Kerinduan kita akan sosok pemimpin seperti Abu Bakar dan ‘Umar rodhiyallohu ‘anhum sangatlah besar. Pada zaman beliau berdua, kesejahteraan, keamanan, dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya begitu tinggi. Beliau berdua sukses meneruskan perjuangan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam menyebarkan dakwah Islam sehingga Islam menjadi sangat disegani di muka bumi.
Di zaman dahulu, salah seorang raja pada masa Bani Umayyah mendengar bahwa rakyatnya membicarakan dirinya dan kepemimpinannya. Mengetahui hal tersebut, akhirnya ia mengumpulkan para pemuka kaum dan petinggi-petinggi rakyatnya kemudian mengajak mereka berdialog.
Raja: “Apakah kalian ingin saya bisa seperti Abu Bakar dan ‘Umar?”
Rakyat: “Ya, betul! Anda adalah seorang kholifah, sedangkan Abu Bakar dan ‘Umar juga kholifah (Lantas, kenapa Anda tidak bisa seperti mereka?)”
Raja: “(Kalau begitu) jadilah kalian seperti rakyatnya Abu Bakar dan ‘Umar, maka saya pasti bisa seperti Abu Bakar dan ‘Umar!”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahulloh berkata, “Ini adalah jawaban yang luar biasa (dari sang kholifah). Jika kondisi masyarakat sudah berubah, maka Alloh akan merubah pemimpin mereka. Sebagaimana keadaan masyarakatnya, begitulah keadaan pemimpinnya.
Jika masyarakat ingin agar pemimpin mereka seperti Khulafa' ar-Rosyidin sedangkan keadaan mereka sendiri sangat jauh dari keadaan masyarakatnya para khulafa' ar-rosyidin tersebut, maka keinginan ini adalah suatu hal yang tidak benar. Alloh ‘Azza wa Jalla adalah Dzat yang maha bijaksana. Alloh berfirman,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Demikianlah, Kami jadikan sebagian orang zholim tersebut pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-An’am: 129)
Sekarang mari kita mundur lebih jauh lagi ke zamannya ‘Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu.
Dikisahkan bahwa ada seseorang yang berpemahaman khowarij yang mereka memberontak kepada pemerintahan ‘Ali bin Abi Tholib mendatangi ‘Ali. Lalu ia berkata kepada beliau:
Rakyat: “Hai ‘Ali! Apa yang terjadi pada kondisi masyarakat saat ini? Keadaan mereka sudah berubah di zamanmu ini padahal sebelumnya keadaan mereka belum berubah di zaman Abu Bakar dan ‘Umar?”
‘Ali: “Itu karena rakyat Abu Bakar dan ‘Umar adalah saya dan orang-orang yang seperti saya. Sedangkan rakyatku adalah orang-orang seperti kamu ini!”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahulloh kembali berkata, “Ini adalah jawaban yang bagus. Maksud jawaban beliau adalah, ‘Kamu itu tidak punya kebaikan sehingga masyakarat pun berubah sikap terhadap pemerintahan kami.’ Akan tetapi pada masa Abu Bakar dan ‘Umar rakyatnya adalah orang-orang semisal ‘Ali bin Abi Tholib, ‘Utsman bin ‘Affan, dan para sahabat mulia yang lainnya. Oleh karena itulah, kondisi masyarakat pada zamannya Abu Bakar dan ‘Umar belum berubah.”
Faidah
Perhatikanlah, bagaimanakah pengaruh masyarakat terhadap pemimpinnya. Ketika di zaman Abu Bakar, siapakah rakyatnya? Rakyatnya adalah ‘Umar. Siapakah ‘Umar? Sahabat yang paling utama setelah Abu Bakar. Bahkan setan saja pilih lewat jalan lain kalau ketemu ‘Umar di jalan.
Ketika di zaman ‘Umar, siapakah rakyatnya? Rakyatnya adalah ‘Utsman. Siapakah ‘Utsman? Beliau adalah sahabat termulia ketiga. Malaikat saja malu terhadap beliau.
Ketika di zaman ‘Utsman, siapakah rakyatnya? Rakyatnya adalah ‘Ali. Siapakah ‘Ali? Beliau adalah sahabat yang diberikan kepercayaan memegang bendera pasukan perang oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, juga keponakan Rosululloh, dan salah seorang yang diberi jaminan masuk surga.
Lantas, ketika di zaman ‘Ali, siapakah rakyatnya? Sebagian rakyatnya adalah para pemberontak itu dan orang-orang yang semisal mereka. Maka bisa kita katakan wajarlah kalau muncul kekacauan di zaman beliau.
Maka sekali lagi, perhatikanlah hal ini bagaimana kondisi masyarakat turut mempengaruhi keadaan pemimpinnya.
Seandainya seluruh masyarakat suatu negeri adalah tukang judi, siapakah pemimpinnya? Pasti tukang judi juga.
Seandainya seluruh masyarakat suatu negeri adalah tukang zina, siapakah pemimpinnya? Pasti tukang zina juga.
Seandainya seluruh masyarakat suatu negeri adalah orang yang hafal Al-Qur’an, siapakah pemimpinnya? Pasti orang yang hafal Al-Qur’an juga. Bukan begitu?
Maka, rakyat Indonesia sekalian, janganlah melulu kita salahkan presiden kita yang telah susah payah mengurus rakyatnya. Kalau tetap ngeyel semua salah presiden, maka tengoklah seperti apa keadaan rakyat Indonesia. Pasti ditemukan adanya korelasi kuat antara kedua hal tersebut.
Maka, mari kita bercermin. Bukankah para orang tua dahulu sudah memperingatkan,
“Pemimpin adalah cerminan rakyat.”
Maka kalau pemimpinnya buruk, pertanda bahwa rakyatnya kurang beres. Maka apa yang perlu dibereskan terlebih dahulu? Tentu rakyatnya. Siapakah rakyatnya? Kita semua. Berarti, benahilah diri kita, benahilah agama kita, kemudian keluarga kita, kemudian lingkungan sekitar kita, mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan Indonesia pemimpin yang berkarakter seperti Abu Bakar dan ‘Umar rodhiyallohu ‘anhum setelah rakyatnya membereskan diri mereka sendiri. Ingatlah,
كما تكونون يولى عليكم
“Sebagaimana keadaan kalian (sebagai masyarakatnya), begitulah keadaan pemimpin kalian.”
Wallohu a’lam.
(Sumber: Syarh Riyadhus Sholihin karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahulloh, bab Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Maktabah Syamilah dengan banyak tambahan. Catatan dari kajian Riyadhus Sholihin bersama Ustadz Zaid Susanto, Lc, Ahad, 16 Shofar 1434)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar