Marilah kita berhenti sejenak.
Menekukkan kepala, menundukkan jiwa sembari membaca ayat Alloh ‘Azza wa Jalla. Dialah yang Menggenggam
Rahasia-rahasia. Dialah Tuhan yang mutlak kekuasaan-Nya. Selain Alloh, tak ada
yang sungguh-sungguh berkuasa. Tetapi, alangkah sering hati kita ciut oleh
mereka yang kekuasaannya semu.
Di hari-hari ketika airmata sudah mengering,
tetapi kesedihan belum hilang dan kesadaran masih belum sanggup menepis
kepanikan, marilah sejenak kita renungkan ketika Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:
Jika
kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tetapi jika kamu
mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa,
niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudhorotan kepadamu.
Sesungguhnya Alloh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (Qs. Ali ‘Imron [3]: 120)
Orang-orang kafir…, alangkah besar
tipu daya mereka. Mereka datang dengan membawa pertolongan di tangan kiri,
tetapi tangan kanan mereka mencekik kita agar membayar apa yang sudah mereka
berikan bersama bunganya. Mereka datang berbondong-bondong sehingga kita
mengira tak ada lagi yang bisa diharapkan untuk keluar dari kesedihan dan
kesengsaraan kecuali mereka. Kita membiarkan diri dalam ketergantungan.
Padahal, atas setiap kebaikan yang diulurkan dengan pamrih di belakang, ada
harga yang harus kita bayar untuk kelemahan dan ketidakberdayaan kita.
Al-ihsanu
yu’jizul insaan.
Sesungguhnya, kebaikan itu mematikan manusia. Apabila kita menenggelamkan diri
dalam ketergantungan, maka jiwa kita akan lemah dan hati kita akan ciut. Kita
merasa tak berdaya karena kita tak memberdayakan kekuatan kita sendiri. Dan
sesungguhnya kekuatan yang dapat mendatangkan pertolongan Alloh ‘Azza wa Jalla adalah sabar. Dan Alloh
berjanji, Jika kamu bersabar dan
bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudhorotan
bagimu. (Qs. Ali ‘Imron [3]: 120)
Hari ini, badan telah membungkuk
dan jiwa telah tertunduk dikarenakan kita sibuk menambahkan beban yang sudah
bertumpuk ke pundak kita. Kita wariskan kesengsaraan pada anak cucu bukan
karena Alloh Ta’ala tak berikan
limpahan karunia pada bumi tempat kita berpijak, tetapi karena jiwa yang lemah
dan mata yang silau oleh apa yang tampaknya merupakan kebaikan. Kita
mengeluhkan takdir pada mereka. Padahal, kesengsaraan telah bertumpuk
dikarenakan uluran-uluran tangan yang penuh tipu daya.
Ya Alloh…, rasa-rasanya kami tak
juga mengambil pelajaran dari kejadian demi kejadian.
Telah berlalu orang-orang sebelum
kita. Telah dibinasakan negeri-negeri dari berbagai bangsa di dunia ini. Dan
tidak tersisa penduduknya kecuali sedikit, atau bahkan lenyap sama sekali
sesudah kejayaan dibanggakan atas bangsa dan kabilah yang lain. Semua itu
menjadi cermin bagi orang-orang yang berpikir dan menggunakan akalnya. Ada
pelajaran yang mestinya kita renungkan.
Dan
apakah belum jelas bagi orang-orang yang memusakai suatu negeri sesudah
(lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka
karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak
dapat mendengar (pelajaran lagi)?
Negeri-negeri
(yang telah Kami binasakan itu), Kami ceritakan sebagian berita-beritanya
kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rosul-rosul mereka dengan
bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang
dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Alloh mengunci mati hati
orang-orang kafir.
(Qs. al-A’rof [7]: 100-101)
Negeri-negeri
itu dilenyapkan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla
agar kita mengambil pelajaran. Sesudah Alloh datangkan bukti-bukti
kekuasaan-Nya, apa yang telah kita renungkan?
Credit:
“Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar