Pada
malam Selasa tanggal 9 Maret 1970, salah seorang santri (pelajar) dari Pesantren
Sumenep (Sdr. Marzuki) mengadakan sekedar selamatan tahun Baru Islam (tanggat 1
bulan Muharam tahun Hijrah) yang dihadiri oleh beberapa santri lainnya. Beberapa
saat kemudian datang dua orang Saudara bernama Markan dan Antonius Widuri
(keduanya teman akuntan) yang sementara oleh Kantor Akuntan Jakarta ditugaskan
di P.N. Garam di Kalianget. Saudara Markan berasal dari Padang, beragama Islam,
dan Saudara Antonius Widuri berasal dari Yogyakarta, beragama Kristen sejak
kecil dan memang dari keluarga yang beragama Kristen Rooms Katholik.
Kedatangan
kedua Saudara pada selamatan tersebut ingin menemui K. Bahaudin Mudhary yang
memang sudah kenal sebelumnya. Oleh kawan-kawan ̶terutama oleh Saudara M. Marzuki selaku Tuan
rumah ̶ kedatangan dua Saudara disambut dengan ramah dan rasa gembira.
Kemudian
Saudara Markan menerangkan kedatangannya dari Kalianget ke Sumenep menyertai Saudara
Antonius Widuri sengaja untuk menemui K. Bahaudin Mudhary, berhubung dengan
keinginannya yang sudah lama terkandung untuk membandingkan soal Ketuhanan dalam
agama Kristen dan agama Islam, dan soal yang berhubungan dengan i’tikad,
kepercayaan diantara kedua agama tersebut.
Menurut
Saudara Markan, oleh karena Bapak Kiai sedang tidak berada di sini. Kalau bisa
di lain waktu saja akan menemui beliau, supaya diberi waktu yang cukup. Akan
tetapi sekiranya Bapak Kiai dan Tuan Rumah serta Saudara-saudara disini tidak
berkeberatan, minta supaya diperkenankan untuk menguraikan isi hatinya, agar
Saudara-saudara tidak salah faham karena hal tersebut. Hanya dari hati ke hati
saja, yakni hanya soal keyakinan pribadi semata-mata.
Kawan-kawan
tidak berkeberatan asal berkisar dalam soal agama saja, dan tidak ada kata-kata
singgungan terhadap siapapun saja. Jadi, hanya merupakan soal jawab antara pribadi
dengan pribadi saja.
Bapak Kiai
Bahaudin menerangkan, sekiranya soal jawab antara pribadi ini tidak selesai malam
ini, apakah akan dilanjutkan pada malam yang lain. Oleh Saudara Markan dan
Saudara Antonius dijawab, bahwa yang penting adalah kepuasan, walaupun memerlukan
waktu beberapa lamanya, baik siang maupun malam. Kalau begitu menurut K. Bahaudin
Mudhary, kita dapat menamakan pertemuan ini adalah pertemuan pertama. Dengan
catatan pertemuan pribadi semata-mata bukan pertemuan dengan undangan.
Perlu
diterangkan dalam soal jawab ini namanya disingkatkan. Huruf “A” singkatan dari
Bapak K. Bahaudin Mudhary dan huruf “B” singkatan dari Antonius atau Saudara Markan.
Karena Saudara Markan sering ikut menjelaskan keterangannya Saudara Antonius.
PERSETUJUAN
BERSAMA
A : Sebelum
diadakan pertemuan, saya pandang perlu menentukan sesuatu yang dirasa penting
yang patut kita atur terlebih dulu.
B : Hal
itu kita serahkan saja kepada Bapak Kiai bagaimana baiknya pertemuan kita nanti.
A : Apakah
tidak sebaiknya pertemuan kita ini dicatat saja dan bila dirasa perlu kita gunakan
tape recorder untuk dijadikan
kenang-kenangan.
B : Baiklah,
kita setuju pendapat Bapak Kiai.
A : Kalau
begitu saya akan minta bantuan kepada seorang Saudara untuk mencatat pembicaraan
kita masing-masing. Dan apakah Saudara tidak berkeberatan hasil pembicaraan
kita nanti sekiranya panjang perlu untuk diketahui umum juga, sebaiknya kita
jadikan buku (dibukukan).
B : Buat
saya tidak berkeberatan, asal membawa manfaat untuk umum.
A : Jadi,
Saudara setuju?
B : Ya.
Sangat setuju.
A : Terima
kasih. Sekarang saya ingin menanyakan, maksud Saudara menemui saya. Dan tadi
Saudara ada menyebut tentang agama Kristen dan Islam.
B : Begini
Pak Kiai, secara terus terang dengan hati ikhlas saya sampaikan bahwa saya
adalah seorang yang beragama Kristen Katholik. Sering kali juga saya membaca
buku-buku agama Islam, dan majalah-majalah Islam, terutama majalah Kiblat yang
terbit di Jakarta. Dengan membaca buku-buku dan majalah-majalah tersebut, lalu
timbul keinginan saya untuk mempelajari dan meneliti agama Islam. Akan tetapi
keinginan itu selalu saya sembunyikan saja.
A : Dimanakah
Saudara mendapat buku-buku Islam dan majalah Kiblat?
B : Secara
tidak disengaja, saya sering menemukan di mejanya kawan. Mula-mula saya tidak
hiraukan. Karena buku dan majalah tersebut berlainan dengan keyakinan saya.
Pada suatu malam saya tidak bisa tidur, padahal saya ingin beristirahat. Lalu
saya mondar-mandir di kamar tidur, keluar masuk kamar, lalu saya lihat majalah
Kiblat di atas meja. Mungkin kepunyaan kawan yang ketinggalan waktu bertamu
ketempat saya. Secara tidak di sengaja saya ambil majalah tersebut, tanpa kesadaran
saya bawa ke tempat tidur, lalu saya buka-buka lembaran, mungkin ada bacaan atau
ceritera-ceritera yang dapat mendorong saya supaya tidur. Kemudian pada suatu
halaman, saya menjadi terkejut melihat suatu artikel tentang “Kristen”. Tanpa
pikir, saya membaca. Mula-mula hati saya selaku seorang Kristen merasa
tersinggung. Akan tetapi seolah-olah ada daya tarik yang memerintahkan saya
supaya terus membacanya. Setelah selesai saya membacanya, pada saat itulah
secara tiba-tiba timbul dorongan hati saya untuk berpikir dan meneliti
kebenaran keyakinan saya. Entah karena apa saya lantas ingin membaca buku-buku
Islam, dan majalah-majalah Islam. Malah seringkali saya cari-cari pinjaman
majalah Kiblat pada kawan-kawan yang berlangganan. Makin lama, bertambah timbul
dorongan hati saya untuk meneliti ajaran Islam dan Kristen dan ingin
membandingkan tentang i’tikad Ketuhanan antara dua agama tersebut. Secara
diam-diam saya terus membaca-baca buku- buku Islam di samping membaca kitab
Injil yang menjadi keharusan saya selaku pemeluk agama Kristen.
A : Apakah
Saudara telah mempelajari Kitab Injil cukup mendalam?
B : Menurut
perasaan saya, Kitab Injil itu telah saya pelajari dan saya anggap cukup
mendalam. Ini hanya menurut ukuran kemampuan yang ada pada saya saja. Entah lagi
dalam penilaian orang lain.
A : Kemudian
bagaimana kelanjutan keinginan Saudara?
B : Setelah
saya meneliti buku-buku Islam dan Kristen yang saya temui, maka dorongan hati
saya untuk melepaskan keinginan saya tak dapat saya tahan. Lalu saya mulai
tanya-tanya tentang agama lslam pada beberapa orang yang saya temui. Tetapi keterangannya
itu belum ada yang memuaskan hati saya.
A : Kepada
siapa saja Saudara bertanya tentang ajaran Islam?
B : Kepada
siapa saja yang saya temui, di samping pembicaraan yang lain. Jadi, saya
bertanya-tanya merupakan selingan-selingan saja daripada yang menjadi pokok
pembicaraan. Jadi, tidak secara langsung.
A : Setelah
itu, adakah suatu pengaruh pada Saudara?
B : Ya.
Anehnya saya mulai tidak rajin lagi pergi ke gereja. Mungkin inilah pengaruhnya.
A : Kemudian
bagaimana?
B : Oleh
karena saya tidak merasa puas dari orang-orang yang memberikan keterangan
tentang Islam, lalu saya bicarakan kepada Saudara Markan. Oleh Saudara Markan
saya diajak ke rumah Bapak Kiai Baha. Maka saya perlukan datang kemari diantar
oleh Saudara Markan.
A : Mungkin
Saudara belum mendalam mempelajari kitab Injil. Apakah tidak sebaiknya Saudara
meneliti kembali ajaran-ajaran agama Kristen sebelum diadakan pertemuan.
B : Kalau
begitu, apakah orang yang bukan pemeluk Islam tidah dibolehkan mempelajari agama
Islam?
A : Bukan
begitu. Maksud saya ialah bahwa agama Islam itu bersikap toleransi terhadap
semua agama dan pemeluknya. Walaupun ajaran Islam tidak dibolehkan memaksa
siapa pun untuk memeluk agama Islam. Pemeluk-pemeluk Islam hanya diharuskan melakukan
da’wah terhadap siapa pun yang sudi menerimanya.
B : Akan
tetapi, saya pun memeluk agama Kristen bukan karena ikut-ikutan. Pendirian saya,
setiap orang bebas memilih agama menurut keyakinannya. Jadi, berpindah agama menurut
keyakinannya pula, yang tentu sebelumnya didahului oleh penelitian dan pertimbangan-pertimbangan
yang mendalam sesuai dengan kemampuannya, baik dengan perantaraan buku-buku,
Kitab-kitab, maupun dengan soal jawab (diskusi) atau lainnya.
A : Betul.
Akan tetapi asalkan dengan cara yang wajar, sehingga tidak menimbulkan salah
penafsiran antara pemeluk suatu agama dan penganut agama yang lain. Itulah yang
saya maksudkan agar kedatangan saya kepada Bapak Kiai tidak sampai timbul
sangka-sangka dan dugaan-dugaan yang tidak wajar, melainkan dengan tujuan
mencari kebenaran dalam memeluk suatu agama. Ringkasnya, saya ingin memeluk
suatu agama di atas dasar penelitian dari segi ratio maupun dengan ilmu jiwa,
dari segi ilmiah, sehingga menimbulkan keyakinan yang kokoh dalam jiwa saya.
Keyakinan yang teguh dan kokoh tentunya tidak mungkin menjadi orang yang
ikut-ikutan.
A : Memang
seharusnya demikian.
B : Ada
saya jumpai, penganut suatu agama disebabkan karena keturunan, karena ayah dan
ibunya menganut suatu agama, karena pengaruh pergaulan, lingkungan, pengaruh keadaan
atau bisa jadi maksud untuk berlindung atau lainnya. Oleh karenanya, saya
berani bersumpah bahwa saya tidak termasuk pada orang-orang yang saya sebutkan
itu.
A : Saya
hargai pendirian Saudara itu.
B : Oleh
karena itulah saya menemui Bapak Kiai untuk menguraikan isi hati saya yang
telah lama saya kandung. Akan tetapi apakah tidak sebaiknya Bapak Kiai
memberikan waktu kepada saya; terserah menurut kesempatan Bapak Kiai karena
sekarang sudah tengah malam. Akan tetapi sebisa-bisanya secepat mungkin.
A : Baik.
Besok malam saja Saudara datang lagi. Dengan catatan tidak usah beritahukan dulu
pada orang lain. Saya usahakan tempatnya.
B : Akan
tetapi bagaimanakah kalau ada orang yang datang ingin mendengarkan saja?
A : Pokoknya
pertemuan kita diusahakan supaya tidak sampai diketahui orang lain. Tetapi kalau
dipandang perlu, saya kira boleh saja daripada hasil pertemuan kita diberitahukan.
Sekiranya besok malam ada orang datang hanya ingin mendengarkan, hal itu
terserah kepada mereka sendiri. Pokoknya kita tidak mengundang mereka, dan
mereka tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran dalam pertemuan kita.
B : Baiklah.
Semoga pertemuan kita dapat diatur antara pribadi dengan pribadi, bukan untuk umum.
A : Memang
demikianlah rencana saya dan supaya Saudara-saudara yang ada disini tahu.
B : Saya
setuju pendapat Bapak Kiai.
A : Adakah
Saudara mempunyai Kitab Injil?
B : Ya.
Saya mempunyai kitab perjanjian lama, perjanjian baru, dan yang berbahasa Inggris:
“The Holy Bible” dan ada juga kitab bahasa Belanda, Bijbelle - zingen voor het
Huisgezin dan ada juga “Alkitab” terbitan tahun 1968, dan yang terbitan tahun
1970 dan kitab “Zabur”.
A : Saya
harap kitab-kitab yang Saudara sebutkan itu dibawa semuanya besok malam.
B : Ya,
saya akan bawa semuanya. Apakah Bapak Kiai mempunyai juga kitab tersebut?
A : Dulu
pernah mempelajarinya. Tetapi dipinjam oleh kawan yang sampai sekarang belum dikembalikan.
Namun saya telah membacanya.
B : Kalau
begitu, saya akan bawa semua kitab-kitab Kristen yang ada pada saya.
A : Harapan
saya memang demikian.
MALAM
KEDUA
A : Sejak
kapankah Saudara beragama/masuk agama Kristen?
B : Sejak
saya dilahirkan.
A : Apakah
Saudara benar-benar mempelajari bahwa agama Kristen itu suatu agama yang paling
benar?
B : Ya.
Memang saya menyadari.
A : Apakah
Saudara berkeyakinan bahwa Kitab Injil itu suci?
B : Ya,
yakin sekali.
A : Dari
siapakah pengertian Saudara bahwa Bibel itu dari Tuhan Yang Maha Suci?
B : Guru
saya menerangkan bahwa Bibel adalah Kitab Suci berisi pengajaran Tuhan Yesus,
yang dicatat oleh Rasul-rasul Matius, Lukas, Johannes, dan Rasul Markus.
A : Apakah
yang dimaksud suci pada Bibel itu mempunyai arti bahwa Bibel bersih daripada
kesalahan-kesalahan?
B : Betul
demikian. Tetapi kesalahan yang bagaimana yang Bapak maksudkan?
A : Misalnya:
Pada suatu saat ada orang mengabarkan pada Saudara bahwa si A sakit, sedangkan
orang lain memberitahukan bahwa pada saat itu si A tidak sakit. Kedua berita itu
apakah benar semuanya atau salah semuanya, atau salah satunya yang benar?
B : Diantara
keduanya itu tentu salah satu yang benar atau keduanya salah, dan mustahil kedua-duanya
benar.
A : Satu
misal lain; Ada orang berkata si A mempunyai tiga orang anak dan seorang lain
mengatakan si A mempunyai sepuluh orang anak. Apakah dua perkataan itu benar semuanya
atau salah semuanya atau salah satu saja yang benar.
B : Tidak
mungkin benar semuanya, melainkan salah satunya yang benar atau salah semuanya.
A : Kalau
saya mengatakan benar semuanya, bagaimana pendapat Saudara?
B : Itu
adalah mustahil, karena ternyata ada perselisihan diantara keduanya.
A : Andaikata
ada suatu kitab suci, akan tetapi ayat-ayat di dalamnya diantara yang satu
dengan yang lain terdapat berselisihan, apakah kitab itu akan dinamakan Kitab suci?
B : Tentu
bukan kitab suci, karena yang dinamakan kitab suci itu adalah ilham (wahyu)
dari Tuhan yang mustahil terdapat kesalahan atau perselisihan.
A : Jadi,
kalau begitu bukan kitab suci lagi?
B : Betul.
Kesuciannya telah batal.
A : Kalau
demikian, tentu isinya tidak dapat dipercaya, kesuciannya atau kebenarannya. Karena
diantara ayat-ayatnya terdapat perselisihan.
B : Yang
jelas diantara ayat-ayatnya pasti bukan dari Tuhan, atau sudah dicampuradukkan
dengan karangan manusia, sehingga kesuciannya ternoda. Ringkasnya, sudah tidak
suci lagi.
A : Kalau
misalnya di Bibel terdapat selisih antara satu ayat dengan ayat yang lain,
apakah Saudara masih berkeyakinan Bibel itu Kitab Suci?
B : Saya
tidak yakin kalau Kitab Bibel tidak suci. Terkecuali kalau ada bukti-bukti nyata
yang menunjukkan ayat-ayatnya berselisih antara yang satu dengan yang lain,
yang dapat menimbulkan keraguan saya tentang kesuciannya. Menurut penelitian
Bapak, apakah ayat-ayat di Bibel ada yang berselisih?
A : Ya,
banyak yang bersellsih.
B : Di
Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru?
A : Dua-duanya
terdapat beberapa perselisihan antara satu ayat dengan ayat yang lain.
B : Di
bab apa dan pasal serta ayat berapa?
A : Supaya
berurutan, saya atur dalam beberapa pasal: Pertama soal Ketuhanan Yesus. Karena
soal Ketuhanan adalah termasuk kepercayaan pokok pada tiap-tiap agama. Jadi,
soal ini perlu sekali didahulukan. Sesudah itu kita berpindah kepada soal yang
lain yang berhubungan dengan soal agama Kristen yang termaktub dalam kitab
Bibel. Bagaimana pendapat Saudara?
B : Baik.
Saya menyetujui pendapat Bapak.
A : Sekarang
saya ingin bertanya, apakah alasan Saudara bahwa Yesus menjadi anak Tuhan?
B : Dalam
Matius pasal 3 ayat 17 menyebutkan demikian: “Maka suatu suara dari langit mengatakan,
“Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya Aku berkenan”. Juga di Lukas pasal 4 ayat
41, menyebutkan, bahwa Yesus itu Anak Allah.
A : Kalau
begitu, silakan buka Matius pasal 5 ayat 9.
B : Baik.
Dalam pasal dan ayat itu menyebutkan: “Berbahagialah segala orang yang mendamaikan
orang, karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah.”
A : Berdasarkan
ayat tersebut yang dimaksudkan “Anak Allah” itu ialah orang yang dihormati seperti
Nabi. Kalau Yesus dianggap anak Allah maka semua orang yang mendamaikan manusia
pun menjadi Anak-anak Allah juga. Jadi, bukan Yesus saja Anak Allah, tetapi ada
terlalu banyak.
B : Dalam
Yahya pasal 14 ayat 9 disebutkan: “Siapa yang sudah nampak Aku, ia sudah nampak
Bapa”, dan di ayat 10 disebutkan: “Tiadakah engkau percaya bahwa Aku ini di
dalam Bapa, dan bapa pun didalam Aku? Segala perkataan yang Aku ini katakan
kepadamu bukanlah Aku katakan dengan kehendak sendiri, melainkan Bapa itu yang
tinggal di dalam Aku. Ialah mengadakan segala perbuatan itu”.
A : Baiklah.
Silakan Saudara periksa Yahya pasal 17 ayat 23.
B : Baik.
Di pasal ini disebutkan bahwa “Aku di dalam mereka itu, dan Engkau di dalam Aku;
supaya mereka itu sempurna di dalam persekutuan.”
A : Perhatikan
di ayat ini ada tersusun kata “Aku didalam mereka”. Kata “mereka” di ayat ini
ialah sahabat Yesus. Sedang yang dimaksudkan “dengan Aku” ialah Tuhan. Jadi,
kata “Aku beserta mereka” artinya Tuhan beserta sahabat-sahabat Yesus. Jadi,
Tuhan itu beserta Yesus dan sahabat-sababat Yesus. Kalau Saudara percaya hal
kesatuan Yesus dengan Bapa, maka Saudara pun harus percaya tentang kesatuan Bapa
itu dengan sekalian sahabat Yesus yang 12 orang jumlahnya. Jadi, bukan Yesus
dan Roh Suci saja yang menjadi satu dengan Tuhan, melainkan harus ditambah 12
orang lagi. Ini namanya persatuan Tuhan atau Tuhan Persatuan, bukan hanya Tri Tunggal
tetapi 15 tunggal. Jadi, berdasarkan perselisihan ayat-ayat tersebut, yang
manakah yang benar: Tiga menjadi Tunggalkah atau 15 menjadi Tunggal? Ayat yang manakah
yang akan Saudara yakinkan, yang tiga menjadi tunggalkah atau yang 15 itu?
B : Tunggu
dulu, Pak. Ini agak membingungkan saya.
A : Tentu
akan lebih membingungkan Saudara kalau saya tunjukkan ayat yang lain. Silakan
periksa Yahya pasal 17 ayat 3.
B : Baik.
Di sini menyebutkan, “Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka mengenal
Engkau, Allah yang Esa, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu.”
A : Di
ayat ini menyebutkan “Tuhan adalah Esa”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh E.
St. Harahap, cetakan II disebutkan bahwa “Esa” itu berarti Satu, pertama (tunggal),
dan di ayat itu juga disebutkan, bahwa Yesus Kristus adalah pesuruh Allah (Utusan/Rasul).
Kalau demikian, manakah yang benar? Bibel yang diakui Kitab Suci oleh Saudara,
tetapi isinya bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Di satu ayat
menyebutkan Tuhan dengan Yesus menjadi satu, di lain ayat lima belas menjadi satu
dan yang lain lagi Tuhan itu Tunggal. Sedangkan di ayat itu pula menyebutkan bahwa
Yesus itu pesuruh Allah, bukan Tuhan. Menurut pengakuan Saudara, suatu Kitab
Suci yang kandungan ayat-ayatnya bertentangan antara yang satu dengan yang lain
tentu sulit sekali dipercaya kesuciannya, karena yang disebut suci itu bersih
dari kekeliruan dan perselisihan.
B : Masih
adakah ayat yang menyebutkan demikian?
A : Ayat
yang bagaimana yang Saudara maksudkan?
B : Ayat
yang menyebutkan bahwa Tuhan itu Esa (Tunggal), bukan tiga menjadi satu.
A : Silakan
buka di Ulangan pasal 4 ayat 35.
B : Baik.
Di pasal dan ayat ini menyebutkan: “Maka kepadamulah ia itu ditunjuk supaya
diketahui olehmu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang
lain lagi.”
A : Jelas
di dalam Bibel sendiri menerangkan bahwa Tuhan itu Esa, Tunggal.
B : Tetapi
itu di dalam Kitab Perjanjian Lama. Apakah terdapat juga di Perjanjian Baru?
A : Saudara minta di Perjanjian Baru? Baiklah. Silakan Saudara buka Markus pasal 12 ayat 29.
B : Baik. Di pasal dan ayat tersebut menyebutkan:
A : Saudara minta di Perjanjian Baru? Baiklah. Silakan Saudara buka Markus pasal 12 ayat 29.
B : Baik. Di pasal dan ayat tersebut menyebutkan:
“Maka jawab Yesus kepadanya: Hukum yang terutama ialah Dengarlah olehmu, hai Israil, adapun Allah Tuhan kita, ialah Tuhan yang Esa.”
A : Periksa
lagi di Perjanjian Lama di Ulangan pasal 6 ayat 4.
B : Baik.
Di sini disebutkan: “Dengarlah olehmu, hai Israil. Sesungguhnya Hua Allah Kita,
Hua itu Esa adanya.”
A : Apakah
belum jelas bahwa Bibel sendiri yang menjadi Kitab Sucinya orang Kristen menyebutkan
seterang-terangnya bahwa Tuhan itu Tunggal, bukan tiga menjadi satu atau satu
menjadi tiga. Taruh kata di Bibel ada ayat yang menyebutkan Tuhan itu tiga
menjadi satu. Saya ingin bertanya, yang manakah diantara kedua ayat itu yang
benar? Yang Tunggalkah atau yang tiga menjadi Tunggal? Jadi, salah satu dari dua
ayat tersebut pasti ada yang benar, karena sudah jelas dua ayat itu tidak sama.
Kalau salah satu atau dua-duanya salah, maka kandungan Kitab Suci itu ada yang
salah. Jadi, bukan Kitab Suci namanya.
B : Betul.
Salah satu pasti salah atau kedua-duanya salah.
A : Kalau
demikian, apakah dapat diyakinkan kebenarannya suatu Kitab Suci, kalau kitab suci
itu mengandung kesalahan atau tidak benar isinya?
B : Ya,
yang disebut Kitab Suci itu harus benar dari kesalahan-kesalahan. Kalau tidak demikian
maka batallah kesucian Kitab itu.
A : Menurut
kepercayaan Saudara, apakah Yesus bersatu dengan Allah?
B : Ya,
demikian.
A : Kalau
demikian, tentu Yesus adalah selalu bersama Allah dan Allah selalu bersama Yesus.
B : Betul,
demikian. Sebagaimana tersebut dalam Yahya 10, 30, yang bunyinya sebagai
berikut: “Aku dan Bapa itu satu adanya.” Demikian juga Roh Suci sebab Roh Suci
itu menjadi satu dengan Yesus, sebagaimana tersebut dalam Injil, ialah setelah
Yesus berumur 30 tahun turun Roh Suci kepadanya dan dibabtiskan oleh pembabtis,
yaitu Yahya. Jadi, jelas bahwa Yesus, Roh Suci, Tuhan adalah Tunggal.
A : Kalau
begitu, silakan buka Matius pasal 27 ayat 44.
B : Baik.
Di pasal dan ayat tersebut menyebutkan: “Maka sekira-kira pukul tiga itu berserulah
Yesus dengan suara yang nyaring katanya, “Eli, Eli, lama sabaktani”, artinya: “Ya
Tuhan, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”
A : Berdasarkan
seruan Yesus di ayat itu, jelas bahwa Yesus tidak bersatu dengan Tuhan, yakni
Tuhan meninggalkan Yesus waktu akan disalibkan. Mestinya kalau Tuhan menjadi satu
dengan Yesus, di saat itulah saat tepat untuk menolong Yesus. Tetapi
kenyataannya Tuhan tidak bersatu dengan Yesus sehingga Yesus sendiri minta tolong.
B : Tetapi
Yesus itu hidupnya memang untuk disalib guna menebus dosa manusia.
A : Kalau
hidupnya Yesus memang untuk disalib, mengapa Yesus tidak bersedia dan menolak untuk
disalib? Buktinya ia berseru dengan suara nyaring minta tolong pada Tuhan agar
ia terlepas dari disalibkan. Dengan lain kata, Yesus tidak bersedia selaku penebus
dosa.
B : Betul.
Saya lantas tidak mengerti mengapa ayat-ayat Bibel itu ada yang simpang siur.
A : Dari
sebab itulah mengapa Saudara menyembah Yesus selaku Tuhan yang tidak berkuasa
menyelamatkan dirinya sendiri, malah minta tolong. Pantaskah ada Tuhan demikian?
Dan saya lanjutkan bertanya apakah manusia-manusia yang menyalibkan Yesus itu
dilaknat?
B : Pasti
dilaknat.
A : Mestinya
tidak dilaknat, malah Yesus harus berterima kasih kepada mereka yang
menyalibkan dia, bahkan mereka itu seharusnya mendapat ganjaran. Oleh karena
menurut keterangan Saudara, hidupnya Yesus itu harus disalib untuk menebus dosa-dosa
manusia yang bersedia menyalibkan Yesus maka dosa-dosa manusia tentu tidak ada
yang menebusnya. Jadi, manusia-manusia yang telah menyalibkan Yesus itu berjasa
kepada Yesus dan penganut-penganut Kristen. Akan tetapi mereka yang sudah
terbukti berjasa itu malah dilaknat. Mestinya mereka itu masuk surga dan dipuji-puji
atas jasanya.
B : Ini
memang tidak masuk di akal atau sekurang-kurangnya memang sulit dimengerti;
akan tetapi Roh Tuhan bersatu dengan Yesus itu tidak mustahil. Sebagaimana
banyak manusia yang kesurupan hantu, jin, malaikat atau makhluk-makhluk halus
lainnya, sehingga tindakan-tindakannya dan perbuatannya menurut kehendak makhluk
halus tersebut. Demikian juga ada yang kemasukan Roh Suci seperti Roh Malaikat,
sehingga tindakan-tindakan dan perbuatannya adalah suci.
A : Kalau
demikian, baiklah saya bikin pertanyaan: Manusia yang bersatu (kesurupan) jin itu,
apakah dia disebut jin?
B : Tidak.
A : Yesus
yang bersatu (menerima) Roh Tuhan itu apakah ia disebut Tuhan?
B : Mestinya
tidak juga.
A : Seharusnya
begitu. Jadi, jelas bahwa Yesus yang menerima Roh Ketuhanan tentunya bukan Tuhan.
Manusia yang menerima wahyu Tuhan itu bukan Tuhan melainkan adalah utusannya (pesuruh)
Tuhan. Sesuai dengan pengakuan Yesus sendiri sebagaimana tersebut dalam Yahya
pasal 17 ayat 3 yang berbunyi, “Supaya mereka itu mengenal Engkau. Allah yang
Maha Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu.”
B : Saya
lantas tambah tidak mengerti tentang Ketuhanan Yesus itu.
A : Menurut
keterangan Saudara tadi, bahwa manusia yang bersatu dengan Roh (kesurupan) makhluk
halus seperti roh-roh, jin, dan malaikat maka tindakan dan perbuatannya pasti
menurut kehendak atau menyerupai perbuatan makhluk-makhluk halus itu.
B : Benar
begitu.
A : Kalau
demikian maka Yesus yang Saudara akui bersatu dengan Tuhan, mestinya tindakan-tindakan
dan perbuatannya menyerupai perbuatan Tuhan.
B : Mestinya
begitu.
A : Akan
tetapi kenyataannya tidak demikian. Tuhan tidak tidur tetapi Yesus Tidur, Tuhan
tidak makan tetapi Yesus makan, Allah tidak sakit tetapi Yesus sakit, Tuhan tidak
menyembah kepada siapapun, tetapi Yesus menyembah Tuhan. Tuhan tidak mati, tetapi
Yesus mati, walaupun menurut i’tikat Kristen hidup kembali tetapi ia mati.
B : Menurut
anggapan orang Kristen, salah satu yang menyebabkan Yesus bersatu dengan Tuhan
karena ia mengetahui yang gaib.
A : Kalau
begitu, silakan buka Markus pasal 13 ayat 31-32.
B : Baik.
Ayat itu menyebutkan: “Sesungguhnya langit dan bumi akan lenyap, tetapi perkataanku
kekal. Tetapi akan harinya atau ketikanya itu tiada diketahui oleh seorang juapun,
baik segala malaikat yang di surga pun tidak, atau anak itupun tidak, hanyalah
Bapa saja.
A : Jelas
di Bibel sendiri tertulis, Yesus sendiri mengaku tidak ada yang tahu kapan hari
kiamat melainkan hanya Tuhan sendiri. Jadi, tegas Yesus sendiri tidak mengetahui
waktunya hari kiamat yang termasuk suatu yang gaib. Yang tidak tahu itu pasti
bukan Tuhan.
B : Tetapi
Yesus menyebutkan dirinya di ayat ini dengan kata “Anak” yang berarti ia anak
Tuhan.
A : Silakan
buka Matius pasal 1 ayat 16.
B : Baik.
Di situ disebutkan: “Dan Yakub memperanakkan Yusuf, yaitu suami Maryam; ia yang
melahirkan Yesus yang disebut Kristus.”
A : Jelas
bahwa yang diperanakkan itu pasti bukan Tuhan sebagaimana tersebut dalam ayat
tersebut. Silakan periksa lagi Keluaran pasal 4 ayat 22.
B : Baik.
Di situ disebutkan: “Maka pada saat itu hendaklah katamu kepada Fir’aun
demikian: “Inilah Firman Tuhan, bahwa Israel itulah anak-Ku laki-laki, yaitu
anakku yang sulung”.”
A : Di
ayat ini disebutkan bahwa Israel adalah anak Tuhan yang sulung, sedangkan Yesus
tidak disebutkan anak yang ke berapa. Silakan buka lagi Yeremia pasal 31 ayat
9.
B : Ayat
ini menyebutkan: “Akulah Bapa bagi Israel; dan Efraim itu anak yang sulung.”
A : Jelas
sekali bahwa berdasarkan Bibel sendiri Anak Tuhan itu banyak, bukan Yesus saja.
Padahal sebenarnya yang dimaksudkan dengan “Anak” dalam Bibel itu ialah mereka
yang dikasihi oleh Tuhan, termasuk Yesus. Jadi, bukan anak yang sebenarnya.
B : Tetapi
dalam Matius pasal 1 ayat 18 menyebutkan sebagai berikut: “Adapun kelahiran Yesus
Kristus demikian adanya. Tatkala Maryam, yaitu ibunya, bertunangan dengan Yusuf
sebelum keduanya bersetubuh, maka nyatalah Maryam itu hamil daripada Ruhul Kudus.
Roh Kudus artinya Roh Tuhan. Oleh karenanya maka Yesus itu adalah anak Tuhan,
sebagaimana juga di Matius pasal 1 ayat 20 menyebutkan: “Yusuf bermimpi seorang
Malaikat. Tuhan berkata: “Hai, Yusuf anak Daud, janganlah engkau kuatir menerima
Maryam itu menjadi isterimu karena kandungan itu terbitnya daripada Ruhul Kudus”.”
A : Kalau
begitu, silakan buka Kisah Para Rasul pasal 6 ayat 5.
B : Baik.
Ayat itu menyebutkan: “Maka perkataan ini diperkenankan oleh sekalian orang
banyak itu, lalu memilih Stephanus, yaitu seorang yang penuh dengan iman, dan
Ruhul Kudus, dan lagi Philippus, dan Prokhorus, dan Nikanor, dan Timon, dan
Parmenas, dan Nikolaus, yaitu mualaf asalnya dari negeri Antiokhia.”
A : Jadi,
berdasarkan ayat Bibel sendiri menunjukkan bahwa Ruhul Kudus itu bukan pada Yesus
saja. Ini menunjukkan bahwa Ruhul Kudus itu Ruh Suci, atau Ruh Kesucian yang
maksudnya roh yang bersih dari roh-roh kotor, bukan seperti roh setan atau
hantu. Sebagaimana halnya pada Nabi lainnya dengan roh sucinya. Menurut Al-Qur’an
Ruhul Kudus (roh suci) itu berarti Jibril. Di Bibel sendiri menyebutkan bahwa para
Nabi yang terdahulu adalah Kudus.
B : Di
Bibel pasal berapa menyebutkan demikian?
A : Silakan
periksa Surat Kiriman yang kedua dan pada Surat Petrus yang Kedua pasal 3 ayat
2.
B : Baik.
Pasal dan ayat ini menyebutkan: “Supaya kamu ingat perkataan yang sudah disabdakan,
dahulu oleh Nabi yang kudus dan akan hukum Tuhan lagi Juru Selamat, dengan jalan
Rasul-rasul yang disuruhkan kepadamu.”
A : Jelas
di Bibel sendiri menyebutkan bahwa Ruhul Kudus itu bukan Tuhan, dengan lain
kata bahwa Yesus dalam kandungan Maryam itu bukan Tuhan atau Roh Tuhan, melainkan
adalah roh bersih, suci, dengan izin atau perintah Allah yang dikaruniakan kepada
hamba yang dikehendakinya. Lebih jelas harap Saudara periksa dalam Kisah Para Rasul
pasal 5 ayat 32.
B : Ayat
tersebut menyebutkan: “Dan kami inilah saksi atas segala perkara itu. Demikian
juga Ruhul Kudus yang dikaruniakan Allah kepada sekalian orang yang menurut
Dia.”
A : Silakan
periksa lagi dalam Lukas pasal 1 ayat 41.
B : Pasal
ini menyebutkan bahwa: “Maka berlakulah tatkala Elisabeth mendengar salam
Maryam itu, meloncatlah kanak-kanak yang di dalam rahimnya itu dan Elisabeth penuh
dengan Ruhul Kudus.”
A : Sudah
jelas sekali bahwa arti Ruhul Kudus itu adalah Roh Suci yang dikaruniakan oleh
Allah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Kalau sekiranya Ruhul Kudus itu
diartikan dengan Allah atau Roh Allah, maka bukan Yesus saja yang menjadi Tuhan
atau anak Tuhan. Para Nabi dan Elisabeth (istri Zakaria) pun mestinya Tuhan
juga.
B : Yesus
dianggap Tuhan oleh karena ia mempunyai roh Ketuhanan. Terbukti dengan pangkat
Ketuhanannya sehingga ia dapat menghidupkan orang mati. Inilah kesamaan sifat
Allah dengan Yesus.
A : Kalau
begitu, silakan periksa di II Raja-raja pasal 13 ayat 21.
B : Baik.
Di sini ada menyebutkan: “Maka sekali peristiwa apabila dikuburkannya seorang
Anu, tiba-tiba terlihat mereka itu suatu pasukan, lalu dicampakkannya orang mati
itu ke dalam kubur Elisa, maka baru orang mati itu dimasukkan ke dalamnya dan
kena mayat Elisa itu maka hiduplah orang itu pula. Lalu bangun berdiri.”
A : Di sini
menyebutkan malah tulang-tulang Ilyas dapat menghidupkan orang mati. Jadi,
bukan Yesus saja yang dapat menghidupkan orang mati, bahkan tuang-tulang Ilyas
dapat menghidupkan orang mati, yang berarti tulang-tulang Ilyas adalah
Tulang-tulang Ketuhanan. Kalau Yesus di waktu hidupnya dapat menghidupkan orang
mati, akan tetapi Elisa di waktu tak bernyawa. Malah hanya dengan tulang-tulangnya
yang di dalam kubur dapat menghidupkan orang mati. Kalau perbuatan Yesus
dikatakan ajaib, maka Elisa lebih ajaib daripada Yesus. Jadi, seharusnya Ilyas pun
dianggap Tuhan juga. Periksa lagi di I Raja-raja pasal 17 ayat 22.
B : Ya,
di sini menyebutkan: “Maka didengar akan do’a Elisa itu, lalu kembalilah nyata
kanak-kanak itu ke dalamnya sehingga hiduplah ia pula”.
A : Kalau
secara adil, seharusnya Elisa dianggap Tuhan juga.
B : Tetapi
Yesus dapat menyembuhkan orang buta sehingga melihat.
A : Kalau
begitu, periksa II Raja-raja pasal 6 ayat 17 dan ayat 30.
B : Ya.
Di pasal itu menyebutkan yang maksudnya bahwa Elisa dapat menyembuhkan orang buta,
sehingga dapat melihat.
A : Kalau
begitu, Elisa pun harus dianggap Tuhan juga karena menyamai Yesus dan menyamai
sifatnya Tuhan.
B : Sekali
lagi Tuhan Yesus dapat menyembuhkan penyakit lepra (penyakit kusta).
A : Silakan
periksa II Raja-raja pasal 3 ayat 10 dan ayat 11.
B : Baik.
Di pasal dan ayat itu menyebutkan yang maksudnya bahwa Elisa dapat menyembuhkan
orang sakit kusta bernama Naaman.
Jadi, Elisa pun dapat menyembuhkan orang buta dan penyakit kusta -malah dapat menghidupkan orang mati- mengapa tidak diangkat juga menjadi Tuhan?
(K.H. Bahaudin Mudhary)
B : Akan
tetapi pasal kejadian Yesus tanpa percampuran laki-laki dengan isterinya. Inilah
kelebihan rohnya Yesus daripada rohnya Elisa.
A : Asal
Kejadian Nabi Adam tanpa Bapa dan Ibu. Mengapa Adam tidak dianggap Tuhan? Juga
Hawa asal kejadiannya tanpa Ibu. Ia pun bisa dianggap juga Tuhan wanita.
B : Tetapi
Adam dan Hawa kedua-duanya berdosa.
A : Kalau
begitu, Yesus pun berdosa karena Yesus keturunan Maryam, sedang Maryam keturunan
Adam dan Hawa. Yesus sendiri pernah dibawa oleh Iblis ke puncak gunung. Pantaskah
Tuhan dibawa oleh Iblis?
B : Di
mana ceritera itu disebutkan?
A : Di
Bibel. Silakan Saudara periksa Lukas pasal 4 ayat 5.
B : Baik.
Di situ menyebutkan: “Maka Iblis pun membawa dia ke puncak gunung…”.
A : Nah,
suatu kejadian aneh. Tuhan dibawa Iblis yang berarti ia tunduk kepada kemauan Iblis.
B : Walaupun
demikian, Yesus tetap suci bersih dari kesalahan dan dosa.
A : Para
Nabi lainnya pun suci daripada dosa. Akan tetapi mereka tidak menganggap
dirinya selaku Tuhan, malah Yesus sendiri pun tidak juga mengaku Tuhan, sedangkan
pengikut-pengikutnya mempertahankan dia.
B : Tidak
demikian. Nabi-nabi berbuat dosa tetapi Yesus tidak.
A : Nabi-nabi
yang berbuat dosa atau kesalahan itu telah bertobat, lalu diberi ampun oleh
Tuhan sebagaimana juga Yesus pernah minta ampun dan diberi ampun oleh Tuhan.
Mereka para Nabi diberi ampun, artinya dosanya telah habis karenanya, lalu mereka
disebut bersih dari dosa dan kesalahan-kesalahan.
B : Dimanakah
menyebutkan bahwa Yesus merasa ia minta ampun kepada Tuhan?
A : Silakan
Saudara periksa sendiri di Matius pasal 6 ayat 12.
B : Baik.
Di pasal dan ayat tersebut menyebutkan: “Dan ampunilah kiranya kami segala
kesalahan kami, seperti kami ini sudah mengampuni orang yang berkesalahan kepada
kami.”
A : Jelas
Yesus sendiri meminta ampun akan kesalahannya. Jadi, dia pernah berbuat kesalahan.
B : Tetapi
di ayat ini juga ada menyebutkan bahwa Yesus suka memberikan ampun semua
kesalahan orang keadanya.
A : Kalau
hanya begitu, kita pun bisa. Kita pun bersedia memberikan ampun kepada orang-orang
yang berbuat kesalahan kepada kita.
B : Tapi
tidak ada manusia selain Adam yang dilahirkan ke dunia ini tanpa Bapak, melainkan
Yesus saja. Jadi, masih dapat dibenarkan kalau Yesus disebut putera Tuhan, atau
“Tuhan Anak”.
A : Kalau
misalnya ada seorang manusia yang dilahirkan tanpa Bapak dan Ibu maka orang itu
pasti akan diakui oleh Saudara bahwa ia lebih berhak menduduki jabatan Tuhan
daripada Yesus yang dilahirkan tanpa Bapak saja.
B : Tetapi
dalam sejarah manusia belum pernah ada dan mustahil adanya.
A : Kalau
sekiranya ada, maka yang manakah diantara keduanya yang lebih tinggi derajat ketuhanannya
antara Yesus yang dilahirkan hanya tanpa Bapak saja dengan manusia yang
dilahirkan tanpa Bapak dan Ibu?
B : Menurut
akal tentunya manusia yang dilahirkan tanpa Bapak dan Ibu itu lebih tinggi
derajat ketuhanannya. Oleh karena ia dilahirkan lebih ajaib keadaannya daripada
kelahiran Yesus.
A : Benarkah
demikian pendapat Saudara?
B : Ya.
Saya akui manusia yang demikian lebih ajaib daripada Yesus. Akan tetapi saya minta
supaya Bapak tunjukkan di Kitab mana dan Bapak harus mengambil dari kitab yang
terkenal, bukan dari buku-buku dongengan atau ceritera khayalan saja.
A : Supaya
lekas beres urusan ini, silakan Saudara periksa di Kitab Bibel atau Injil, kitab
Suci Saudara sendiri.
B : Di
bab dan pasal berapakah ada menyebutkan?
A : Silakan
Saudara periksa di Surat kepada orang Ibrani pasal 7 ayat 1, 2, 3.
B : Baik.
Di pasal dan ayat ini menyebutkan seperti berikut: “Adapun Melkisedek itu, yaitu
raja di Salem dan Imam Allah Taala, yang sudah berjumpa dengan Ibrahim tatkala
Ibrahim kembali daripada menewaskan raja-raja lalu diberkatinya Ibrahim”.
“Kepadanya juga Ibrahim sudah memberi
bahagian sepuluh esa. Makna Melkisedek itu kalau diterjemahkan pertama-tama artinya
raja keadilan, kemudian pula raja di Salem, yaitu raja damai. “Yang tiada
berbapak dan tiada beribu, dan tiada bersilsilah, dan tiada berawal…”
A : Cukup.
Saudara telah membaca di kitab suci Saudara sendiri, bahwa Melkisedek seorang
raja di Salem tanpa Bapak dan Ibu, malah tiada silsilahnya. Sesuai dengan pendapat
Saudara, apakah cerita yang disebutkan dalam kitab suci Saudara ini berupa
dongengan atau cerita-ceritakah atau khayalan. Kalau dikatakan dongeng atau
ceritera khayalan, maka apakah Saudara akan terima kalau ada yang mengatakan
bahwa kitab suci Saudara ada mengandung cerita-cerita khayalan atau dongengan
yang dibuat-buat. Dan kalau Saudara masih mempertahankan kesucian kitab Saudara
itu, mengapakah Saudara tidak mengangkat Melkisedek menjabat Tuhan juga, malah
jabatan Ketuhanannya tentunya lebih tinggi daripada Yesus. Dan berpegang dengan
pendirian Saudara sendiri bahwa kelahiran Melkisedek itu lebih ajaib dari
Yesus. Oleh karena Yesus dilahirkan tanpa Bapak sedangkan Melkisedek dilahirkan
tanpa Bapak dan Ibu. Selain itu, Melkisedek masih mempunyai kelebihan lagi daripada
Yesus. Oleh karena Yesus dilahirkan dengan bersilsilah yairu dari Maryam, sedangkan
menurut Bibel sendiri Melkisedek dilahirkan tanpa silsilah sama sekali. Apakah
Saudara masih akan mempertahankan Ketuhanan Yesus?
B : Saya
lantas tidak mengerti dan menjadi bingung!
A : Tidak
mengerti itu tidak apa-apa, dan bingung sebenarnya tidak apa-apa. Karena kalau
sudah mengerti, rasa bingung akan lenyap dengan sendirinya.
B : Ya,
saya membenarkan keterangan Bapak. Tetapi dalam Surat Yohanes yang Pertama pasal
1 ayat 1 dan 2 menyebutkan: “Maka pada mulanya ada itu Kalam maka Kalam itu,
serta dengan Allah, dan Kalam itu Allah, dan kalau itu Allah. Ia itu pada
mulanya serta dengan Allah.” Kata “Ia” di ayat ini maksudnya ialah “Yesus”.
Jadi, Yesus beserta dengan Allah.
A : Dalam
susunan ayat tersebut di atas ada kata penghubung ialah: “serta” atau
“beserta”.
Kalau ada orang berkata “Si Salim
dengan si Amin” maka susunan kalimat ini semua orang dapat mengerti bahwa si
Salim tetap si Salim, bukan si Amin. Jadi, berdasarkan ayat Bibel yang Saudara baca
dengan susunan “Ia” (Yesus) beserta Allah, langsung dapat dimengerti bahwa Yesus
bukan Allah, dan Allah bukan Yesus. Jelaslah bahwa Yesus tidak sama dengan Allah.
Dengan kata lain, Yesus bukan Tuhan. Dan di ayat itu juga disebutkan bahwa
kalam itu Allah. Padahal Kalam itu bukan Allah, dan Allah bukan Kalam. Jadi,
Allah lain dan Kalam pun lain.
B : Bagaimana
kalau Yesus disebut saja Anak Tuhan?
A : Saya
sudah jelaskan tentang itu pada Saudara dalam pembicaraan kita yang lalu. Dan
Saudara telah mengakui kebenaran keterangan saya. Sekarang saya tambah. “Kalau
Tuhan itu beranak, baik anaknya berupa manusia seperti Yesus atau lainnya, maka
keesaan Tuhan sudah ternoda karenanya. Sedang kita pun tidak mungkin menodai keesaan
Tuhan.
B : Tetapi
dalam kitab Wahyu pasal 22 ayat 13 menyebutkan: “Maka Aku inilah Alif dan Ya,
yang terdahulu dan yang kemudian. Yang Awal dan Yang Akhir”.
A : Rangkaian
perkataan itu bukan perkataan Yesus sendiri, melainkan firman Allah kepada
Yesus. Bukti kebenaran perkataan saya ini silakan Saudara periksa di kitab Wahyu
tersebut pasal 21 ayat 6.
B : Baik,
pasal dan ayat ini menyebutkan:
“Maka firmannya kepadaku: “Sudahlah
genap; Aku inilah Alif dan Ya, yaitu yang Awal dan yang Akhir”.
A : Jelas
di ayat itu menyebutkan: “Maka firmannya kepadaku”. Siapakah yang berfirman
kepadaku (kepada Yesus) di ayat ini?
B : Tentu
Allah yang berfirman.
A : Jadi,
yang berfirman “Aku inilah Alif dan Ya, yang Awal dan Yang Akhir” bukan
perkataan Yesus sendiri tetapi firman Allah kepada Yesus.
B : Di
Yohanes pasal 5 ayat 58 Yesus berkata: “Sebelumnya Ibrahim, aku sudah ada”.
Jadi, bisa dianggap Yesus itu permulaan.
A : Kalau
Yesus dikatakan “permulaan”, maka dia pun tidak benar. Karena pada mulanya Yesus
itu tidak ada, lalu diperanakkan oleh Maryam dan sesudah itu Yesus mati. Walaupun
ia dikatakan hidup lagi. Dan orang sudah mati itu tidak bisa dikatakan: “seorang
yang terkemudian”. Dan kalau Yesus itu hidup lagi, tidak bisa dikatakan: “permulaan”.
Jadi, terang atau jelas bahwa Yesus itu bukan: “permulaan”, bukan pula: “yang
terkemudian”. Bukan: “yang Awal” maupun “yang Akhir”.
B : Saya
lantas makin tidak mengerti. Malah tambah membingungkan saya karena pada mulanya
Yesus itu tidak ada, lalu diperanakkan oleh Maryam dan sesudah itu Yesus itu
mati. Yang pada mulanya tidak ada, tidak bisa disebut: “permulaan”. Kalau Yesus
diperanakkan, mustahil bisa disebut “permulaan”. Dan kalau Yesus pernah mati,
mustahil juga bisa disebut: “yang terkemudian”.
A : Supaya
lebih jelas kepada Saudara maka saya hadapkan pertanyaan: Andaikan Yesus itu
disebut “permulaan”, maka apa dengan dasar inikah Saudara mengakui Yesus itu
Tuhan?
B : Ya,
betul begitu.
A : Kalau
demikian, bagaimanakah anggapan Saudara kalau sekiranya dalam kitab suci Saudara
menyebutkan bahwa ada seorang manusia Yesus yang tidak ada permulaannya dan
tidak ada kesudahannya? Apakah manusia itu akan diakui Tuhan juga oleh Saudara?
B : Di
pasal manakah menyebutkan demikian?
A : Sebelum
saya tunjukkan, apakah saudara masih tetap berpendirian akan mengakui Tuhan
kepada seorang yang tidak ada permulaan dan kesudahannya, sebagaimana Saudara
ber-Tuhan kepada Yesus?
B : Kalau
betul ada, tentu saya bimbang atau sekurang-kurangnya meragukan saya atas
kebenaran Yesus selaku Tuhan.
A : Mestinya
Saudara mengakui Tuhan dua-duanya. Dengan lain kata, di samping Yesus ada lagi
Tuhan tambahan.
B : Ya,
bisa juga begitu. Akan tetapi tentu saja keyakinan saya lantas tambah tidak
karuan. Di pasal manakah ada menyebutkan ada seorang manusia yang tidak ada
permulaan dan kesudahannya?
A : Saya
telah katakan di kitab suci Saudara sendiri. Silakan buka Surat kepada Orang Ibrani
pasal 7 ayat 2 dan 3.
B : Baik.
Seperti tadi sudah kita baca sampai baris pertama ayat ketiga dari pasal tersebut
sebagai berikut:
“Melkisedek yang tiada berbapa dan
tiada beribu dan tiada bersilsilah dan tiada berawal dan berkesudahan hidupnya,
melainkan ia diserupakan Anak Allah, maka kekallah ia selama-lamanya”.
A : Bagaimana
perasaan Saudara dengan susunan ayat ini? Berdasarkan ayat ini bukan Yesus saja
yang menjadi “permulaan” tetapi juga Melkisedek.
B : Keyakinan
saya memang jadi bimbang terhadap ketuhanan Yesus.
A : Bimbang
atau tidaknya terserah Saudara. Yang jelas, tidak ada niat sama sekali untuk
mengajak Saudara meninggalkan agama Kristen. Yang penting adalah rembukan dan
penelitian semata-mata. Meneliti dan menganalisa terhadap sesuatu adalah hak semua
orang, asalkan penelitian itu benar-benar tidak mengganggu ketenteraman umum.
B : Terima
kasih. Dan saya masih akan bertanya lagi pada bapak. Maklumlah, saya ini sedang
mencari kepuasan yang dapat menimbulkan keyakinan saya dalam memeluk agama.
A : Silakan
Saudara bertanya. Keyakinan itu timbul setelah menyelidiki dan meneliti dengan kepuasan.
Di dalam agama Islam tidak ada paksaan. Yang penting adalah menyampaikan (da’wah),
tidak lebih dari itu. Teruskanlah pertanyaan Saudara.
B : Setelah
kita bersoal jawab tentang ketuhanan Yesus, timbullah keraguan dalam hati saya,
namun apakah bapak masih bersedia menunjukkan ayat-ayat Bibel yang menyatakan
bahwa Yesus itu bukan Anak Tuhan?
A : Walau
telah saya tunjukkan ayat-ayat Bibel sendiri tentang pengakuan Yesus sendiri
bahwa Tuhan itu Tunggal, namun demi pengharapan Saudara, akan saya penuhi juga.
Akan tetapi apakah tidak sebaiknya kita lanjutkan besok malam saja oleh karena
waktu sudah malam (jam 12.25).
B : Ya,
terima kasih. Besok malam saja kita lanjutkan.
Kredit : Dialog Masalah Ketuhanan Yesus
Penulis : K.H. Bahaudin Mudhary
Penerbit : Kiblat Centre Jakarta
Cetakan : ke-3 tahun 1984Artikel lanjutan: Ketuhanan Yesus dalam Bibel (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar