Minggu, 11 Desember 2016

Pelebur Habis, Palembang Tak Alah


Peribahasa bisa lahir dari sebuah pertempuran.

 

Pada 12 Juni 1819, waktu yang diberikan oleh Komisaris Belanda di Palembang, Herman Warner Muntinghe kepada Sultan Mahmud Badaruddin II agar menyerahkan putra mahkota sebagai sandera-tanda-setia, habis.

 

Pasukan Belanda mulai dikerahkan untuk mengepung Benteng Kuto Besak yang memagari keraton Sultan. Berhari-hari pertempuran sengit terjadi dan korban di kalangan pengepung begitu dahsyat sehingga Muntinghe memutuskan untuk mundur dan melapor ke Batavia.

 

Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. Van Der Capellen murka dan langsung merundingkan situasi ini dengan Letnan Jenderal Herbert Merkus De Kock dan Laksamana Constantijn Johan Wolterbeek. Mereka memutuskan mengirim armada dengan kekuatan berlipat untuk menghukum Mahmud Badaruddin II, membuangnya, dan mendudukkan keponakannya Pangeran Jayaningrat sebagai raja boneka. Wolterbeek, panglima tertinggi angkatan laut wilayah jajahan memimpin langsung serbuan ini.

 

Sang Sultan Mujahid Mahmud Badaruddin II sangat tahu dia akan diserang balas dengan kekuatan besar. Pertahanan dari pelabuhan hingga muara Musi diperkuat dengan kubu-kubu, benteng kecil, dan perancah penghadang kapal. Pada 21 Oktober 1819, armada Wolterbeek disambut tembakan meriam bersahut-sahutan; dari benteng, dari kubu, bahkan dari sela-sela semak di tepian.

 

Untuk membalas, armada itu menembak membabi buta. Akibatnya, begitu mencapai sasaran utama yakni Benteng Keraton Kuto Besak, peluru dan mesiu kapal-kapal korvet Belanda telah menipis. Serangan ini gagal total dan Wolterbeek kembali ke Batavia pada 30 Oktober 1819 dengan menanggung malu. "Pelebur habis, Palembang tak alah", arti harfiahnya adalah peluru dan peledak habis, tapi Palembang yang gigih tak berhasil ditaklukkan. Makna peribahasa ini; sudah menghabiskan segala daya dan upaya namun tetap gagal mencapai tujuan. Sejak saat itu peribahasa ini bergema untuk mengenang kegagahan para pejuang Palembang. Butuh bertahun-tahun lagi melalui adu domba dan pengkhianatan sampai Belanda berhasil menundukkan Mahmud Badaruddin II, sang Sultan Pejuang.

 


@salimafillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar