Minggu, 12 Juni 2016

Hasyim Asy'ari; Pendiri NU dan Pejuang Syari'at Islam yang Tegas pada Syi'ah

Jika ingin melihat “pendapat NU” atas berbagai persoalan di tengah umat, kapan pun akan tetap relevan jika menjadikan pendapat atau pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari sebagai salah satu referensi terpenting. Juga di soal Syi’ah.

Ulama Pejuang
Riwayat Hasyim Asy’ari -antara lain- bisa kita baca di www.tebuireng.net “edisi” 25 Januari 2009. Di sana ada judul “H.M. Hasyim Asy’ari Pendiri dan Pengasuh Pertama Pesantren Tebuireng (1899-1947)”.

Nama lengkap dia adalah K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari. Dia lahir pada 14 Februari 1871 di Jombang. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari belajar di sejumlah pesantren seperti di Pesantren Wonorejo Jombang, Pesantren Wonorejo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis Surabaya.

Lalu, Hasyim Asy’ari melanjutkan ke Pesantren Kademangan Bangkalan yang diasuh Kiai Muhammad Kholik. Kemudian, belajar di Pesantren siwalan Sidoarjo. Di kedua pesantren ini Hasyim Asy’ari belajar masing-masing selama 5 tahun.

Pada 1892 Hasyim Asy’ari ke Makkah, berhaji. Kesempatan itu digunakannya juga untuk mendalami ilmu. Hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya, terutama ilmu hadits.

Pada 1899, Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang. Kecuali aktif mengajar, berdakwah dan berjuang (yaitu bersama rakyat turun merebut kemerdekaan Indonesia), Hasyim Asy’ari juga produktif menulis. Dia menulis antara pukul 10 sampai menjelang zhuhur. Itu, waktu longgar untuk membaca kitab, menulis, dan menerima tamu.

Karya Hasyim Asy’ari -mendekati duapuluh judul- banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misal, ketika umat Islam banyak yang belum paham persoalan tauhid atau akidah, Hasyim Asy’ari menyusun Al Qola’id fii Bayani ma Yajib minal Aqo’id, Ar Risalah At Tauhidiyyah, Risalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Ar Risalah fit Tasawwuf, dan lain sebagainya.

Ada juga kitab At Tanbihat Al Wajibat liman YashnaAl Maulid bil Munkarot. Situs www.tebuireng.net memberi catatan, bahwa buku ini berupa: “Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampur dengan kemungkaran. Ditulis berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Robi’ul Awwal 1355 H, saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi yang diiringi dengan perbuatan mungkar, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dan lain-lain, permainan yang menyerupai judi, senda gurau, dan lain-lain. Pada halaman pertama terdapat pengantar dari Tim Lajnah Ulama al Azhar, Mesir”.

Masih menurut situs yang sama, Hasyim Asy’ari juga sering menjadi kolumnis di berbagai majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdlatoel Oelama’. Biasanya tulisan Hasyim Asy’ari berisi jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang.
Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia warisan K.H. Hasyim Asy'ari

Pada 31 Januari 1926 Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). NU didirikan sebagai media perjuangan melestarikan tradisi-tradisi Islam berdasarkan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Hasyim Asy’ari berkehendak menetapkan syari’at Islam.
Bagaimana sikap Hasyim Asy’ari atas sejumlah masalah yang jika dihubungkan dengan persoalan-persoalan kekinian masih sangat relevan? Di www.hidayatullah.com (22/04/2010), Kholili Hasib membuat tulisan berjudul: “K.H. Hasyim Asy’ari dan Liberalisasi Pemikiran”. Dikatakan bahwa, dalam aspek keyakinan Hasyim Asy’ari pernah mewanti-wanti warga NU agar menjaga basic-faith dengan kokoh. Di Muktamar NU ke-11, pada 9 Juni 1936, Hasyim Asy’ari menyampaikan nasihat-nasihat penting, misalnya, ajakan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan saat ajaran Islam dinodai. “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al Qur’an dan sifat-sifat Alloh yang Mahakasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat,” pesan Hasyim Asy’ari. Tampak, Hasyim Asy’ari gigih memperjuangkan syari’at Islam.

Atas nasihat di atas -yang sangat relevan dengan situasi kekinian- kita langsung tertunduk. Sebab, berbagai “pikiran dan ajaran nyleneh” di sekitar kita langsung terbayang. Misal, pernah ada yang bilang bahwa Al Qur’an adalah kitab yang yang paling porno, ada yang menyatakan bahwa Syi’ah -yang suka mencela para sahabat Nabi saw itu- adalah bagian dari Islam, dan pernyataan-pernyataan lain yang semisal dengan itu.

Terutama di saat kita menghadapi pikiran dan ajaran mungkar itu serta ketika kita berusaha menegakkan syari’at Alloh, maka nasihat dan pendapat Hasyim Asy’ari perlu kita buka lagi. Juga, di soal Syi’ah.

Hasyim Asy’ari -seperti yang kita tahu- punya banyak karya buku. Sikap tegas Hasyim Asy’ari terhadap Syi’ah banyak tersebar di berbagai bukunya. Misal, salah satunya ada di kitab At Tibyan. Pada kitab tersebut, di hampir setiap halamannya ada kutipan pendapat para ulama salafush sholih tentang keutamaan sahabat dan laknat bagi yang mencelanya. Di antara ulama yang banyak dikutip adalah Ibnu Hajar Al Asqolani dan Al Qodhi Iyyadh (Bashori, 2014: 126).

Sementara, di buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia (2014: 145-147) dimuat Fatwa Hasyim Asy’ari bahwa, “Di antara mereka juga ada golongan Rofidhoh yang suka mencaci Sayyidina Abu Bakr ra dan ‘Umar ra, membenci para sahabat Nabi saw dan berlebihan dalam mencintai Sayyidina ‘Ali ra dan anggota keluarganya.”

Hasyim Asy’ari lalu melanjutkan dengan mengutip Rosululloh saw yang bersabda, “Janganlah kamu mencaci para sahabatku sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku. Maka, jangan kamu mensholati atas mereka dan sholat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, dan jika sakit jangan kamu jenguk mereka.” Nabi saw telah kabarkan bahwa bahwa mencela dan menyakiti mereka (sahabat Nabi) adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.

Warisan Mahal
K.H. Hasyim Asy’ari telah lama wafat, yaitu pada 25 Juli 1947. Tapi, dia telah mewariskan banyak hal. Dari warisan berupa sejumlah bukunya, kita akan terus dapat mengambil pelajaran andai ada persoalan-persoalan keislaman yang memerlukan penyelesaian.[]

Kredit: Djaelani, M. Anwar, “50 Pendakwah Pengubah Sejarah”, Pro-U Media, Yogyakarta, 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar