka’at. Jika ingin memilih, maka itu sebelum melaksanakan sholat tarawih berjama’ah. Adapun sesudah jama'ah ditegakkan, ikuti sampai selesai.
Pilihan terbaik adalah sholat mengikuti imam sampai selesai dengan sempurna. Adapun imam sepatutnya sholat dengan tuma'ninah dan khusyuk. Ini sangat penting untuk diperhatikan karena tuma'ninah merupakan rukun sholat, sehingga tidak sah sholat jika tidak tuma'ninah meskipun ayat yang dibaca saat sholat sangat panjang. Berapa pun jumlah roka'atnya, imam harus melakukan sholat dengan tuma'ninah dan memungkinkan makmum untuk mengikutinya secara tuma'ninah pula. Tentu saja imam perlu membaca ayat demi ayat secara tartil dan jelas, tak peduli ia memimpin tarawih 11, 13, 21, 23, 39, 41 ataukah 49 roka'at.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.
“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari sholatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rosulalloh, bagaimana mencuri dari sholat?” Rosululloh berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku' dan sujudnya.” (HR. Ahmad).
Di masa Kholifah ‘Umar bin Khoththob rodhiyallohu 'anhu, beliau pernah mengumpulkan para qori' dan menggariskan kebijakan jumlah ayat. ‘Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhu meminta qori yang bacanya cepat agar membaca 30 (sekitar 3 halaman mushhaf), yang sedang 25, dan yang lambat 20 ayat (2 halaman mushhaf) tiap roka’at. Jangan bayangkan yang cepat bacanya seperti dikejar musuh sehingga tarawih selesai dalam 20 menit. Tetap tartil dan tidak tergesa-gesa. Mereka melakukan ruku' dan sujud dengan sempurna, tuma'ninah. Tidak serupa orang salto. Ini yang kadang terabaikan saat mengejar jumlah.
Jadi, mana yang paling baik? Yang sempurna gerakannya, tuma'ninah, khusyuk, dan bacaannya baik tidak tergesa-gesa; 11, 23 atau 39 roka’at.
Imam Syafi’i mendapati sholat tarawih pada masa beliau jumlah roka’atnya 23 di Makkah dan 39 di Madinah. Bagaimana komentar beliau? "Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus," kata Imam Syafi’i, "Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tapi yang pertama lebih aku sukai."
Perkataan Imam Syafi’i rohimahulloh sebagaimana termaktub dalam Fathul Bari ini menunjukkan, yang lebih sempurna itu lebih utama. Jumlah roka'at lebih sedikit, tetapi bacaan lebih panjang dan sujud pun lebih sempurna, maka yang demikian ini lebih baik daripada sholat dengan bilangan roka'at lebih banyak. Pada saat yang sama kita memperoleh pelajaran bahwa sosok semacam Imam Syafi'i memilih untuk tetap mengikuti imam sampai dengan selesai ketika mendapati jumlah roka'atnya 39, meskipun beliau lebih menyukai yang lebih sedikit disebabkan lebih memanjangkan bacaan.
Yang paling baik bukanlah yang paling banyak bilangan roka’atnya, tetapi yang paling sempurna sholatnya. Semoga Alloh Ta'ala ridhoi. Ingatlah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
"Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak pula yang sholat malam, hanya menjadi begadang di malam hari.” (HR. Ahmad).
Alangkah sia-sia sholat yang semacam itu. Mereka berpenat-penat, tapi tidak memperoleh kebaikan apa pun. Mereka melaksanakan sholat tarawih, berjama'ah pula, tapi tak memenuhi ketentuan untuk tuma'ninah sehingga sia-sialah sholatnya. Tak ada yang mereka dapatkan selain capeknya begadang.
Marilah kita ingat ketika Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengoreksi seseorang yang melakukan kesalahan dalam sholatnya. Beliau bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
“Jika engkau hendak mengerjakan sholat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat Al-Qur'an yang mudah bagimu. Kemudian ruku'lah sampai benar-benar ruku' dengan tuma'ninah, lalu bangkitlah (dari ruku') hingga kamu berdiri tegak. Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud dengan tuma'ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan tuma'ninah, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukan seperti itu pada seluruh sholatmu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Lihatlah, betapa pentingnya melakukan gerakan secara sempurna dan tiap-tiap bagian kita lakukan secara tuma'ninah. Inilah yang sangat penting. Jika kita memilih mengikuti jumlah roka'at sholat tarawihnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka itu sangat baik sejauh kita melakukannya secara tuma'ninah. Tapi jika sekiranya menghendaki sholat tarawih dengan bilangan roka’at yang banyak dan tetap tuma'ninah, dapat memilih 41 atau 49 roka’at. Sholat tarawih 41 roka’at ini berdasarkan persaksian Sholih Mawla At-Tau'amah tentang sholat tarawihnya penduduk Madinah di masa itu. Sholat tarawih dilakukan 38 roka’at plus 3 roka’at witir. Bisa juga 40 roka’at tarawih plus 9 roka’at witir. Yang terpenting: sempurna.
Jadi, jika menganggap lebih banyak lebih baik, pilihlah 49 roka’at dengan khusyu', tuma'ninah, dan bacaannya tartil tidak tergesa-gesa. Sepanjang saya ketahui, 49 inilah jumlah roka'at terbanyak yang terdapat riwayat dilakukan oleh orang-orang sholih terdahulu. Ini jika konsisten dengan perkataan "lebih banyak lebih baik". Saya sendiri tidak siap melaksanakan sholat tarawih 49 roka'at secara tuma'ninah dan sempurna. Karena itu, saya memilih yang lebih ringan, tetapi riwayatnya lebih kuat.
Kembali pada persoalan semula, yakni sholat tarawih berjama’ah. Jika ingin mendapat pahala qiyamul lail semalam suntuk, ikutilah imam sampai selesai sholat witir. Jika imam 11 roka’at dan Anda biasanya 23 roka’at, cukupkan 11 roka’at saja. Jangan menganggap tidak ada tarawih yang kurang dari 20. Justru dengan mengikuti imam sampai selesai, kita mendapatkan pahala qiyamul lail semalam suntuk. Bukankah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh?
Jika Anda biasanya sholat tarawih 11 (8+3), lalu mendapati imam sholat 23 roka’at, ikuti pula sampai selesai secara sempurna. Jangan sekali-kali mengira bahwa terlarang sholat tarawih di atas 11 roka’at. Bukankah banyak riwayat yang dapat kita pedomani?
Semoga bincang sederhana ini bermanfaat dan barokah. Saatnya kita membersihkan niat. Bukan mengotori dengan menguatkan 'ashobiyah alias fanatisme golongan. Bukankah akan lebih utama jika kita mendapatkan pahala terbaik dan di saat yang sama mengokohkan persaudaraan sesama muslim?
Lalu berapa roka’at sholat tarawihnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam? Berdasarkan riwayat yang shohih, kita dapati bahwa beliau melaksanakan sholat 11 roka’at. Beliau juga menunaikan sholat 13 roka’at. Dan bahkan kita mendapati riwayat bahwa beliau pun pernah sholat dengan mengawalkan sholat witir sejumlah 9 roka’at ditutup dengan sholat 2 roka’at.
Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallohu ‘anha menuturkan kepada kemenakannya tentang sholat yang dilakukan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
كُنَّا نُعِدُّ لَهُ، سِوَاكَهُ، وَطَهُورَهُ، فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ، وَيَتَوَضَّأُ، وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ، لَا يَجْلِسُ فِيهَا إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ، فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ، وَلَا يُسَلِّمُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ، وَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يَا بُنَيَّ، فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ اللَّحْمَ، أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الأَوَّلِ، فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ
“Kami mempersiapkan siwak dan air wudhu beliau. Bila Alloh membangunkan beliau pada waktu yang dikehendaki di malam hari, beliau bersiwak dan berwudhu, kemudian sholat sembilan roka’at tidak duduk tasyahud kecuali pada roka’at kedelapan. Beliau berdzikir, memuji Alloh, dan berdo’a (membaca tasyahud), kemudian beliau bangkit dan tidak salam meneruskan roka’at kesembilan. Kemudian beliau duduk, berdzikir, memuji Alloh, dan berdoa, kemudian salam dengan satu salam yang terdengar oleh kami. Setelah itu beliau sholat dua roka’at sambil duduk. Jadi, jumlahnya 11 roka’at, wahai Anakku. Ketika Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah tua dan gemuk, beliau berwitir tujuh roka’at, kemudian dua roka’at setelahnya dilakukan seperti biasa, maka jumlahnya sembilan, wahai Anakku.” (HR. Muslim).
Nah. Semoga catatan ringkas ini bermanfaat. Semoga kita dapat mempelajari dan mendiskusikannya dengan baik. Diskusi itu lebih mudah ketika mengedepankan ilmu dan kebenaran. Bukan ego pribadi maupun kelompok. Wallohu a’lam bish-showab.
Mohammad Fauzil Adhim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar