Ada dua masa dimana manusia berdiri di hadapan Tuhannya. Di akhirat, tentu saja saat berada di padang mahsyar, menanti hisab amal perbuatan di dunia. Sebagaimana kabar dari Al-Qur'an "Yauma yaquumun naasu li robbil 'aalamiin". Di dunia, yakni saat tengah sholat. Betul, saat berdiri sholat adalah masa (di dunia) ketika kita semua berdiri di hadapan Alloh. Karena itu wajar jika Husain bin 'Ali terlihat gemetar usai berwudhu. Saat ada yang bertanya ihwal kondisinya, beliau menjawab, "Celaka kamu. Tahukah di hadapan siapa aku akan berdiri?"
Dalam kehidupan dunia, berdiri di hadapan orang pemimpin, ahli ilmu, kesepuhan, orang berpangkat, dan berkedudukan saja harus penuh dengan rasa takdzim dan kesiapsiagaan. Sikap sempurna, pakaian yang bersih, disiplin, dan tidak kehilangan konsentrasi meski banyak masalah dan gangguan. Persis seperti sikap prajurit di hadapan panglimanya. Dan hal itu tetap dilakukan meski orangnya udah meninggal sekalipun.
Mari kita belajar pada sosok Imam Malik bin Anas. Beliau adalah ulama besar, pengarang kitab Al Muwatho', gurunya Imam Syafi'i dan disebut-sebut sebagai Imam Darul Hijroh (Madinah). Beliau sangat memuliakan hadits, hingga akan mengenakan pakaian terbaik saat hendak meriwayatkan hadits kepada para santrinya. Termasuk saat beliau tengah terbaring sakit, tiba-tiba ada seorang penjenguk yang menyampaikan hadits nabi. Maka saat itu pula, beliau bangkit dan berdiri tegak layaknya seorang prajurit. Semua dilakukan sebagai bentuk penghargaan dan penghormatannya kepada RosuluĊloh.
Khusyu' dalam Sholat
Kita harus bersyukur, bahwa khusyu' dalam sholat tidak termasuk syarat sahnya sholat. Jika khusyu' menjadi syarat sahnya sholat, niscaya tidak ada sholatnya kita yang diterima Alloh. Karena memang begitu beratnya menjaga suasana khusyu' dalam sholat, dari takbirotul ihrom hingga salam. Para ulama dan kyai khos saja mengakui hal itu, terlebih kita yang statusnya baru jadi santri kemarin sore. Sholat khusyu' itu begitu sulit, bahkan bagi mereka para trainer dan motivator pelatihan sholat khusyu' sekalipun.
Jika bercerita tentang khusyu' dalam sholat, kita tentu langsung ingat dengan kisahnya Sayyidina 'Ali bin Abu Tholib ra. Dalam suatu medan perang, dia terkena anak panah hingga menembus baju besinya. Jangankan untuk diambil, bahkan sekedar dipegang anak panahnya saja Sayyiina 'Ali terasa kesakitan. Terlebih saat itu belum ada obat bius. Bingung, tiba-tiba ada yang usul agar anak panahnya dicabut saat Sayyidina 'Ali tengah sholat. Dan benar, anak panah dicabut dan Sayyidina 'Ali tidak merasakan sakit apapun. Dia tenggelam khusyu' dalam sholatnya.
Kisah lain, setidaknya yang kami tahu adalah Imam Bukhori. Sosok ulama yang disebut-sebut sebagai Syaikh Al-Muhadditsin. Dalam suatu perjalanan, beliau berhenti di suatu tempat untuk melaksanakan sholat malam. Seperti biasa, satu roka'atnya sangat lama hingga yang menjadi makmum terasa kesemutan. Usai sholat, tiba-tiba beliau membuka jubahnya. Rupanya ada beberapa hewan kecil yang masuk jubahnya. Yang keheranan justru malah makmumnya, bisa-bisanya Imam Bukhori tahan sholat berlama-lama sedangkan dijubahnya ada banyak hewan kecil yang mengganggunya.
Pada Aksi Bela Islam jilid ketiga (Aksi 212), kita sedikit mendapatkan pemandangan serupa. Meski hujan, mereka tetap tegar berdiri dalam sholatnya. Mungkin belum seheroik kaum muslimin di Timur Tengah, dimana mereka tetap tegar dalam sholat jama'ah meski bom-bom mulai berjatuhan dari langit. Namun setidaknya, hal ini memberikan kesadaran baru bagi kita. Karena untuk maqomnya kita, ada cicak atau kecoa lewat di depan sajadah saja, konsentrasi sudah hilang. Padahal, saat itu kita sungguh tengah berdiri di hadapan Alloh. Wallohu a'lam.
Eko Junianto, ST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar