Tanah yang kita pijak, tak ada jaminan akan tetap kokoh
esok hari. Bumi yang kita tinggali ini, tak ada kepastian pada malamnya tak
terjadi guncangan. Begitu pun gunung-gunung yang menjadi pasak agar bumi tetap
kokoh tidak bergerak-gerak, bisa saja sewaktu-waktu justru berguncang keras dan
bahkan meledak sehingga tidak menyisakan apa pun kecuali catatan sejarah bahwa
pernah ada kehidupan di sini.
Semua yang ada di dunia ini, bisa
secara tiba-tiba musnah seketika. Negeri dan kampung yang kita usahakan dengan
jerih payah bersusah-susah hampir sepanjang umur kita, bukan tak mungkin secara
tak terduga-duga lenyap ditelan bumi atau hanyut dilamun ombak setinggi gunung.
Alloh ‘Azza wa Jalla pernah berfirman, dan mudah-mudahan kita dapat
mengambil pelajaran darinya. Kata Alloh, Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Alloh (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah
yang merasa aman dari azab Alloh kecuali orang-orang yang merugi. (Qs. al-A’rof [7]: 99)
Azab yang berupa bencana
mengguncang itu, macam-macam tingkatnya, sebagaimana bermacam-macam pula cara
Alloh mendatangkannya. Setidaknya ada lima tingkatan azab yang dapat kita catat
pada kesempatan ini, dan mungkin masih banyak lagi yang belum kita cermati dari
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pertama, azab yang berupa pemusnahan suatu
kaum. Alloh Ta’ala tenggelamkan kaum
itu seluruhnya bersama segenap kejayaan peradaban yang mereka bangun ke dalam
perut bumi. Tak ada yang dapat menolong mereka. Tidak pula ada yang mencatat,
kecuali karena kabar dari Alloh swt sendiri atau dari orang-orang yang datang
kemudian. Mereka membangun peradaban baru di atasnya, sampai mereka menemukan
jejak-jejak peradaban yang sudah tenggelam. Dan inilah yang terjadi pada kaum
‘Aad dan Tsamud.
Kedua, azab yang menghabiskan hampir
seluruh penduduk negeri, kecuali yang baik-baik saja, yang di dalam hatinya ada
iman. Mereka ini jumlahnya sangat sedikit dibanding penduduk yang secara nyata
menentang Alloh. Banjir bandang yang didatangkan Alloh untuk menenggelamkan
para penentang Nabi Nuh ‘alaihis salam
termasuk azab yang jenis ini.
Ketiga, azab yang memusnahkan sebagian
besar manusia di suatu kawasan. Yang baik-baik maupun yang hidupnya dipenuhi
dengan kedurhakaan dan kemaksiatan, sama-sama ditimpa oleh petaka. Tetapi Alloh
mengampuni dan meridhoi orang-orang yang baik dan memelihara iman mereka. Alloh
berikan rohmat dan kasih sayang kepada mereka di akhirat. Adapun kepada yang
durhaka, sesungguhnya ngerinya petaka itu tak ada apa-apanya dibanding pedihnya
siksa di akhirat.
Keempat, azab yang memusnahkan manusia
dalam jumlah sangat besar, tetapi yang Alloh selamatkan jauh lebih banyak
daripada yang menemui kematian. Alloh akan tampakkan tanda-tanda kekuasaan-Nya
pada mereka agar mengambil pelajaran dan mengabarkan kepada manusia lainnya
tentang kebenaran. Akan tetapi, sebagiannya ingat, dan sebagiannya segera
menjadi kafir. Mereka tertutup hatinya, sehingga Alloh Ta’ala jadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Alloh Ta’ala mengunci mati hati mereka.
Ingatlah ketika Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan)
itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah
datang kepada mereka rosul-rosul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah
mendustakannya. Demikianlah Alloh mengunci mati hati orang-orang kafir. (Qs. al-A’rof [7]: 101)
Kelima, azab yang dijatuhkan pada
sejumlah orang dengan mengirimkan hujan-hujan batu atau ombak yang menggulung
setinggi gunung. Alloh Ta’ala sisakan
sebagian orang yang tatkala azab itu sedang diturunkan, dalam keadaan penuh
ketakutan mereka memurnikan ketaatan, betapapun selama ini hidupnya berlumuran
dosa.
Alloh berfirman, Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar
seperti gunung, mereka menyeru Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Maka tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka
tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami
selain orang-orang yang tidak setia ingin ingkar. (Qs. Luqman [31]: 32)
Demikianlah. Semoga kita bisa
belajar.
Credit:
“Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan”; Mohammad Fauzil Adhim; Pro-U Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar