Menghadapi pesatnya dakwah Muhammad
saw di Makkah, kaum Quroisy mengutus an-Nadhor ibnul Harits dan Uqbah bin Abu
Mu’ith ke Yatsrib―kota yang kemudian berganti nama menjadi Madinah. Di sana
mereka menemui pemuka kaum Yahudi dan menceritakan tentang apa saja yang
dilakukan oleh Rosululloh saw. Mereka menyampaikan beberapa ayat yang pernah
dibacakan oleh Rosululloh saw.
Mereka berkata, “Kalian punya kitab
Taurot. Kami datang ke mari agar kalian memberitahu kami suatu hal tentang
orang ini.”
Setelah mereka mendapatkan apa yang
mereka inginkan, mereka kembali ke Makkah. Begitu melihat kedatangan mereka,
para pemuka Quroisy segera bergegas menyambut dan bertanya, “Apa yang kalian
bawa?”
“Wahai kaum Quroisy,” kata
an-Nadhor ibnul Harits dan Uqbah bin Abi Mu’ith, “kami datang membawa keputusan
final antara kalian dan Muhammad. Para pendeta Yahudi di Yatsrib telah
memberitahu kami. Mereka berkata, ‘Tanyailah ia tiga hal. Jika ia bisa memberi
jawabannya, berarti ia adalah seorang pembohong, dan terserah apa tindakan
kalian kepadanya’.”
Para pemuka Quroisy itu
bertanya-tanya, “Apa tiga hal yang disampaikan oleh pendeta itu?”
An-Nadhor tidak menjawab pertanyaan
mereka. “Panggillah Muhammad ke mari,” katanya meminta.
Abu Lahab segera tanggap. Ia
menyuruh seseorang untuk memanggil keponakannya itu. Begitu datang, Muhammad
langsung dicecar dengan pertanyaan, “Muhammad, ceritakan kepada kami para
pemuda yang hidup pada masa lampau yang kisah mereka menakjubkan.”
Rosululloh saw memandangi mereka
sambil bertanya, “Adakah pertanyaan yang lain?”
“Ceritakan pula kisah seorang pria
yang telah menjelajahi bumi dari barat hingga timur,” kata orang-orang Quroisy
itu menyahut. “Jelaskan pula tentang ruh. Apakah ruh itu?”
Rosululloh saw kemudian menjawab,
“Aku akan beri kalian jawabannya besok.”
Kaum Quroisy pun bubar. Selama lima
belas hari Rosululloh saw menunggu wahyu, namun Jibril tidak juga datang. Rosululloh
saw sangat sedih dan murung. Di saat yang sama, Abu Lahab dan istrinya, Ummu
Jamil binti Harb, bersorak gembira. Wanita ini bergegas mendatangi rumah-rumah
Bani Hasyim sambil berkata, “Muhammad menunggu-nunggu syaitannya. Ia
ditinggalkan tuhannya. Sekarang mereka tahu, Muhammad tidak punya Tuhan.”
Ketika suatu saat ia bertemu
Rosululloh saw, ia sinis ia berkata, “Syaitanmu sekarang telah meninggalkanmu,
ya?”
Pertanyaan itu membuat hati
Rosululloh saw terguncang. Sementara para penduduk Makkah saling berbisik,
“Muhammad berjanji kepada kita untuk memberi jawabannya besok, tapi sampai
sekarang telah lima belas hari lewat dan ia tidak memberi jawabannya.”
Abu Jahal, Abu Lahab, an-Nadhor
ibnul Harits, dan Uqbah bin Abi Mu’ith berkata kepada para pemuka Quroisy yang
lain, “Bukankah sudah kami katakan bahwa ia adalah seorang pembohong?”
Kesedihan Rosululloh saw kian
mendekati puncaknya. Ada perasaan tertekan yang amat berat. Melihat itu,
Khodijah rodhiyallohu ‘anha berkata,
“Demi Alloh, Dia tidak akan menghinakanmu.”
Akhirnya Jibril datang juga.
Rosululloh saw bersabda kepadanya, “Jibril, engkau tidak datang-datang hingga
aku berprasangka buruk.”
Jibril berkata:
“Dan
tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan petunjuk Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah
apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang di belakang kita dan apa-apa
yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (Qs. Maryam [19]: 64)
Selanjutnya, Jibril berkata:
“Dan
jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan
mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) Insya Alloh.’ Dan
ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa…” (Qs. al-Kahfi
[18]: 23-24)
Masih panjang kisah yang bisa kita
runut dan pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini. Tetapi, yang ingin
saya catat dalam renungan kita kali ini adalah betapa tidak berdayanya kita.
Tidak ada kekuatan kecuali dari Alloh semata. Sesungguhnya, waktu, tempat,
keadaan, kesempatan, dan kuasa hanya ada dalam genggaman-Nya. Semua berpulang
kepada-Nya. Ia tidak segan memberi pelajaran kepada kita apabila kita lalai.
Salah satu di antara kelalaian yang bisa kita petik pelajarannya dari kisah
yang baru saja kita simak bersama, adalah lalai mengucapkan Insya Alloh. Tampaknya
sederhana, tetapi di dalamnya ada makna penyadaran kepada izin-Nya.
Bersyukurlah jika suatu saat engkau
mendapatkan teguran yang bersifat langsung. Karena itu menunjukkan
penjagaan-Nya atas kita agar tidak terjatuh pada kelalaian yang lebih jauh.
Kalau suatu saat anak-anakmu sakit karena engkau lupa belum mengeluarkan zakat
atau harta di luar zakat kepada yang berhak, bersyukurlah. Karena dengan itu,
Alloh Ta’ala berkenan merawatmu dari
kedurhakaan. Syukur itu antara lain diwujudkan dengan bergegas mengeluarkannya.
Insya
Alloh dengan itu, kita akan mendapati hidup penuh barokah. Insya Alloh.
Credit:
“Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar