Minggu, 11 Desember 2016
Kekasih
Ketika
Malaikat Maut mendatanginya, demikian dikisahkan Hujjatul Islam Al Ghazaly
dalam Ihya’ ‘Ulumiddin, Ibrahim ‘Alaihissalam bertanya, “Tanyakan pada Rabb
kita ‘Azza wa Jalla, adakah Kekasih yang tega mencabut nyawa kekasihNya?” Maka
Malaikat Maut memghadap Allah dan Diapun berfirman, “Katakan pada Ibrahim:
Adakah kekasih yang tak ingin berjumpa dengan Kekasihnya?” Ketika hal itu disampaikan
kepada Ibrahim ‘Alaihissalam, maka berkatalah beliau, “Ambillah nyawaku
sekarang juga!” Seorang tokoh yang agaknya berlebihan dalam mengkhawatirkan
kebablasannya kaum muslimin dalam memuliakan Nabi ﷺ pernah mengatakan, “Sesungguhnya
ziarah ke kubur Nabi ﷺ tidak termasuk rukun,
wajib, ataupun sunnah haji. Saya pernah 12 tahun tinggal di Madinah, dan tak
sekalipun melakukan ziarah.” “Aduhai”, tanggap seorang ‘Alim dari Jawa, “Itu
bukan dia yang tak mau ziarah. Adalah Nabi ﷺ yang tak ingin
diziarahi olehnya. Memang ziarah ini bukan termasuk sunnah haji, wajib
haji, ataupun rukun haji. Tapi ia adalah rukun cinta, wajib cinta, dan sunnah
cinta. Mana ada pencinta yang tak ingin mengunjungi yang dicintainya?” “Siapa yang
menziarahiku sesudah kematianku, maka seakan dia mengunjubgiku di kala hidupku.”
(HR Ad Daruquthny)
Syaikh
Samiy ‘Abdullah Al Maghluts, penyusun Atlas Sejarah Al Quran dan
Atlas Sirah Nabawiyah itu merinci Adab Ziarah kepada Nabi ﷺ sebagai berikut:
1) Meniatkan ziarah ke Masjid Nabawi yang mulia, sebab tidaklah
ditekankan memayahkan diri untuk rihlah melainkan menuju tiga Masjid suci.
2) Memasuki Masjid Nabawi dengan adab-adab dan doanya.
3) Mengupayakan agar dapat menunaikan shalat sunnah dan berdoa di
Raudhah Asy Syarifah.
4) Keluar dari Raudhah dan berbelok ke kiri menuju Rumah Nabi ﷺ, tempat beliau
berbaring bersama dua sahabatnya yang agung.
6) Bergeser sedikit dan beruluk salam kepada sahabatnya Ash Shiddiq
yang setia, “Assalamu ‘alaika, ya Aba Bakr warahmatullahi wa barakatuh.
Radhiyallahu ‘anka wa jazakallahu ‘an ummati Muhammadin ﷺ khayran.”
7) Berlanjut kepada sahabatnya Al Faruq yang perkasa dan mengucapkan,”Assalamu
‘alaika, ya ‘Umar warahmatullahi wa barakatuh. Radhiyallahu ‘anka wa
jazakallahu ‘an ummati Muhammadin ﷺ khayran.”
8) Keluar melalui pintu Baqi’ dan berziarah ke Baqi’ Al Gharqad jika
memungkinkan sesuai dengan Adab Ziarah Kubur dalam Sunnah Shohihah.
Karena cinta, insan melakukan tindakan-tindakan luar biasa. Ya, bukti
utama cinta adalah ittiba’ kepadanya, mengikuti sunnahnya. Tapi lebih dari itu
pula, hati tak kan dapat dicegah untuk merindu, bersyahdu, berdekat-dekat,
menghormat, dan berkorban baginya.
Seperti Mu’adz ibn Jabal yang tak dicegah ‘Umar untuk menangis di sisi
Rasulullah ﷺ, seperti Abu Sa’id Al Khudri yang menempelkan kepalanya di sana
semalaman, seperti Sultan ‘Abdul Hamid II dari Daulah ‘Utsmaniyah yang dicatat
dalam sejarah melakukan hal yang mengesankan.
Beliau memerintahkan agar rel kereta api Hijaz dalam jarak 20 km dari Madinah
kesemuanya diberi bantalan kapas tebal. Agar apa? Supaya getaran dan suara
derunya tak mengganggu Sang Kekasih ﷺ.
Cara pertama untuk menyampaikan kebaikan adalah menjadi orang baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar