Kalau yang kita cintai bersalah karena cintanya pada kita, apa yang perlu
kita lakukan padanya?
Adalah Sarah sangat mencintai Ibrahim. Bahkan ketika Raja Mesir cabul
yang gagal menistanya -karena Allah melindunginya- itu lalu menghadiahkan Hajar
sebagai pelayannya, Sarah justru mempersembahkan Hajar untuk dinikahi sang
suami yang telah lama merindukan putra. Ringkas kisah, merekapun menikah, dan
dari rahim Hajar lahirlah Isma’il yang amat terkasih.
Hati manusia berbolak-balik, perasaannya bergoyah-gayih. Terlebih pula
hati dan perasaan seorang wanita.
Kelahiran Isma’il yang tentu membuat Ibrahim amat bersukacita dan
mencurahkan perhatian jauh lebih banyak pada Hajar sangat mempengaruhi emosi
Sarah. Dia cemburu. Dan dalam puncak kecemburuan yang meledak menjadi amarah,
seperti dikisahkan Imam Ibn Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah, diapun
berkata, “Demi Allah, akan kupotong 3 anggota tubuh Hajar.” Marahkah Ibrahim?
Tidak. Karena Ibrahim tahu, Sarah bersumpah karena marah, dia
marah karena cemburu, dia cemburu karena cinta. Dia hanya menyuruh Hajar pergi
menghindar, bahkan dengan menjuntaikan kainnya agar terhapus jejaknya di
pasir hingga Sarah tak tahu ke mana harus mengejar.
Masyaallah. Kelak, sumpah Sarah tetap dipenuhi, hanya saja dalam keadaan
saling hormat serta penuh cinta, mewariskan bagi kita kebiasaan menindik
dua telinga untuk anting-anting dan khitan bagi wanita. ‘Aisyah juga sangat
mencintai suaminya, Muhammad ﷺ. Maka ketika
suatu hari beliau menerima tetamu di rumahnya, alangkah bahagia dia mendapat
kehormatan itu.
Tapi sekelebat kejadian mengganggu hatinya. Seorang utusan datang,
membawakan suguhan lezat yang dimasak istri Nabi ﷺ yang lain untuk menjamu para tamu itu. “Ini rumahku, tamu Rasulullah ﷺ adalah tamuku,
mengapa ada yang lancang menjamu tanpa izinku?”, begitu fikirnya.
Tak berfikir panjang, didekatinya meja hidangan, diambilnya pinggan,
dibantingnya hingga pecah berantakan dan makananpun berhamburan. Para tamu
terlongo keheranan.
Marahkah Rasulullah ﷺ?
Tidak. Beliau ﷺ tahu ‘Aisyah membanting piring karena marah, dia marah karena
cemburu, dia cemburu karena cinta. Maka permintaan maafnya kepada para tamu sangat datar, wajar, dan
tanpa menyalahkan siapapun jua, apa lagi berdrama agar pribadinya tak
kehilangan muka. Kalimat itu sangat bersahaja. “Gharat Ummukum... Maafkan, Ibu
kalian cemburu.” Dalam riwayat Imam Al Bukhari dari Sayyidina Anas ibn Malik,
Sang Nabi ﷺ bahkan memunguti pecahan wadah itu, menahannya
dengan tangannya, lalu memasukkan kembali makanan yang tak kotor ke dalamnya
dan bersabda, “Silakan kalian makan.” Nanti, ketika ‘Aisyah menyesali
kesalahannya dan ingin menebusnya, beliau ﷺ pun hanya tersenyum dan bertitah, “Pinggan diganti pinggan.” Saya
menyimak kaidah penting ini di suatu ba’da Maghrib dalam majelis Gurunda Ustadz
Dr. Firanda Andirja di Masjid Nabawi sebakda haji: “Janganlah marah pada yang
bersalah karena cinta.” Betapa agungnya ia kita ‘amalkan dalam hubungan suami
istri, dalam hidup berrumahtangga. Sebab sungguh sebagian besar atau bahkan
semua kesalahan orangtua kita, saudara kita, pasangan kita, putra-putri kita,
juga semua yang mencintai kita dan sebaliknya; tidaklah disebabkan niat jahat,
maksud buruk, ataupun kesengajaan menyakiti. Kesalahan itu sering lahir
justru dari cinta.
Atau pula, bahkan dalam dakwah kita. Inilah
barangkali sebabnya mengapa Rasulullah ﷺ tak marah pada Malik ibn Sinan Al Khudzri
yang menghisap darah dari luka beliau di Perang Uhud lalu tak mau
memuntahkannya. Bahkan beliau ﷺ lalu bersabda, “Siapa yang ingin melihat penduduk surga, lihatlah
lelaki ini.” Malik pun akhirnya gugur syahid.
Guru junjungan saya, Allahuyarham KH Mu’tamid
Cholil pernah berkata, “Ada tempat dan waktunya di mana kadang cinta
mengalahkan hukum.” Ya, ini tidak selalu berlaku. Tapi dalam dakwah, kita
diingatkan untuk tak tergesa marah pada mereka yang barangkali mengamalkan
sesuatu yang salah, tapi salah itu timbul dari cinta pada Allah, agama ini,
RasulNya ﷺ, dan para pewarisnya.
Ya Allah anugrahkanlah kami hikmah, karena
siapa yang dikaruniai hikmah, dia telah diberi kebaikan yang banyak.
@salimafillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar