Jennie adalah anak tunggal dari sebuah keluarga yang sederhana yang tinggal di pinggiran kota. Dan walaupun anak satu-satunya, sejak kecil, dia sering dimarahi oleh ayahnya.
Di mata sang ayah, tidak satu pun ada pekerjaan yang benar yang dikerjakan oleh Jennie. Setiap hari, ia berusaha keras melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan ayahnya. Namun tetap saja hanya ketidakpuasan sang ayah yang ia dapatkan.
Begitu juga saat Jennie berusia 17 tahun. Tidak ada ucapan "Selamat ulang tahun" yang keluar dari mulut ayahnya. Dan tak heran bila hal ini membuat Jennie semakin membenci ayahnya.
Sosok ayah yang melekat dalam dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak memperhatikan dirinya. Dan akhirnya, Jennie pun memberontak. Dan tidak pernah satu hari pun ia melewati tanpa bertengkar dengan ayahnya.
Beberapa hari setelah ulang tahun ke-17, ayah Jennie meninggal dunia akibat penyakit kanker yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapa pun, kecuali pada istrinya.
Walau pun merasa sedih dan kehilangan, namun didalam diri Jennie masih tersimpan rasa benci terhadap ayahnya. Sampai suatu hari saat Jennie membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan almarhum, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan di atasnya tertulis "Untuk Anakku Tersayang". Dan dengan hati-hati, diambilnya bingkisan tersebut, dan Jennie pun mulai membukanya.
Di dalam bingkisan tersebut, terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama ia idam-idamkan. Di samping kedua benda itu terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaan Jennie. Perlahan, ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya.
"Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mempercayai diriku yang rendah ini untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku. Ku mohon, ya Tuhan, jadikan buah kasih hamba-Mu ini orang yang berarti buat sesamanya dan bagi-Mu. Janganlah Kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang baginya. Berikan pula jalan yang liku dan berduri agar ia dapat meresapi kehidupan yang seutuhnya. Sekali lagi kumohon, ya Tuhan, sertai anakku untuk setiap langkah yang ia tempuh. Jadikan ia sesuai dengan kehendak-Mu. Selamat ulang tahun, anakku. Doa ayah selalu menyertaimu."
Tulisan dalam kartu itu membuat tangis Jennie tak terbendung lagi. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan ibunya, Jennie pun menceritakan semua tentang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ulang tahunnya. Sang ibu akhirnya menceritakan bahwa ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakitnya. Dan sengaja mendidik Jennie dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat dan tegar.
-oooOooo-
Kontemplasi:
Cerita ini mengingatkan kita untuk tidak selalu melihat apa yang kita lihat dengan kedua mata kita. Lihat juga sesuatu dengan mata hati kita. Apa yang kita lihat dengan kedua mata kita, terkadang tidak sepenuhnya seperti apa yang sebenarnya terjadi.
Kasih sayang seorang ayah, ibu, saudara-saudara atau orang-orang di sekitar kita dan terutama kasih yang Maha Kuasa yang dilimpahkan kepada kita dengan berbagai cara. Sekarang tinggal bagaimana kita menerima, menyerap, mengartikan, dan membalas kasih sayang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar