Sejenak, mari kita renungkan ucapan dari Amirul Mukminin ‘Umar bin Khoththob ra. “Jika aku tidur di siang hari, maka celakalah rakyatku. Jika aku tidur di malam hari, maka celakalah diriku”. Apa hikmah yang bisa kita ambil dari ungkapan beliau?
Pertama, Tanggung Jawab Beramal
Nabi berwasiat, “Kullukum roo’in wa kullukum mas-ulin ‘an ro’iyyatihi”. Benar, setiap kita memiliki peran (pemimpin) dan setiap peran menuntut amal dan kiprah nyata. Jika peran semakin banyak, jika derajatnya semakin tinggi, maka amal dan kiprah yang dituntut pun semakin banyak. Otomatis, waktu untuk beristirahat menjadi semakin sedikit.
‘Umar bin Khoththob ra mengetahui beratnya beban dan tanggung jawab yang diembannya sebagai amirul mukminin. Sehingga dia tidak tidur siang kecuali sangat sedikit, agar waktunya bisa digunakan untuk mengurus rakyatnya. Kendati capek dan lelah, ‘Umar juga tidak ingin akrab dengan bantal di malam hari. Karena dia juga harus meluangkan waktu untuk beribadah kepada Alloh. Karena dia sadar bahwa perkara di akhirat itu nafsi-nafsi.
Ucapan tersebut menandakan bahwa ‘Umar bin Khoththob ra punya tanggung jawab besar dalam mewujudkan perannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri. Dan beliau menjawabnya dengan banyak amal dan mengurangi tidur agar kedua amanah tersebut bisa ditunaikan dengan baik.
Jika dikontekstualisasikan ke zaman sekarang, ucapan ‘Umar bin Khoththob ra kira-kira akan berbunyi, “Jika aku tidur di siang hari, kapan pekerjaan ini akan selesai?” atau “Jika aku tidur di siang hari, anak dan istri mau makan apa?” Sebaliknya, “Jika aku tidur di malam hari, kapan target 3 kali khotam tadarus Al Qur’an bisa dicapai?”.
Kedua, Full Aktivitas
Ucapan tersebut juga mengindikasikan keseharian ‘Umar bin Khoththob ra yang full dengan aktivitas. Nyaris tidak ada waktu yang digunakan untuk beristirahat, kecuali sangat sedikit. Jika beliau tidur siang, itu bukan tidur yang disengaja, namun tidak sadar tertidur karena begitu lelahnya beraktivitas. Namanya juga tidak sengaja tertidur, maka tempatnya pun sembarang. Kadang di bawah pohon, di atas tanah dll.
Di siang hari, ‘Umar bin Khoththob ra menangani urusan kaum muslimin. Dari urusan pemerintahan hingga hubungan yang bersifat pribadi. Di malam hari waktunya dibagi untuk dua aktivitas utama, yaitu untuk melakukan inspeksi (blusukan) ke tengah rakyatnya dan tenggelam dalam beribadah dan bermunajat kepada Alloh. Akibatnya, waktunya untuk beristirahat semakin sedikit.
‘Umar bin Khoththob memang dikenal sangat benci dengan orang yang menganggur atau menghabiskan waktunya dengan kesia-siaan. Beliau pernah berujar, “Aku sungguh benci dengan para pengangguran. Tidak memiliki kesibukan baik untuk urusan dunianya maupun akhiratnya”.
Khotimah
Sebagian kalangan sering berkata dengan nyinyir bahwa puasa menyebabkan produktivitas kerja menurun. Melihat kenyataan di sekitar kita, bisa jadi premis tersebut mendapatkan pembenaran di lapangan. Menjadi tanggung jawab kita semua untuk membalikkan premis itu. Jika semua target di bulan Romadhon ingin direngkuh, kita memang harus siap dengan lelah. Tapi mari kita nikmati sepenuh hati karena seperti kata Imam Syafi’i, “Bukankah nikmatnya hidup itu ada dalam kelelahan?”
Berpuasa tapi tetap produktif, berkarya secara optimal, dan berkiprah secara maksimal. Kondisi itu menjadi hal yang biasa di masa lalu tetapi menjadi barang langka di masa kini. Sebenarnya, situasi ideal itu masih bisa kita bawa lagi ke masa sekarang. Dan langkah pertama bisa dimulai dengan berjuang menaklukkan rasa kantuk. “Wafii dzaalika fal yatanaa fasil mutanaa fisuun”.
Eko Junianto, ST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar