Senin, 26 Desember 2016

Ibu Bekerja vs Ibu Rumah Tangga

Jika dilihat dalam rujukan fatwa para ulama mengenai hukum dasar ibu bekerja, semua menyimpulkan boleh dengan syarat. Syarat tersebut yang berkaitan dengan hal-hal yang menjaga kemuliaan para wanita agar jangan sampai wanita bekerja justru menghilangkan status kemuslimahannya. Intinya, boleh. Apalagi bagi wanita yang pekerjaannya dibutuhkan oleh umat, seperti dokter kandungan atau perawat dan pekerjaan lain yang memang membutuhkan wanita. "Mana yang lebih utama?" Jika membahas tentang keutamaan maka bukan berarti pilihan yang lainnya merupakan kehinaan. Keutamaan hanya menunjukkan lebih tinggi dengan yang lain, itupun dengan syarat. Sebab banyak hadits yang membahas tentang keutamaan-keutamaan. Misal hadits "Muslim yang kuat lebih dicintai daripada Muslim yang lemah". Apakah Muslim yang lemah itu hina? TIDAK. Hanya memang lebih utama Muslim yang kuat. Begitupun perihal ibu bekerja dan ibu rumah tangga.

Maka jawabannya berdasarkan Al-Qur'an dalam surat Al-Ahzab: 33 "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, ...."
Ibu lebih utama di rumah. Apakah keutamaan ini terikat satu poin saja? Tidak. Sebab bersyarat. Ibu di rumah lebih utama jika menjalankan fungsi keibuan. Ibu rumah tangga akan mendapatkan sisi yang positif, mendapatkan derajat yang baik jika menjalankan fungsi keibuan.

Apa yang harus dimiliki seorang ibu terkait fungsi keibuan?

Dalam sebuah H.R. Muslim, Rosul menyebutkan "Nikahilah olehmu seorang wanita yang:
a. Al-walud (subur, untuk perbaikan keturunan agar bisa dibanggakan Rosululloh di hari akhir); dan
b. Al-wadud, akar katanya al-wudd (QS. Maryam: 96 "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholih, kelak Alloh yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.") memiliki makna yang sama dengan al-mawaddah (QS. Ar-Rum ayat 21: "Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang..."). Jika al-mawaddah bermakna kasih dan sayang untuk pasangan, maka al-wadud bermakna kasih dan sayang untuk anak yang menyebabkan seorang anak ingin selalu mendekat kepada ibu.

Indikator saat kita menjalankan fungsi keibuan adalah ketika anak selalu ingin menempel pada ibunya. Inilah yang akan kita bahas dan kita evaluasi apakah ibu rumah tangga dan ibu bekerja memiliki Al-wadud ini.

Jika fungsi keibuan -yaitu al-wadud- dijalankan, ciri keberhasilannya adalah apakah ibu dirindukan atau tidak.

Sebab petaka pertama pengasuhan adalah ketika ibu tak lagi dirindukan. Ibu bekerja dan ibu rumah tangga sama-sama memiliki hak dan kewajiban untuk menjadi ibu yang dirindukan. Bukan lagi membahas mana yang lebih utama. Karena saat ini banyak ibu rumah tangga namun tak dirindukan sebab hilangnya sifat Al-wadud.

Awal seorang ibu memiliki anak sifat al-wadud masih kuat. Bagaimana agar al-wadud terjaga? Agar ibu tetap menjadi yang dirindukan, anak selalu ingin bersama ibunya, maka lihat ciri-cirinya. Saat anak dipeluk atau didekati apakah ia menolak atau merasa nyaman. Indikasi kedua ketika anak tak mau bercerita karena kecelakaan bagi orangtua adalah ketika anak tak lagi bercerita dan memiliki wilayah privasi yang orangtua tidak boleh mengetahuinya.

Misi Pertama Ibu
Mengikat hati anak agar anak takluk hatinya
"Sesungguhnya hati adalah raja, sedangkan anggota tubuh ibarat anggotanya". Majmu' al Fatawa.

Tips mengikat hati anak

1. Senantiasa berpikir dan berperasaan positif
Terlepas ibu adalah seorang pekerja atau yang di rumah, jika emosi ibu negatif seperti bau busuk yang membuat anak tak mau mendekat. Anak membaca bahasa tubuh ibu. Maka tugas ibu adalah senantiasa berpikir dan berperasaan positif. Ketika ibu mulai memiliki perasaan negatif, maka menghindar dari anak adalah lebih baik. Sekaligus ibu mencari cara bagaimana agar ibu bisa berpikir dan berperasaan positif. Ibu harus memiliki beberapa skill salah satunya menulis, terutama bagi ibu-ibu yang memiliki kecenderungan berpikir dan berperasaan negatif. Ibu yang sering menulis emosinya lebih stabil. Seperti perkataan Iman An-Nawawi, "menulis itu mencerahkan pikiran dan mencerahkan batin". Sebab jika ibu tidak menulis kecenderungan untuk melakukan hal buruk pada anak sangat besar.

2. Belajar menjadikan anak prioritas
(Al-Isro'): 26 - Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya...
(Ar-Rum): 38 - Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya...

Jika ibu bekerja bisa bersabar menghadapi klien maka seharusnya bisa lebih sabar dalam menghadapi anak. Jika ibu bekerja sebagai guru TK dan sangat sabar menghadapi murid-murid, maka semestinya anak ibu lebih berhak mendapatkan kesabaran ibu.

Cara melatih agar anak selalu menjadi prioritas adalah sering melihat wajah anak ketika bayi. Jika sudah muncul amarah pada anak, mengingat wajah bayinya membuat kita akan menjadi lebih sabar.

3. Manajemen waktu
a. Me time adalah hak wanita, istri Rosulullah memiliki  'me time' untuk sholat, berdoa, berpuasa, dan ibadah lain saat ia tidak mendapat giliran. Ibu berhak sholat, membaca al-Qur'an tanpa harus diburu oleh tangisan anak, dan ibu berhak melakukan kesenangan yang dibolehkan oleh agama ini. Suami ambil alih sementara untuk menjaga anak.

b. Couple time, untuk memberikan kekuatan energi pada ibu. Penting bagi ibu untuk punya waktu berdua dengan suami untuk berdiskusi, bercengkerama, bercanda tanpa menyertakan anak. Saat ibu mulai kehilangan al-wadudnya, yang pertama kali harus dievaluasi adalah suami. Sebab artinya itu mewakili perasaan bahwa ia sedang tidak bahagia dengan suaminya. Penting bagi suami membuat ibu bahagia agar al-wadud tak hilang dari ibu.

c. Family time, berkumpul dengan keluarga.

d. Social time, ibu berhak untuk berkumpul bersama teman-temannya.

4. Skill dasar seorang ibu
- Memasak; hal yang membuat anak selalu rindu kepada ibu adalah masakan ibu.
- Menulis (sudah dibahas).
- Memijat; agar anak selalu merasa dekat pada ibu. Sebab ketika anak nyaman dipijat oleh ibu di daerah tertentu, seperti perut, punggung, dan telapak tangan, maka anak akan lancar bercerita dan cenderung terbuka.
- Mendengar; jadilah pendengar setia dengan respon terbaik, bukan sekadar menasehati ketika anak bercerita.

5. Merebut golden moment
Ada 3 waktu yang ibu tidak boleh absen, terutama bagi ibu yang bekerja.

- Hadirlah saat anak sedih; sebab ketika anak sedih, ia memerlukan sandaran jiwa. Siapa pun yang hadir saat itu akan dianggap sebagai pahlawannya, maka ibu wajib menjadi pahlawan yang mendengar kesedihannya apapun dan bagaimana pun kondisi ibu saat itu. Jika tidak mendapati ibunya, maka ia akan mencari 'orang lain' yang bisa jadi berbahaya bagi dirinya. Dicontohkan oleh Rosululloh yang hadir saat ada seorang anak yang sedih karena kehilangan burung pipitnya.

- Hadirlah saat anak sakit; saat anak sakit yang sakit bukan sekadar fisiknya tapi juga jiwanya.

- Hadirlah saat anak unjuk prestasi; anak akan tidak percaya pada ibunya jika ibu tidak datang saat anak unjuk prestasi. Maka bagi ibu yang bekerja, serepot apapun agendakan dengan sekolah sang anak kapan jadwal unjuk prestasi. Hal ini dicontohkan oleh Rosululloh yang selalu hadir saat anak sedang mementaskan prestasinya, Rosululloh hadir saat bani Aslam sedang melakukan lomba memanah.

Maka bagi ibu wajib menjadikan 5 poin ini sebagai pegangan, sudahkah dirindukan, sudahkah anak dekat dengan kita.

Membahas kesadaran bersama bagi para ibu yaitu bahwa anak adalah prioritas. Profesi ibu adalah yang utama, sisanya SAMBILAN saja. Ada 7 indikasi yang ditunjukkan anak sebagai syarat bahwa mau tidak mau ibu harus kembali ke rumah. Ibu tidak bisa memaksakan bekerja saat sudah tampak bahwa anak memiliki 7 indikasi kerusakan:

1. Anak selalu membangkang
Ibu yang gagal mengikat hati anak karena sibuk bekerja, indikasinya adalah anak selalu membangkang. Sebab anak yang dekat dengan ibunya akan taat meskipun dalam keadaan terpaksa.

2. Anak tidak hormat pada ibunya terutama ketika ibu dalam keadaan marah. Jika ibu marah dan anak tambah melawan dan membantah, maka sangat disarankan lebih baik off bekerja daripada kehilangan momen.

3. Anak punya privasi; saat anak memiliki banyak rahasia maka ini menunjukkan indikator bahaya. jika anak memiliki banyak rahasia dari ibunya, hak tersebut adalah tanda bahwa anak tidak nyaman dengan ibunya.

4. Ketika anak tidak pernah mendengar nasehat ibunya sebagai rujukan. Indikator anak yang dekat dengan ibunya adalah ketika anak selalu menjadikan ibu sebagai rujukan.

5. Saat anak tidak betah ada di rumah. Sebab rumah memiliki ratu bernama ibu. Jika ibu tak lagi dirindukan maka anak tidak akan betah di rumah.

6. Anak sudah berani mengatakan kriteria jodoh "asal bukan seperti ibu".

7. Ketika anak tak memahami bahasa tubuh orangtua, bahkan cenderung membiarkan kita tersakiti.

Indikator-indikator ini mohon jadikan sebagai bahan evaluasi. Jangan menunggu 7 hal ini terjadi. Selalu perbaiki kedekatan bersama anak agar menjadi ibu yang dirindukan.

Kenapa banyak ibu yang dimusuhi anaknya? Sebab ada peran yang tertukar antara ibu dengan ayah.

Peran ibu adalah sebagai pemberi rasa aman, sedangkan peran ayah sebagai penegak aturan.

QS. An-Nisa: 34: "Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita..."
Makna pemimpin dari ayat ini adalah sebagai penegak aturan. Ibu jangan mengambil alih peran ini.

Para ayah wajib bantu istri agar tidak kehilangan al-wadudnya. Istri jangan mengambil wilayah aturan. Suami wajib mengingatkan istri bahwa yang menegakkan aturan adalah suami. Maka jika ibu ingin memiliki aturan untuk anak, sampaikan pada suami. Istri hanya memberikan usulan. Anak rusak, itu tanggung jawab suami.

Semoga hal ini bisa menjadikan perbaikan bagi rumah tangga, ketika ibu dan ayah menjalankan fungsinya. Ibu dengan kasih sayang, ayah dengan ketegasannya. Lakukan diskusi bersama.

Penting agar ibu dan ayah selalu melakukan harmonisasi. Sebab biasanya permasalahan anak hanya 20%, sisanya karena komunikasi ibu dan bapak yang tak selesai. Banyak anak yang tidak patuh pada orangtuanya karena sering melihat pemandangan konflik antara ibu dan ayahnya. Ayah wajib bantu ibu menjadi yang dirindukan terlepas ibu bekerja atau di rumah dengan memfasilitasi agar ibu memiliki pikiran dan perasaan yang positif.
-oooOooo-

Bagaimana meyakinkan istri untuk di rumah? Karena istri punya karir yang cemerlang di pekerjaannya.

Tanggapan 1:
Dari pengalaman mengapa saya (seorang ibu) memilih resign, diawali oleh suami yang mengajak musyawarah. Bukan hanya terkait finansial, tapi lebih kepada hal pengasuhan anak. "Jika kamu bekerja, siapa yang mendidik anak?" Hati seorang istri akan tersentuh.
- Temukan kekhawatiran istri mengapa ia masih bekerja. Misal jika finansial, suami pastikan dan meyakinkan bahwa tak akan kekurangan meski ibu tak bekerja.
- Sering diajak kajian tentang keutamaan istri di rumah.
- Suami wajib menunjukkan perhatiannya dengan memuji kelebihan istri.

Tanggapan dari Ust:
Bagaimana agar istri mau mendengar suami?
Dalam pepatah Arab, "Kebaikan akan menaklukkan manusia". Maka nasihat yang tidak masuk kepada pasangan, karena dirasa mungkin belum baik. Bagaimana kebaikan yang menaklukkan manusia?
1. Kebaikan yang sering. Lakukanlah banyak kebaikan kepada istri agar hati istri takluk kepada suami.
2. Kebaikan yang ekstrim. Tidak sering tapi sekalinya berbuat, dengan kebaikan-kebaikan yang besar.

Inilah tradisi yang diajarkan Rosululloh: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada perempuan."


1.  Apakah wajar ketika anak lelaki saya yang berusia 4,5 tahun sangat nempel kepada saya? Sampai usia berapa anak bounding kepada ibunya?
2. Saat suntuk dengan pekerjaan, saya membutuhkan me time. Namun zholimkah terhadap anak karena waktu bersama anak semakin berkurang untuk kerjaan ibu dan untuk me time ibu?

Tanggapan 1:
1. Berikan kesempatan kepada suami agar lebih dekat pada abinya.

Tanggapan dari Ust:
1. Kedekatan kepada anak indikasinya bukan sekadar nempel atau tidak nempel. Indikasi yang lain apakah mampu mengerjakan urusannya sendiri? Karena jika umur 4 tahun masih ingin 'dilayani' oleh ibunya terkait urusan pribadi, maka harus diantisipasi. Sebab usia 4 tahun sudah masuk ke fase independent, fase ketika anak sudah mulai mandiri. Orangtua hanya sebagai partner. Jika terlalu nempel pada ibu bukan berarti ia sangat tergantung pada ibu. Bisa jadi karena anak tak memiliki alternatif yang dilihat dari sosok ayah.

2. Me time yang kebablasan
Anak memang tidak bisa menunggu maka anak harus dipahamkan bukan dengan dibuat jarak antara ibu dan anak. Ibu bisa jujur kepada anak. Sebab menghindar dari anak justru memberikan persepsi yang buruk kecuali kita tidak bisa mengelola emosi yang negatif. Anak tidak bisa mentolerir pekerjaan. Jika tidak bisa berdekatan dengan anak untuk sementara waktu, maka lebih baik jujur pada anak. Cara yang berikutnya, lakukanlah sandiwara pada anak. Kalau dengan klien ibu bisa bersandiwara untuk bisa tersenyum, maka kepada anak harus juga ibu lakukan. Jadilah ibu yang profesional sebagaimana ibu ingin menjadi pekerja yang profesional.

Ust. Bendri Jaisyurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar