Rabu, 03 Juni 2015

Insya Alloh

Menghadapi pesatnya dakwah Muhammad saw di Makkah, kaum Quroisy mengutus an-Nadhor ibnul Harits dan Uqbah bin Abu Mu’ith ke Yatsrib―kota yang kemudian berganti nama menjadi Madinah. Di sana mereka menemui pemuka kaum Yahudi dan menceritakan tentang apa saja yang dilakukan oleh Rosululloh saw. Mereka menyampaikan beberapa ayat yang pernah dibacakan oleh Rosululloh saw.

Mereka berkata, “Kalian punya kitab Taurot. Kami datang ke mari agar kalian memberitahu kami suatu hal tentang orang ini.”

Setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka kembali ke Makkah. Begitu melihat kedatangan mereka, para pemuka Quroisy segera bergegas menyambut dan bertanya, “Apa yang kalian bawa?”

“Wahai kaum Quroisy,” kata an-Nadhor ibnul Harits dan Uqbah bin Abi Mu’ith, “kami datang membawa keputusan final antara kalian dan Muhammad. Para pendeta Yahudi di Yatsrib telah memberitahu kami. Mereka berkata, ‘Tanyailah ia tiga hal. Jika ia bisa memberi jawabannya, berarti ia adalah seorang pembohong, dan terserah apa tindakan kalian kepadanya’.”

Para pemuka Quroisy itu bertanya-tanya, “Apa tiga hal yang disampaikan oleh pendeta itu?”

An-Nadhor tidak menjawab pertanyaan mereka. “Panggillah Muhammad ke mari,” katanya meminta.

Abu Lahab segera tanggap. Ia menyuruh seseorang untuk memanggil keponakannya itu. Begitu datang, Muhammad langsung dicecar dengan pertanyaan, “Muhammad, ceritakan kepada kami para pemuda yang hidup pada masa lampau yang kisah mereka menakjubkan.”

Rosululloh saw memandangi mereka sambil bertanya, “Adakah pertanyaan yang lain?”

“Ceritakan pula kisah seorang pria yang telah menjelajahi bumi dari barat hingga timur,” kata orang-orang Quroisy itu menyahut. “Jelaskan pula tentang ruh. Apakah ruh itu?”

Rosululloh saw kemudian menjawab, “Aku akan beri kalian jawabannya besok.”

Kaum Quroisy pun bubar. Selama lima belas hari Rosululloh saw menunggu wahyu, namun Jibril tidak juga datang. Rosululloh saw sangat sedih dan murung. Di saat yang sama, Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil binti Harb, bersorak gembira. Wanita ini bergegas mendatangi rumah-rumah Bani Hasyim sambil berkata, “Muhammad menunggu-nunggu syaitannya. Ia ditinggalkan tuhannya. Sekarang mereka tahu, Muhammad tidak punya Tuhan.”

Ketika suatu saat ia bertemu Rosululloh saw, ia sinis ia berkata, “Syaitanmu sekarang telah meninggalkanmu, ya?”

Pertanyaan itu membuat hati Rosululloh saw terguncang. Sementara para penduduk Makkah saling berbisik, “Muhammad berjanji kepada kita untuk memberi jawabannya besok, tapi sampai sekarang telah lima belas hari lewat dan ia tidak memberi jawabannya.”

Abu Jahal, Abu Lahab, an-Nadhor ibnul Harits, dan Uqbah bin Abi Mu’ith berkata kepada para pemuka Quroisy yang lain, “Bukankah sudah kami katakan bahwa ia adalah seorang pembohong?”

Kesedihan Rosululloh saw kian mendekati puncaknya. Ada perasaan tertekan yang amat berat. Melihat itu, Khodijah rodhiyallohu ‘anha berkata, “Demi Alloh, Dia tidak akan menghinakanmu.”

Akhirnya Jibril datang juga. Rosululloh saw bersabda kepadanya, “Jibril, engkau tidak datang-datang hingga aku berprasangka buruk.”

Jibril berkata:

“Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan petunjuk Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (Qs. Maryam [19]: 64)

Selanjutnya, Jibril berkata:

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) Insya Alloh.’ Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa…” (Qs. al-Kahfi [18]: 23-24)

Masih panjang kisah yang bisa kita runut dan pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini. Tetapi, yang ingin saya catat dalam renungan kita kali ini adalah betapa tidak berdayanya kita. Tidak ada kekuatan kecuali dari Alloh semata. Sesungguhnya, waktu, tempat, keadaan, kesempatan, dan kuasa hanya ada dalam genggaman-Nya. Semua berpulang kepada-Nya. Ia tidak segan memberi pelajaran kepada kita apabila kita lalai. Salah satu di antara kelalaian yang bisa kita petik pelajarannya dari kisah yang baru saja kita simak bersama, adalah lalai mengucapkan Insya Alloh. Tampaknya sederhana, tetapi di dalamnya ada makna penyadaran kepada izin-Nya.

Bersyukurlah jika suatu saat engkau mendapatkan teguran yang bersifat langsung. Karena itu menunjukkan penjagaan-Nya atas kita agar tidak terjatuh pada kelalaian yang lebih jauh. Kalau suatu saat anak-anakmu sakit karena engkau lupa belum mengeluarkan zakat atau harta di luar zakat kepada yang berhak, bersyukurlah. Karena dengan itu, Alloh Ta’ala berkenan merawatmu dari kedurhakaan. Syukur itu antara lain diwujudkan dengan bergegas mengeluarkannya.

Insya Alloh dengan itu, kita akan mendapati hidup penuh barokah. Insya Alloh.


Credit: “Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar